Ilustrasi pemanfaatan teknologi untuk industri film (Sumber gambar: Unsplash/Jakob Owens)

Hypereport: Menengok Potensi Teknologi AI di Industri Perfilman 

01 January 2023   |   21:00 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Dunia saat ini berkembang dengan sangat cepat berkat dorongan teknologi. Salah satu teknologi kunci yang punya peranan besar dalam beberapa waktu terakhir adalah kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Pemanfaatan teknologi mutakhir itu juga kian meluas, termasuk dalam industri perfilman. 

Film Hollywood seperti Avatar: The Way of Water (2022) adalah contoh karya sinema terbaru yang menggunakan AI dalam proses pembuatan karakternya. Sebelumnya, film lain yang banyak memanfaatkan kecerdasan buatan adalah Avengers: Endgame (2019). 

Gupta Sitorus, Chief Sales & Marketing Officer WIR Group, menilai penerapan teknologi kunci seperti AI, augmented reality (AR), dan virtual reality (VR) dapat membangun dimensi konten film tanpa batas, karakter lebih hidup yang bisa berinteraksi dengan para user, hingga efisiensi produksi yang tidak mengenal batas baik tempat atau waktu. 

“Pengalaman immersive yang luar biasa, bahkan memungkinkan penonton ikut serta dalam film yang ada,” katanya. 
 


Baca juga laporan terkait: 
1. Hype Report: Tantangan Seniman & Desainer di Era AI, Akankah Posisi Mereka Tergantikan?
2. Hype Report: AI Tidak Mengancam Arsitek & Desainer Interior, Tetapi Membantu Mereka
3. Hype Report: Menilik Tantangan Penulis di Tengah Kemajuan Teknologi AI
 

Keterlibatan AI di Bidang Perfilman 

Ilustrasi (Sumber gambar: Unsplash/Kal Visual)

Ilustrasi (Sumber gambar: Unsplash/Kal Visual)

Dengan fakta bahwa manusia akan tetap memegang peranan sentral, kecerdasan buatan diyakini dapat membantu sebagian proses pembuatan sebuah film jadi lebih efisien. Mulai dari tahap praproduksi dan produksi seperti penulisan naskah dan storyboarding, sampai dengan pasca produksi seperti pengeditan, efek visual, promosi, dan pemasaran.

Dari sisi penulisan naskah, kecerdasan buatan dapat digunakan untuk membantu penyusunan karakter, plot, sampai dengan dialog. AI dipercaya dapat merekomendasikan beberapa opsi yang bisa menjadi pertimbangan dan dipilih oleh penulis naskah untuk disusun ulang ke dalam sebuah cerita utuh.

Selain itu, AI juga dapat mengolah skrip menjadi sebuah storyboard. Dengan memasukan feedback ke dalam software berupa deskripsi dari tiap adegan, AI akan mengolah kalimat tersebut menjadi gambar yang kemudian dapat disusun menjadi sebuah papan cerita. 

“Dalam kaitannya dengan kedua hal di atas, AI digunakan sebagai sebuah media yang membantu di dalam proses pembangunan ide, yang tentunya akan membantu para user untuk lebih mengembangkan kreativitas yang lebih original,” katanya.

Di sisi pemasaran, AI atau machine learning dapat memprediksi potensi box office sebuah film. Hal ini dapat dilakukan dengan memformulasikan data dari berbagai komponen. Mulai dari kesuksesan film serupa, data performa aktor dan aktris di dalam film, social media listening, dan masih banyak lagi. 

Terkait keunggulan pemanfaatan AI dalam produksi film, Gupta mengatakan bahwa semakin banyak latihan (training) yang dilakukan oleh sebuah perangkat lunak, maka AI tersebut akan semakin mampu mengolah berbagai informasi dari big data. Dengan bantuan beberapa parameter yang ditentukan oleh para pengembang, tingkat akurasi dari output akan terus mengalami peningkatan.

