Review A Man Called Otto, Gambaran Frustasi Lewat Adegan Menggelitik
23 January 2023 |
21:20 WIB
Tom Hanks tak pernah gagal dengan film-filmnya. Kali ini dia berhasil memposisikan diri sebagai pria yang benar-benar malang. Nama karakternya Otto, orang yang kehilangan arah setelah istrinya meninggal dunia. Film terbaru yang dibintanginya, A Man Called Otto, terasa mengiris hati dengan kisah kehidupan yang sederhana.
Diadaptasi dari novel berjudul A Man Called Ove karya Fredrik Backman, film yang disutradarai Marc Forster ini tayang perdana di layar lebar Indonesia pada 13 Januari 2023. Sejak hari pertama rilis, netizen tak henti merekomendasikan tontonan yang disebut-sebut bakal menyayat hati ini. Benar saja, Marc Forster mampu mengisahkan Otto dengan cara yang mengelitik sekaligus mengiris hati.
Otto Anderson dikisahkan sebagai sosok pria tua yang pemarah. Dia selalu terganggu dengan hal-hal kecil. Banyak hal yang membuatnya terdistraksi. Oleh karena itu, jangan heran jika kamu akan mendengar Otto mendumel sepanjang film berdurasi 126 menit itu diputar.
Baca juga: Review The Banshees of Inisherin, Komedi Gelap Tentang Persahabatan Manusia
Tom Hanks tampaknya sukses menjadi Otto sepenuhnya di film ini. Dia hadir dengan karakter yang sangat perfeksionis. Otto bisa sangat terganggu dengan hal kecil, seperti parkir sepeda yang tidak pada tempatnya, atau kesalahan tetangga-tetangganya dalam membuang sampah plastik atau botol yang tidak pada tempatnya.
Karena hal-hal semacam ini, dia dilabeli tukang dumel oleh tetangganya. Otto juga malas untuk ramah dan bertegur sapa secara baik dengan tetangganya. Di pikiran Otto, semuanya sudah kacau sejak Sonya, istri tercinta meninggalkannya akibat suatu peristiwa memilukan. Ini juga yang mengantarkan Otto selalu berusaha mengambil nyawanya sendiri.
Pada percobaan bunuh diri pertamanya, dia berusaha menggantung diri dengan seutas tali. Namun percobaan itu gagal karena bagian plafon tak kuat menahan beban tubuhnya. Hal menggelitik terjadi saat dia langsung menghampiri makan istrinya setelah kegagalan itu. “Ternyata bunuh diri tidak semudah yang ku bayangkan,” begitu curhat Otto di depan makam istrinya.
Film ini akan membuat penonton bertanya-tanya, di mana bagian sedihnya? Karena sejak awal film, banyak lakon mengelitik yang mengundang gelak tawa, setidaknya sebelum menuju ke akhir film. Tom Hanks mampu mengemas perannya dengan campur aduk. Dia menyentil penonton dengan rasa frustasi Otto yang tak punya semangat hidup, tetapi mengemasnya dengan akting yang kocak.
Otto tak ingin membayangkan dirinya tua lebih lama tanpa Sonya. Dia selalu mengulang-ulang ingatannya saat bertemu Sonya. Bahkan setiap perkataan yang Sonya atau dia ucapkan sejak pertama kali bertemu. A Man Called Otto mengajak penontonnya melihat dan menghargai momen-momen kecil. Bak memberi tahu bahwa tidak ada yang benar-benar kebetulan di dunia ini.
Namun, nyatanya memori indah ini justru menjadi racun bagi Otto. Dia selalu ingin kembali bunuh diri untuk menghapus rasa kesepian yang dirasakannya itu. Akan tetapi lagi-lagi, dia gagal bunuh diri dengan alasan yang berulang-ulang sama.
Tidak lain karena tetangganya tiba-tiba mengedor rumahnya karena memerlukan bantuan kecilnya, misalnya meminjam tangga, meminta pertolongan ke rumah sakit, atau apa pun itu. Adegan-adegan ini juga yang membuat penonton tergelitik dan berpikir bahwa akan selalu ada penghalang saat belum waktunya seseorang untuk mati.
Setiap mengingat momennya bersama Sonya, lagi-lagi Otto seperti gila sendiri. Dia kembali mencoba bunuh diri di tempat umum. Niat tinggal niat, dia malah menolong seseorang yang terjatuh ke rel. Alih-alih berhasil dengan percobaannya, Otto justru populer sebagai pahlawan di hari itu hingga media menyorotnya. Sangat jauh dari hal yang diinginkan Otto.
Hal-hal kecil selalu menyelingi pahitnya kehidupan Otto. Misalnya saat dia selalu pergi ke toko kue favorit Sonya setiap minggu tepat di jam yang sama. Tentangga Otto, Marisol melihat luka dalam yang terus menjadi jejak Otto. Dia berusaha ingin membersihkan jejak ini dengan satu tujuan, membantu menghilangkan trauma Otto.
Hingga jalan terakhir mencoba bunuh diri, Otto masih gagal. Dia tahu betul bahwa suatu hari dia akan meninggal karena sebuah penyakit jantung yang dideritanya. Namun, dia tak kuat menunggu dan terus mengingat Sonya. Hingga di akhir film, adegan yang benar-benar menyayat hati pun terjadi.
