Profil Affandi, Sang Maestro Lukis Ekspresionisme Tanah Air
10 January 2023 |
06:38 WIB
Lanskap seni di Indonesia memiliki sederet maestro seni rupa (old master) yang namanya harum sampai mancanegara. Salah satunya yang terkenal adalah Affandi Koesoema, atau akrab dikenal dengan nama Affandi, sosok pembaru seni yang dikenal dengan gaya ekspresionismenya yang khas.
Sepanjang kariernya, Affandi telah menghasilkan lebih dari 2.000 karya. Oleh karena itu, dia juga disebut sebagai salah satu pelukis paling produktif. Adapun, teknik melukisnya yang terkenal adalah dengan menuangkan langsung cat minyak dari tube ke kanvas dan melukis menggunakan jari tangan.
Affandi Koesoema lahir di Cirebon 116 tahun silam dan merupakan anak dari R. Koesoema, seorang mantri ukur di sebuah pabrik gula di Ciledug, Cirebon. Karena lahir di lingkungan berada, Affandi termasuk orang yang beruntung sehingga dapat menempuh pendidikan formal tinggi hingga tingkat Algemeene Middelbare School (AMS).
Baca juga: Profil dan Kiprah Djoko Pekik, Seniman Kelas Dunia dari Yogyakarta
Kiprah Affandi sebagai pelukis dimulai secara otodidak saat dia meneruskan pendidikan di AMS Jakarta. Awalnya, Affandi pun hanya menggambar untuk kesenangan semata. Akan tetapi, meski tak pernah mendalami seni rupa, teknik menggambar yang dimilikinya sangat bagus.
Bakat itulah yang dilihat oleh pelukis Yudhokusumo, saat Affandi menumpang di rumahnya ketika melanjutkan sekolah di AMS. Di sana dia juga bertemu dengan pelukis Sudjojono. Kendati begitu, minat Affandi untuk menjadi pelukis profesional tidaklah mulus. Dia tidak mendapat restu dari kakaknya untuk sekolah seni di Belanda.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, Affandi kemudian bertemu dengan pelukis Barli, Wahdi, Sudarso, dan Hendra Gunawan di Bandung. Mereka akhirnya membentuk Kelompok Lima yang kemudian menjadi wadah bersama untuk belajar bagi pelukis-pelukis di Kota Priangan untuk urusan teknis dan wacana kesenian.
Dari sinilah kiprah Affandi dalam seni lukis akhirnya berkembang dan memiliki ciri khas. Saat bersama anggota Kelompok Lima lainnya, dia mulai banyak menghasilkan lukisan yang jujur dan humanis dalam menggambarkan kehidupan sosial masyarakat akar rumput, dengan turun langsung melukis di jalanan daerah Bandung.
Tak hanya itu, aksi melukis bersama para seniman Kelompok Lima ini juga selalu menjadi tontonan menarik bagi masyarakat. Terlebih bagi warga yang tinggal di sekitar Jalan Tamansari, alun-alun Kota Bandung, Jalan Braga, dan Gang Wangsaredja, studio tempat Kelompok Lima bernaung yang sekaligus menjadi rumah Affandi.
"Semangat Kelompok Lima ini, dalam sejarah diakui mendahului persn Pita Maha yang lahir di Ubud, Bali pada 1936, dan Persagi (Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia) di Jakarta yang baru lahir pada 1938," tulis Agus Dermawan T. dalam Surga Kemelut Pelukis Hendra (2018: 14).
Ada juga lukisan Rangda (1973) yang menggambarkan sosok ratu leak dalam mitologi di Bali, Sabung Ayam (1969) dan Watching Cookfight (1968), atau lukisan bertajuk Ibu (1941) yang dibuat Affandi sebagai bentuk ekspresi kecintaan pada sang ibu. Selain itu, dia juga kerap melukis sosok ibunya dalam beberapa karya lain, yaitu Ibu di Dalam Ruangan (1949), dan Ibu Marah (1960).
Selain itu, ada juga karya Affandi yang menggambarkan semangat revolusi. Yaitu saat dia dan Sudjojono terlibat dalam pembuatan poster-poster untuk memantik semangat patriotisme pasca kemerdekaan. Atas saran penyair Chairil Anwar lukisan yang menggambarkan sosok lelaki gagah dengan tangan terkepal dan dililit rantai yang terputus itu ditambahi kalimat "Boeng, Ajo Boeng!" yang hingga saat ini populer di masyarakat.
Selama hidupnya, Affandi tak hanya berpameran di dalam negeri saja, tapi juga lintas benua dengan berkeliling India, Eropa dan Amerika. Selain itu, dia juga ikut terlibat dalam perhelatan seni rupa bergengsi seperti Sao Paolo Biennale, Venice Biennale, dan World Expo ‘70 Osaka. Affandi meninggal dunia pada 23 Mei 1990, pada usia 83 tahun dan dimakamkan di samping ruang pameran di halaman Museum Affandi Yogyakarta.
Baca juga: Profil dan Karya Terbaik Maestro Seni Rupa S. Sudjojono
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Sepanjang kariernya, Affandi telah menghasilkan lebih dari 2.000 karya. Oleh karena itu, dia juga disebut sebagai salah satu pelukis paling produktif. Adapun, teknik melukisnya yang terkenal adalah dengan menuangkan langsung cat minyak dari tube ke kanvas dan melukis menggunakan jari tangan.
Affandi Koesoema lahir di Cirebon 116 tahun silam dan merupakan anak dari R. Koesoema, seorang mantri ukur di sebuah pabrik gula di Ciledug, Cirebon. Karena lahir di lingkungan berada, Affandi termasuk orang yang beruntung sehingga dapat menempuh pendidikan formal tinggi hingga tingkat Algemeene Middelbare School (AMS).
Baca juga: Profil dan Kiprah Djoko Pekik, Seniman Kelas Dunia dari Yogyakarta
Kiprah Affandi sebagai pelukis dimulai secara otodidak saat dia meneruskan pendidikan di AMS Jakarta. Awalnya, Affandi pun hanya menggambar untuk kesenangan semata. Akan tetapi, meski tak pernah mendalami seni rupa, teknik menggambar yang dimilikinya sangat bagus.
Bakat itulah yang dilihat oleh pelukis Yudhokusumo, saat Affandi menumpang di rumahnya ketika melanjutkan sekolah di AMS. Di sana dia juga bertemu dengan pelukis Sudjojono. Kendati begitu, minat Affandi untuk menjadi pelukis profesional tidaklah mulus. Dia tidak mendapat restu dari kakaknya untuk sekolah seni di Belanda.
Membentuk Kelompok Lima di Bandung
Sebelum fokus untuk menjadi seniman profesional Affandi juga pernah bekerja sebagai guru dan menjadi tukang sobek karcis bioskop, hingga pembuat reklame di Bandung. Namun, pekerjaan tersebut tidak berlangsung lama karena dia lebih tertarik untuk menjadi seniman yang menggambarkan realitas melalui kanvas dan cat.Pucuk dicinta ulam pun tiba, Affandi kemudian bertemu dengan pelukis Barli, Wahdi, Sudarso, dan Hendra Gunawan di Bandung. Mereka akhirnya membentuk Kelompok Lima yang kemudian menjadi wadah bersama untuk belajar bagi pelukis-pelukis di Kota Priangan untuk urusan teknis dan wacana kesenian.
Dari sinilah kiprah Affandi dalam seni lukis akhirnya berkembang dan memiliki ciri khas. Saat bersama anggota Kelompok Lima lainnya, dia mulai banyak menghasilkan lukisan yang jujur dan humanis dalam menggambarkan kehidupan sosial masyarakat akar rumput, dengan turun langsung melukis di jalanan daerah Bandung.
Tak hanya itu, aksi melukis bersama para seniman Kelompok Lima ini juga selalu menjadi tontonan menarik bagi masyarakat. Terlebih bagi warga yang tinggal di sekitar Jalan Tamansari, alun-alun Kota Bandung, Jalan Braga, dan Gang Wangsaredja, studio tempat Kelompok Lima bernaung yang sekaligus menjadi rumah Affandi.
"Semangat Kelompok Lima ini, dalam sejarah diakui mendahului persn Pita Maha yang lahir di Ubud, Bali pada 1936, dan Persagi (Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia) di Jakarta yang baru lahir pada 1938," tulis Agus Dermawan T. dalam Surga Kemelut Pelukis Hendra (2018: 14).
Karya-Karya Terkenal Affandi
Selama rentang hidupnya sebagai perupa, ada banyak karya-karya Affandi yang terkenal dan selalu menjadi buruan kolektor seni. Adapun beberapa yang populer adalah seri Potret Diri yang menggambarkan raut wajahnya sendiri baik sambil menghisap cangklong ataupun tidak.Ada juga lukisan Rangda (1973) yang menggambarkan sosok ratu leak dalam mitologi di Bali, Sabung Ayam (1969) dan Watching Cookfight (1968), atau lukisan bertajuk Ibu (1941) yang dibuat Affandi sebagai bentuk ekspresi kecintaan pada sang ibu. Selain itu, dia juga kerap melukis sosok ibunya dalam beberapa karya lain, yaitu Ibu di Dalam Ruangan (1949), dan Ibu Marah (1960).
Lukisan Affandi berjudul Ibu (sumber gambar IVAA)
Selain itu, ada juga karya Affandi yang menggambarkan semangat revolusi. Yaitu saat dia dan Sudjojono terlibat dalam pembuatan poster-poster untuk memantik semangat patriotisme pasca kemerdekaan. Atas saran penyair Chairil Anwar lukisan yang menggambarkan sosok lelaki gagah dengan tangan terkepal dan dililit rantai yang terputus itu ditambahi kalimat "Boeng, Ajo Boeng!" yang hingga saat ini populer di masyarakat.
Selama hidupnya, Affandi tak hanya berpameran di dalam negeri saja, tapi juga lintas benua dengan berkeliling India, Eropa dan Amerika. Selain itu, dia juga ikut terlibat dalam perhelatan seni rupa bergengsi seperti Sao Paolo Biennale, Venice Biennale, dan World Expo ‘70 Osaka. Affandi meninggal dunia pada 23 Mei 1990, pada usia 83 tahun dan dimakamkan di samping ruang pameran di halaman Museum Affandi Yogyakarta.
Baca juga: Profil dan Karya Terbaik Maestro Seni Rupa S. Sudjojono
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.