Resensi Buku This Album Could Be Your Life: 50 Album Musik Terbaik Indonesia 1955-2015
07 February 2023 |
12:00 WIB
Membicarakan daftar album musik terbaik lokal selalu menarik perhatian. Pasalnya, hampir semua orang terobsesi terhadap daftar dan peringkat. Tak hanya itu, setiap generasi pastinya memiliki pandangan berbeda terhadap apa yang mereka dengar dan amati mengenai daftar album terbaik yang disusun oleh generasi sebelumnya.
Itulah sekiranya yang dihadirkan oleh Elevation Books dengan menerbitkan buku berjudul This Album Could Be Your Life: 50 Album Musik Terbaik Indonesia 1955-2015. Menariknya, buku ini menghadirkan daftar yang berbeda dari terbitan majalah Rolling Stones Indonesia (RSI) pada 2008 yang berjudul, 150 Album Indonesia Terbaik.
Baca juga: Resensi: Memaknai Hidup lewat Buku Love Is The Answer
Tak hanya itu, buku yang lahir dari tangan pengamat musik dan orang yang aktif di kancahnya itu juga tanpa tedeng aling-aling mengajak pembaca untuk berpolemik mengenai apa yang telah mereka tetapkan. Hal ini tentu saja membuka ruang diskusi mengenai daftar pemilihan album tak hanya berhenti di tangan penulis saja.
Para penulis itu antara lain, penulis musik Taufiq Rahman; pustakawan musik Budi Warsito; penulis musik, Harlan Boer; dosen dan penulis musik asal Bandung Idhar Resmadi; vokalis Bangkutaman, Wahyu 'Acum' Nugroho; dan tentu saja penulis musik dan penggiat skena metal dari Malang, Samack.
Dalam buku setebal 328 halaman ini pembaca juga bisa melihat perbedaan yang cukup kentara. Misalnya, dalam buku hasil olahan RSI, daftar album musik terbaik posisi pertama diduduki oleh album soundtrack Badai Pasti Berlalu, lalu album Guruh Gypsy, kompilasi Lomba Cipta lagu Remaja 1978, dan Dheg Dheg Plas dari Koes Plues.
Namun, dalam buku terbaru Elevation yang terbit pada 2020 itu justru posisi penggawa album terbaik Indonesia ditempati oleh Dheg Dheg Plas dari Koes Plues. Kemudian berturut-turut disusul oleh Ports of Lima dari Sore, posisi ketiga diisi oleh Swami, dan posisi keempat ditempati oleh Kompor Meleduk, dari Benyamin S dan Ida Royani.
Sebagai salah satu penulis, Taufiq juga memiliki alasan yang kuat mengapa menempatkan Dheg Dheg Plas milik Koes Plus di peringkat pertama dan menggeser posisi album Badai Pasti Berlalu ke peringkat kelima. Empu Elevation Group itu menulis, sebab lewat album tersebut kelak menjadi tonggak mahakarya Koes Plus meski Dheg Dheg Plas tidak laku di pasaran karena terlalu 'revolusioner'.
Buku ini juga menghadirkan deretan peringkat album yang pada waktu versi RSI terbit album-album tersebut belum muncul. Kelak tentu saja album tersebut bisa menggeser posisi mereka, pasalnya musik di Indonesia terus tumbuh. Seperti misalnya album Kamar Gelap dari Efek Rumah Kaca, Barisan Nisan dari Homicide, dan tentu saja Ports of Lima dari grup band Sore.
Keunikan lain dari buku ini adalah dikemas dengan gaya bertutur yang ringan serta visual yang ciamik. Baik dari segi tata letak, pemilihan kertas, penggunaan font, dan penggunaan halaman berwarna di bagian awal. Selain itu ada juga tampilan arsip artefak asli album-album tersebut yang seperti di scan dari format fisiknya saat dirilis, termasuk dalam veri piringan hitam, kaset, hingga CD.
Tentu saja hal itu tak lepas dari peran tangan dingin fotografer Jez O'Hare dan desainer grafis Diandra Galih. Sehingga buku ini pun layak dijadikan sebagai pegangan awal terhadap penelitian musik populer di Indonesia.
Terlebih, buku ini juga disempurnakan oleh sutradara film Riri Riza, yang di masa mudanya dikenal sebagai musisi, dengan menuliskan prakata mengenai musik populer di tanah air yang terangkum di buku tersebut.
Editor: Nirmala Aninda
Itulah sekiranya yang dihadirkan oleh Elevation Books dengan menerbitkan buku berjudul This Album Could Be Your Life: 50 Album Musik Terbaik Indonesia 1955-2015. Menariknya, buku ini menghadirkan daftar yang berbeda dari terbitan majalah Rolling Stones Indonesia (RSI) pada 2008 yang berjudul, 150 Album Indonesia Terbaik.
Baca juga: Resensi: Memaknai Hidup lewat Buku Love Is The Answer
Tak hanya itu, buku yang lahir dari tangan pengamat musik dan orang yang aktif di kancahnya itu juga tanpa tedeng aling-aling mengajak pembaca untuk berpolemik mengenai apa yang telah mereka tetapkan. Hal ini tentu saja membuka ruang diskusi mengenai daftar pemilihan album tak hanya berhenti di tangan penulis saja.
Para penulis itu antara lain, penulis musik Taufiq Rahman; pustakawan musik Budi Warsito; penulis musik, Harlan Boer; dosen dan penulis musik asal Bandung Idhar Resmadi; vokalis Bangkutaman, Wahyu 'Acum' Nugroho; dan tentu saja penulis musik dan penggiat skena metal dari Malang, Samack.
Dalam buku setebal 328 halaman ini pembaca juga bisa melihat perbedaan yang cukup kentara. Misalnya, dalam buku hasil olahan RSI, daftar album musik terbaik posisi pertama diduduki oleh album soundtrack Badai Pasti Berlalu, lalu album Guruh Gypsy, kompilasi Lomba Cipta lagu Remaja 1978, dan Dheg Dheg Plas dari Koes Plues.
Namun, dalam buku terbaru Elevation yang terbit pada 2020 itu justru posisi penggawa album terbaik Indonesia ditempati oleh Dheg Dheg Plas dari Koes Plues. Kemudian berturut-turut disusul oleh Ports of Lima dari Sore, posisi ketiga diisi oleh Swami, dan posisi keempat ditempati oleh Kompor Meleduk, dari Benyamin S dan Ida Royani.
Sebagai salah satu penulis, Taufiq juga memiliki alasan yang kuat mengapa menempatkan Dheg Dheg Plas milik Koes Plus di peringkat pertama dan menggeser posisi album Badai Pasti Berlalu ke peringkat kelima. Empu Elevation Group itu menulis, sebab lewat album tersebut kelak menjadi tonggak mahakarya Koes Plus meski Dheg Dheg Plas tidak laku di pasaran karena terlalu 'revolusioner'.
Buku ini juga menghadirkan deretan peringkat album yang pada waktu versi RSI terbit album-album tersebut belum muncul. Kelak tentu saja album tersebut bisa menggeser posisi mereka, pasalnya musik di Indonesia terus tumbuh. Seperti misalnya album Kamar Gelap dari Efek Rumah Kaca, Barisan Nisan dari Homicide, dan tentu saja Ports of Lima dari grup band Sore.
Keunikan lain dari buku ini adalah dikemas dengan gaya bertutur yang ringan serta visual yang ciamik. Baik dari segi tata letak, pemilihan kertas, penggunaan font, dan penggunaan halaman berwarna di bagian awal. Selain itu ada juga tampilan arsip artefak asli album-album tersebut yang seperti di scan dari format fisiknya saat dirilis, termasuk dalam veri piringan hitam, kaset, hingga CD.
Tentu saja hal itu tak lepas dari peran tangan dingin fotografer Jez O'Hare dan desainer grafis Diandra Galih. Sehingga buku ini pun layak dijadikan sebagai pegangan awal terhadap penelitian musik populer di Indonesia.
Terlebih, buku ini juga disempurnakan oleh sutradara film Riri Riza, yang di masa mudanya dikenal sebagai musisi, dengan menuliskan prakata mengenai musik populer di tanah air yang terangkum di buku tersebut.
- Judul Buku: This Album Could Be Your Life: 50 Album Musik Terbaik Indonesia 1955-2015
- Penulis: Harlan Broer, Idhar Resmadi, Samack, Taufiq Rahman, dan Wahyu Nugroho.
- Penerbit: Elevation Books, 2020.
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.