Film A Man Called Otto berhasil mengajak penontonnya memperhatikan dan selalu melihat hal-hal kecil dari orang di sekeliling kita. Bahwa dalam keadaan sesulit apa pun, akan ada orang yang ingin menolong. Otto terlihat sangat berjuang keras mengubah memori buruknya ini dengan kebaikan yang ditularkannya kepada orang lain. Seperti ucapan Marisol, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk sembuh.
Baca juga: Review Autobiography, Saat Sisi Tergelap Manusia Terkuak
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Diadaptasi dari novel berjudul A Man Called Ove karya Fredrik Backman, film yang disutradarai Marc Forster ini tayang perdana di layar lebar Indonesia pada 13 Januari 2023. Sejak hari pertama rilis, netizen tak henti merekomendasikan tontonan yang disebut-sebut bakal menyayat hati ini. Benar saja, Marc Forster mampu mengisahkan Otto dengan cara yang mengelitik sekaligus mengiris hati.
Otto Anderson dikisahkan sebagai sosok pria tua yang pemarah. Dia selalu terganggu dengan hal-hal kecil. Banyak hal yang membuatnya terdistraksi. Oleh karena itu, jangan heran jika kamu akan mendengar Otto mendumel sepanjang film berdurasi 126 menit itu diputar.
Baca juga: Review The Banshees of Inisherin, Komedi Gelap Tentang Persahabatan Manusia
Tom Hanks tampaknya sukses menjadi Otto sepenuhnya di film ini. Dia hadir dengan karakter yang sangat perfeksionis. Otto bisa sangat terganggu dengan hal kecil, seperti parkir sepeda yang tidak pada tempatnya, atau kesalahan tetangga-tetangganya dalam membuang sampah plastik atau botol yang tidak pada tempatnya.
Karena hal-hal semacam ini, dia dilabeli tukang dumel oleh tetangganya. Otto juga malas untuk ramah dan bertegur sapa secara baik dengan tetangganya. Di pikiran Otto, semuanya sudah kacau sejak Sonya, istri tercinta meninggalkannya akibat suatu peristiwa memilukan. Ini juga yang mengantarkan Otto selalu berusaha mengambil nyawanya sendiri.
Pada percobaan bunuh diri pertamanya, dia berusaha menggantung diri dengan seutas tali. Namun percobaan itu gagal karena bagian plafon tak kuat menahan beban tubuhnya. Hal menggelitik terjadi saat dia langsung menghampiri makan istrinya setelah kegagalan itu. “Ternyata bunuh diri tidak semudah yang ku bayangkan,” begitu curhat Otto di depan makam istrinya.
Menggelitik di Awal, Bercucur Air Mata di Akhir
A Man Called Otto (Sumber gambar: Youtube.com/Sony Pictures Entertainment)
Otto tak ingin membayangkan dirinya tua lebih lama tanpa Sonya. Dia selalu mengulang-ulang ingatannya saat bertemu Sonya. Bahkan setiap perkataan yang Sonya atau dia ucapkan sejak pertama kali bertemu. A Man Called Otto mengajak penontonnya melihat dan menghargai momen-momen kecil. Bak memberi tahu bahwa tidak ada yang benar-benar kebetulan di dunia ini.
Namun, nyatanya memori indah ini justru menjadi racun bagi Otto. Dia selalu ingin kembali bunuh diri untuk menghapus rasa kesepian yang dirasakannya itu. Akan tetapi lagi-lagi, dia gagal bunuh diri dengan alasan yang berulang-ulang sama.
Tidak lain karena tetangganya tiba-tiba mengedor rumahnya karena memerlukan bantuan kecilnya, misalnya meminjam tangga, meminta pertolongan ke rumah sakit, atau apa pun itu. Adegan-adegan ini juga yang membuat penonton tergelitik dan berpikir bahwa akan selalu ada penghalang saat belum waktunya seseorang untuk mati.
Setiap mengingat momennya bersama Sonya, lagi-lagi Otto seperti gila sendiri. Dia kembali mencoba bunuh diri di tempat umum. Niat tinggal niat, dia malah menolong seseorang yang terjatuh ke rel. Alih-alih berhasil dengan percobaannya, Otto justru populer sebagai pahlawan di hari itu hingga media menyorotnya. Sangat jauh dari hal yang diinginkan Otto.
Hal-hal kecil selalu menyelingi pahitnya kehidupan Otto. Misalnya saat dia selalu pergi ke toko kue favorit Sonya setiap minggu tepat di jam yang sama. Tentangga Otto, Marisol melihat luka dalam yang terus menjadi jejak Otto. Dia berusaha ingin membersihkan jejak ini dengan satu tujuan, membantu menghilangkan trauma Otto.
Hingga jalan terakhir mencoba bunuh diri, Otto masih gagal. Dia tahu betul bahwa suatu hari dia akan meninggal karena sebuah penyakit jantung yang dideritanya. Namun, dia tak kuat menunggu dan terus mengingat Sonya. Hingga di akhir film, adegan yang benar-benar menyayat hati pun terjadi.
Film A Man Called Otto berhasil mengajak penontonnya memperhatikan dan selalu melihat hal-hal kecil dari orang di sekeliling kita. Bahwa dalam keadaan sesulit apa pun, akan ada orang yang ingin menolong. Otto terlihat sangat berjuang keras mengubah memori buruknya ini dengan kebaikan yang ditularkannya kepada orang lain. Seperti ucapan Marisol, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk sembuh.
Baca juga: Review Autobiography, Saat Sisi Tergelap Manusia Terkuak
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.