Psikolog Sebut Suka Flexing Tanda Kurang Percaya Diri
07 March 2023 |
14:00 WIB
Ada-ada saja kelakuan orang yang suka flexing atau pamer harta. Belakangan ini, fenomena tersebut memang jadi lebih sering ditemui ya Genhype. Seolah pamer harta sudah jadi tren baru di kalangan masyarakat untuk mengisi konten mereka di media sosial.
Hal yang dipamerkan pun beragam. Ada yang suka memamerkan kendaraan mewah yang dimilikinya, sedangkan yang lain menyombongkan diri bisa berlibur ke luar negeri dengan biaya fantastis. Pokoknya, soal pamer memang sudah ada banyak bentuknya deh.
Menurut Psikolog Kasandra & Associates, A Kasandra Putranto, flexing atau perilaku pamer merupakan bentuk dari self-promotion. Dengan melakukan pamer, individu ingin menarik atensi dari teman-teman di lingkarannya agar melirik atau memperhatikan dirinya.
Flexing juga seolah jadi kebutuhan untuk eksistensi diri, terlebih dengan adanya media sosial. Saat ini, di media sosial, kita sangat mudah menemukan aneka foto yang memamerkan tempat nongkrong bergengsi atau orang-orang yang mengoleksi barang mewah. Perilaku konsumtif ini seolah jadi ajang untuk flexing.
Baca juga: China Melarang Selebriti Pamer Kekayaan di Media Sosial, Kenapa Ya?
Orang yang memamerkan harta di media sosial umumnya ingin mendapatkan pengakuan atau validasi orang lain. Dengan cara itu, orang tersebut akan merasa lebih baik dari orang lain.
Menurut Kasandra, orang yang suka flexing memiliki kecenderungan selalu ingin mendapatkan penilaian yang baik dari orang lain setiap saat. Kecenderungan tersebut, lanjutnya, kemudian mendorong mereka melakukan promosi diri dengan menampilkan kekuatan, sifat baik, dan pencapaian kepada publik.
Hal itu dilakukan demi memuaskan diri untuk mendapatkan penilaian positif atau lebih unggul dari orang lain. Efeknya, individu akan merasa ada dorongan untuk melakukannya lagi dan lagi agar kepuasan tersebut bisa terwujud.
Selain itu, sebuah penelitian juga menemukan bahwa individu cenderung melebih-lebihkan perasaan positif yang didapatkan dari persepsinya terhadap penilaian orang lain. Fenomena ini kemudian mengimplikasikan adanya emosi positif yang timbul otomatis dan dirasakan oleh individu setelah melakukan flexing.
Jadi, ada semacam kebahagiaan tersendiri yang dirasakan oleh pelaku flexing setelah melakukan aksinya. Namun, kebahagiaan dan citra positif yang seolah terbangun sebenarnya semu. Sebab, kebahagiaan tidak bisa selalu dilandasi oleh penilaian orang lain secara terus menerus.
Oleh karena itu, fenomena flexing justru menandakan adanya hal keliru yang terjadi pada individu tertentu. Ada kekurangan di dalam diri yang sengaja ingin ditutupi melalui aksi flexing tersebut.
“Perilaku flexing yang berlebihan berkaitan erat dengan masalah insecurity atau harga diri yang rendah yang dirasakan oleh orang tersebut,” kata Kasandra kepada Hypeabis.id.
Artinya, orang yang suka pamer justru adalah orang yang tidak percaya diri. Mereka merasa dirinya lebih rendah dibanding orang lain. Dengan melakukan pamer pada hal tertentu, dirinya ingin menunjukkan diri seolah lebih unggul dibanding yang lain. Semua bermuara pada adanya kekhawatiran tidak diterima atau dianggap rendah oleh orang lain.
Orang yang flexing cenderung memiliki harga diri yang rendah karena dia sangat bergantung dengan orang lain. Hal ini karena harga diri individu tersebut sangat ditentukan oleh pandangan baik orang lain kepadanya. Fenomena ini kemudan menjadikan orang yang suka flexing sangat haus pengakuan dari lingkungan sosialnya.
Mereka selalu ingin dipandang lebih dan tidak ingin diremehkan. Padahal, harga diri setiap individu tidak bisa seluruhnya disandarkan pada penilaian orang. Sebab, hal itu justru bisa menimbulkan keinginan untuk terus melakukan hal lebih demi mendapatkan penilaian baik dari orang lain.
Baca juga: Manfaatkan Pasangan Demi Kekayaan, Kenali Istilah Gold Digger & Tanda-tandanya
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Hal yang dipamerkan pun beragam. Ada yang suka memamerkan kendaraan mewah yang dimilikinya, sedangkan yang lain menyombongkan diri bisa berlibur ke luar negeri dengan biaya fantastis. Pokoknya, soal pamer memang sudah ada banyak bentuknya deh.
Menurut Psikolog Kasandra & Associates, A Kasandra Putranto, flexing atau perilaku pamer merupakan bentuk dari self-promotion. Dengan melakukan pamer, individu ingin menarik atensi dari teman-teman di lingkarannya agar melirik atau memperhatikan dirinya.
Flexing juga seolah jadi kebutuhan untuk eksistensi diri, terlebih dengan adanya media sosial. Saat ini, di media sosial, kita sangat mudah menemukan aneka foto yang memamerkan tempat nongkrong bergengsi atau orang-orang yang mengoleksi barang mewah. Perilaku konsumtif ini seolah jadi ajang untuk flexing.
Baca juga: China Melarang Selebriti Pamer Kekayaan di Media Sosial, Kenapa Ya?
Ilustrasi flexing (Sumber gambar: Freepik)
Menurut Kasandra, orang yang suka flexing memiliki kecenderungan selalu ingin mendapatkan penilaian yang baik dari orang lain setiap saat. Kecenderungan tersebut, lanjutnya, kemudian mendorong mereka melakukan promosi diri dengan menampilkan kekuatan, sifat baik, dan pencapaian kepada publik.
Hal itu dilakukan demi memuaskan diri untuk mendapatkan penilaian positif atau lebih unggul dari orang lain. Efeknya, individu akan merasa ada dorongan untuk melakukannya lagi dan lagi agar kepuasan tersebut bisa terwujud.
Selain itu, sebuah penelitian juga menemukan bahwa individu cenderung melebih-lebihkan perasaan positif yang didapatkan dari persepsinya terhadap penilaian orang lain. Fenomena ini kemudian mengimplikasikan adanya emosi positif yang timbul otomatis dan dirasakan oleh individu setelah melakukan flexing.
Jadi, ada semacam kebahagiaan tersendiri yang dirasakan oleh pelaku flexing setelah melakukan aksinya. Namun, kebahagiaan dan citra positif yang seolah terbangun sebenarnya semu. Sebab, kebahagiaan tidak bisa selalu dilandasi oleh penilaian orang lain secara terus menerus.
Oleh karena itu, fenomena flexing justru menandakan adanya hal keliru yang terjadi pada individu tertentu. Ada kekurangan di dalam diri yang sengaja ingin ditutupi melalui aksi flexing tersebut.
“Perilaku flexing yang berlebihan berkaitan erat dengan masalah insecurity atau harga diri yang rendah yang dirasakan oleh orang tersebut,” kata Kasandra kepada Hypeabis.id.
Artinya, orang yang suka pamer justru adalah orang yang tidak percaya diri. Mereka merasa dirinya lebih rendah dibanding orang lain. Dengan melakukan pamer pada hal tertentu, dirinya ingin menunjukkan diri seolah lebih unggul dibanding yang lain. Semua bermuara pada adanya kekhawatiran tidak diterima atau dianggap rendah oleh orang lain.
Orang yang flexing cenderung memiliki harga diri yang rendah karena dia sangat bergantung dengan orang lain. Hal ini karena harga diri individu tersebut sangat ditentukan oleh pandangan baik orang lain kepadanya. Fenomena ini kemudan menjadikan orang yang suka flexing sangat haus pengakuan dari lingkungan sosialnya.
Mereka selalu ingin dipandang lebih dan tidak ingin diremehkan. Padahal, harga diri setiap individu tidak bisa seluruhnya disandarkan pada penilaian orang. Sebab, hal itu justru bisa menimbulkan keinginan untuk terus melakukan hal lebih demi mendapatkan penilaian baik dari orang lain.
Baca juga: Manfaatkan Pasangan Demi Kekayaan, Kenali Istilah Gold Digger & Tanda-tandanya
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.