Industri Perfilman Makin Menjanjikan Pasca Pandemi
19 December 2022 |
11:30 WIB
1
Like
Like
Like
Pandemi yang berlangsung selama kurang lebih dua tahun membuat industri perfilman seakan mati suri. Pembatasan sosial yang ada di masyarakat dan ditutupnya bioskop kala itu turut menghentikan perputaran roda bisnis sektor tersebut.
Namun, seiring semakin kondusifnya pandemi, membuat industri perfilman perlahan bangkit kembali, bahkan perputaran bisnisnya dinilai kian melesat kencang. Kondisi ini pun memunculkan optimisme para pelaku industri pada tahun depan.
CEO Visinema Angga Dwimas Sasongko mengatakan industri perfilman di Indonesia mencatatkan pendapatan yang menjanjikan pada tahun ini seiring kian kondusifnya pandemi Covid-19.
Dia memaparkan per November 2022, penjualan tiket bioskop di Indonesia telah mencapai 100 juta tiket. Jika rata-rata harga tiket bioskop seharga Rp40.000, maka nilai pendapatannya mencapai Rp4 triliun.
Baca juga: Dua Tahun Pandemi, Layar Industri Perfilman Indonesia Terkembang Lagi
Hal ini pun membuat semacam trickle-down effect, sehingga kembali menggeliatkan usaha-usaha di dalam ekosistem tersebut termasuk penyerapan banyak tenaga kerja di dalamnya. Angga memperkirakan pendapatan dari penjualan makanan di bioskop mencapai 25 persen dari total tersebut atau sekitar Rp1 triliun.
"Ini uang yang sangat besar. Belum sama konten yang lain seperti streaming. Saya memprediksi tahun ini akan menyentuh Rp7 triliun untuk industri film saja," katanya dalam diskusi Investree Conference 2022, di Jakarta, baru-baru ini.
Angga mengatakan kondisi tersebut mematahkan pendapat tak sedikit orang yang awalnya menganggap bahwa setelah pandemi, masyarakat enggan menonton film di bioskop. Sebab, lanjutnya, sebagai sebuah konten, film juga menawarkan pengalamannya tersendiri kepada penonton salah satunya dengan medium bioskop.
"Film itu experience [pengalaman]. Bioskop di Indonesia itu bukan tempat menonton film, tapi communal space dimana orang-orang menghabiskan waktu dengan keluarga dan teman mereka," imbuhnya.
Menurut dia, satu produk film yang dibuat memiliki potensi revenue atau pendapatan yang cukup panjang bahkan hingga lima tahun. Seperti misalnya film Filosofi Kopi yang berhasil menjadi sebuah intellectual property (IP) yang menjanjikan dari Visinema.
Meski secara pendapatan tiket bioskop pada 2015 silam hanya mampu mendulang 231.339 tiket, Filosofi Kopi telah menjelma menjadi merek yang dikenal luas oleh masyarakat hingga hari ini, salah satunya berkat menjamurnya kedai kopi dengan nama tersebut.
"Hari ini, kalau brand Filosofi Kopi dijual, harganya melebihi pendapatan film KKN di Desa Penari. Ini menunjukkan bagaimana kapasitas kreator bukan hanya membuat kontennya, tapi mampu menciptakan model bisnisnya," jelasnya.
Oleh karena itu, Angga mengatakan saat ini penting bagi seorang kreator untuk bisa melihat sebuah film bukan lagi hanya sebatas bisnis konvensional, seperti penjualan tiket bioskop dan lisensi dengan televisi atau platform OTT, tetapi menjadi sebuah produk kreatif yang multidimensional.
"Dengan begitu, kita bisa memberikan re-value ke pihak investor dan dimulai dari sekarang. Karena sekarang pemainnya belum banyak yang membangun ekosistem seperti itu," tambahnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Namun, seiring semakin kondusifnya pandemi, membuat industri perfilman perlahan bangkit kembali, bahkan perputaran bisnisnya dinilai kian melesat kencang. Kondisi ini pun memunculkan optimisme para pelaku industri pada tahun depan.
CEO Visinema Angga Dwimas Sasongko mengatakan industri perfilman di Indonesia mencatatkan pendapatan yang menjanjikan pada tahun ini seiring kian kondusifnya pandemi Covid-19.
Dia memaparkan per November 2022, penjualan tiket bioskop di Indonesia telah mencapai 100 juta tiket. Jika rata-rata harga tiket bioskop seharga Rp40.000, maka nilai pendapatannya mencapai Rp4 triliun.
Baca juga: Dua Tahun Pandemi, Layar Industri Perfilman Indonesia Terkembang Lagi
Hal ini pun membuat semacam trickle-down effect, sehingga kembali menggeliatkan usaha-usaha di dalam ekosistem tersebut termasuk penyerapan banyak tenaga kerja di dalamnya. Angga memperkirakan pendapatan dari penjualan makanan di bioskop mencapai 25 persen dari total tersebut atau sekitar Rp1 triliun.
"Ini uang yang sangat besar. Belum sama konten yang lain seperti streaming. Saya memprediksi tahun ini akan menyentuh Rp7 triliun untuk industri film saja," katanya dalam diskusi Investree Conference 2022, di Jakarta, baru-baru ini.
Angga mengatakan kondisi tersebut mematahkan pendapat tak sedikit orang yang awalnya menganggap bahwa setelah pandemi, masyarakat enggan menonton film di bioskop. Sebab, lanjutnya, sebagai sebuah konten, film juga menawarkan pengalamannya tersendiri kepada penonton salah satunya dengan medium bioskop.
"Film itu experience [pengalaman]. Bioskop di Indonesia itu bukan tempat menonton film, tapi communal space dimana orang-orang menghabiskan waktu dengan keluarga dan teman mereka," imbuhnya.
CEO Visinema Angga Dwimas Sasongko (Sumber gambar: Angga Dwimas Sasongko Official Instagram)
Bisnis Jangka Panjang
Menurut dia, satu produk film yang dibuat memiliki potensi revenue atau pendapatan yang cukup panjang bahkan hingga lima tahun. Seperti misalnya film Filosofi Kopi yang berhasil menjadi sebuah intellectual property (IP) yang menjanjikan dari Visinema.Meski secara pendapatan tiket bioskop pada 2015 silam hanya mampu mendulang 231.339 tiket, Filosofi Kopi telah menjelma menjadi merek yang dikenal luas oleh masyarakat hingga hari ini, salah satunya berkat menjamurnya kedai kopi dengan nama tersebut.
"Hari ini, kalau brand Filosofi Kopi dijual, harganya melebihi pendapatan film KKN di Desa Penari. Ini menunjukkan bagaimana kapasitas kreator bukan hanya membuat kontennya, tapi mampu menciptakan model bisnisnya," jelasnya.
Oleh karena itu, Angga mengatakan saat ini penting bagi seorang kreator untuk bisa melihat sebuah film bukan lagi hanya sebatas bisnis konvensional, seperti penjualan tiket bioskop dan lisensi dengan televisi atau platform OTT, tetapi menjadi sebuah produk kreatif yang multidimensional.
"Dengan begitu, kita bisa memberikan re-value ke pihak investor dan dimulai dari sekarang. Karena sekarang pemainnya belum banyak yang membangun ekosistem seperti itu," tambahnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.