Adapun, terkait keaslian karya, tidak menutup kemungkinan sebuah naskah yang ditulis oleh kecerdasan buatan punya nilai orisinalitas. Pasalnya, peranti lunak pintar itu menciptakan algoritma tersendiri dengan menghindari cerita atau plot dan karakter dari film yang sudah ada. 

“Hal ini ini tentu perlu dibarengi dengan adanya koridor dan game of play yang mampu memberikan perlindungan bagi karya-karya para artis. Namun, sekaligus memberi ruang bagi penerapan teknologi ini dengan maksimal sehingga semua pihak bisa mendapat manfaat,” katanya.

Dengan kata lain, AI tidak akan menjadi ancaman bagi industri film karena sifatnya justru membantu proses produksi menjadi lebih efisien. 
 

Pemanfaatan AI di Industri Film Lokal 

Sementara itu, dia menilai penggunaan kecerdasan artifisial dalam industri film lokal  belum jamak dilakukan, karena masih belum banyak perangkat lunak artificial intelligence dan machine learning yang difokuskan untuk bidang tersebut. 

Amrit Punjabi, Head of Production PT Tripar Multivision Plus (MVP), menilai kecerdasan buatan di perfilman Indonesia masih lumayan jauh untuk pemakaiannya secara luas atau bahkan dengan sering. Meskipun begitu, dia menilai pemanfaatan teknologi kecerdasan artifisial memiliki potensi yang besar pada masa yang akan datang.

“Tapi itu tidak akan begitu membuat perubahan drastis dan mengganti cara kerja di industri [film Indonesia],” katanya. 
 

Cuplikan film Kuntilanak 3 (Sumber gambar: tangkapan layar MVP Picture)

Cuplikan film Kuntilanak 3 (Sumber gambar: tangkapan layar MVP Picture)

Amrit menilai proses produksi pembuatan film sebagian besarnya masih akan tetap sama, kendati sudah memanfaatkan teknologi AI. Saat ini, sebagian besar penggunaan teknologi itu hanya dipakai secara sederhana, seperti mengubah tampilan orang dengan deepfake technology

Dia menuturkan bahwa film Kuntilanak 3 (2022) yang diproduksi oleh MVP Picture masih menggunakan normal computer-generated imagery (CGI) dan visual effects dengan sedikit green screen.  

Tak bisa dimungkiri, perlu investasi yang tidak sedikit untuk membuat film layaknya Avatar. Menurutnya, film itu punya banyak CGI dan special effect. Tidak hanya itu, film juga memakai motion capture technology yang sudah sangat canggih. 

Selain itu, pembuatan film dengan teknologi CGI seperti film Avatar akan memakan proses yang tidak sebentar. Jadi, kebanyakan film Hollywood yang menggunakan banyak CGI bisa dipastikan prosesnya jauh lebih lama dari pembuatan film biasa. 

Mereka mampu membuat film Avatar lantaran level pasarnya sudah internasional. “Saya pikir untuk bisa sampai ke sana, perlu market di Indonesia sendiri menjadi jauh lebih besar. Lalu bisa lebih mengandalkan sales di luar negeri juga,” katanya.

Dia menuturkan bahwa teknologi kecerdasan buatan lebih banyak dimanfaatkan untuk penciptaan dunia (world building) untuk film bergenre sains fiksi dan fantasi. Meskipun begitu, tidak menutup kemungkinan bahwa film dengan genre seperti horor juga bakal memanfaatkan teknologi tersebut. 

Amrit optimistis bahwa dalam 3 sampai 5 tahun ke depan, bakal ada lebih banyak peningkatan di sisi teknologi dalam pembuatan film-film horor di Indonesia. Dan bukan tidak mungkin teknologi seperti artificial intelligence bakal lebih marak dipakai. 

Baca jugaMahir Melukis Memanfaatkan Kecerdasan Buatan dengan Dall-E 

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
 
Editor: Syaiful Millah

SEBELUMNYA

Cek Daftar Kereta Api yang Dialihkan Via Jalur Selatan Imbas Banjir di Semarang

BERIKUTNYA

Rekor Head to Head Indonesia vs Filipina di Piala AFF, Skuad Garuda Dominasi Kemenangan

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: