Begini Proses Jasad Manusia Bisa Jadi Kompos, Lebih Ramah Lingkungan
04 January 2023 |
13:21 WIB
Jasad manusia ternyata bisa dijadikan kompos lho, Genhype. Bahkan ada peraturan yang melegalkan proses ini. Terbaru, Gubernur New York Kathy Hochul pada akhir pekan lalu melegalkan pengomposan dari jasad manusia. Metode ini terbilang ramah lingkungan ketimbang cara penguburan lainnya.
Dalam proses pengomposan ini, jenazah harus dikirim ke perusahaan pemakaman yang disertifikasi sebagai fasilitas reduksi organik, ditampung, dan diberi ventilasi yang sesuai, bebas dari perangkat radioaktif. Kemudian jenazah dimasukkan ke dalam bejana yang dapat digunakan kembali, dengan alas dari serpihan kayu, alfalfa, dan jerami.
Campuran organik ini menciptakan habitat yang sempurna bagi mikroba alami melakukan tugasnya. Dengan cepat dan efisien, mikroba ini menghancurkan jenazah manusia dalam waktu sekitar satu bulan.
Baca juga: Sambut Hari Pencegahan Polusi Sedunia, Ini 3 Cara Hidup Lebih Ramah Lingkungan
Hasil akhirnya adalah timbunan kubik bahan amandemen tanah padat nutrisi, setara dengan 36 kantong tanah, yang dapat digunakan untuk menanam pohon atau memperkaya lahan konservasi, hutan, maupun kebun. Untuk daerah perkotaan seperti Kota New York yang lahannya terbatas, metode ini dapat dilihat sebagai alternatif pemakaman yang cukup menarik.
“Setiap hal yang dapat kita lakukan untuk menjauhkan orang dari lapisan beton dan peti mati mewah serta pembalseman, kita harus melakukan dan mendukungnya,” kata Michelle Menter, manajer di Cagar Alam Pemakaman Alam Greensprings di pusat New York. Menter mengatakan bisnisnya akan sangat mempertimbangkan metode tersebut.
Diketahui, Washington menjadi negara bagian Amerika Serikat pertama yang melegalkan pengomposan manusia pada 2019, diikuti oleh Colorado dan Oregon pada 2021, kemudian Vermont dan California 2022.
Sebelumnya, negara bagian Amerika Serikat lainnya, Washington, Colorado, Oregon, Vermont, dan California juga membuat undang-undang tentang metode tersebut.
Manajer di Greensprings Natural Cemetery Preserve Michelle Menter, mengaku tertarik dengan fasilitas tersebut. Perusahaan pemakaman di pusat New York yang dikelolanya itu akan mempertimbangkan penggunaan metode kompos manusia ini.
“Setiap hal yang dapat kita lakukan untuk menjauhkan manusia dari lapisan beton dan peti mati mewah serta pembalseman, kita harus melakukan dan mendukungnya,” ujar Menter dikutip dari Time, Rabu (4/1/2022).
Katrina Spade, pendiri Recompose, rumah pemakaman hijau dengan layanan lengkap di Seattle mengatakan pengomposan jasad ini bisa menjadi gerakan untuk mereka yang sadar dan peduli terhadap lingkungan.
“Kremasi menggunakan bahan bakar fosil dan penguburan menggunakan banyak lahan dan memiliki jejak karbon,” sebut Spade.
Seperti Howard Fischer, seorang investor berusia 63 tahun yang tinggal di utara New York City. Dia memiliki keinginan ketika meninggal jenazahnya bisa menjadi kompos untuk menyuburkan tanah.
“Saya berkomitmen untuk menjadikan tubuh saya kompos dan keluarga saya tahu itu,” tutur Fischer mengutarakan minatnya dalam metode ini.
Jadi, kamu tertarik enggak buat jadi kompos dan bermanfaat untuk lingkungan nanti, Genhype?
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Dalam proses pengomposan ini, jenazah harus dikirim ke perusahaan pemakaman yang disertifikasi sebagai fasilitas reduksi organik, ditampung, dan diberi ventilasi yang sesuai, bebas dari perangkat radioaktif. Kemudian jenazah dimasukkan ke dalam bejana yang dapat digunakan kembali, dengan alas dari serpihan kayu, alfalfa, dan jerami.
Campuran organik ini menciptakan habitat yang sempurna bagi mikroba alami melakukan tugasnya. Dengan cepat dan efisien, mikroba ini menghancurkan jenazah manusia dalam waktu sekitar satu bulan.
Baca juga: Sambut Hari Pencegahan Polusi Sedunia, Ini 3 Cara Hidup Lebih Ramah Lingkungan
Hasil akhirnya adalah timbunan kubik bahan amandemen tanah padat nutrisi, setara dengan 36 kantong tanah, yang dapat digunakan untuk menanam pohon atau memperkaya lahan konservasi, hutan, maupun kebun. Untuk daerah perkotaan seperti Kota New York yang lahannya terbatas, metode ini dapat dilihat sebagai alternatif pemakaman yang cukup menarik.
“Setiap hal yang dapat kita lakukan untuk menjauhkan orang dari lapisan beton dan peti mati mewah serta pembalseman, kita harus melakukan dan mendukungnya,” kata Michelle Menter, manajer di Cagar Alam Pemakaman Alam Greensprings di pusat New York. Menter mengatakan bisnisnya akan sangat mempertimbangkan metode tersebut.
Ilustrasi pemakaman kompos. (Sumber gambar : Unsplash/Janeson Keeley)
Diketahui, Washington menjadi negara bagian Amerika Serikat pertama yang melegalkan pengomposan manusia pada 2019, diikuti oleh Colorado dan Oregon pada 2021, kemudian Vermont dan California 2022.
Sebelumnya, negara bagian Amerika Serikat lainnya, Washington, Colorado, Oregon, Vermont, dan California juga membuat undang-undang tentang metode tersebut.
Manajer di Greensprings Natural Cemetery Preserve Michelle Menter, mengaku tertarik dengan fasilitas tersebut. Perusahaan pemakaman di pusat New York yang dikelolanya itu akan mempertimbangkan penggunaan metode kompos manusia ini.
“Setiap hal yang dapat kita lakukan untuk menjauhkan manusia dari lapisan beton dan peti mati mewah serta pembalseman, kita harus melakukan dan mendukungnya,” ujar Menter dikutip dari Time, Rabu (4/1/2022).
Katrina Spade, pendiri Recompose, rumah pemakaman hijau dengan layanan lengkap di Seattle mengatakan pengomposan jasad ini bisa menjadi gerakan untuk mereka yang sadar dan peduli terhadap lingkungan.
“Kremasi menggunakan bahan bakar fosil dan penguburan menggunakan banyak lahan dan memiliki jejak karbon,” sebut Spade.
Seperti Howard Fischer, seorang investor berusia 63 tahun yang tinggal di utara New York City. Dia memiliki keinginan ketika meninggal jenazahnya bisa menjadi kompos untuk menyuburkan tanah.
“Saya berkomitmen untuk menjadikan tubuh saya kompos dan keluarga saya tahu itu,” tutur Fischer mengutarakan minatnya dalam metode ini.
Jadi, kamu tertarik enggak buat jadi kompos dan bermanfaat untuk lingkungan nanti, Genhype?
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.