Maestro Lukis S. Sudjojono di Mata Sang Anak, Tidak Main-main Ketika Membuat Karya
04 December 2022 |
22:14 WIB
Karya-karya maestro lukis Indonesia S. Sudjojono tampil dalam format baru dan tampak hidup di pameran lukisan bertajuk Sudjojono The Immersive Experience Jakarta Digital Art Festival yang digelar di Museum Seni Rupa dan Keramik pada 3-4 Desember 2022.
Pada pameran kali ini para pengunjung dapat menikmati sederet pilihan karya sang seniman melalui pendekatan digital video projection mapping atau video dengan gambar bergerak. Total ada tujuh lukisan S. Sudjojono yang dialihwahanakan dalam pameran tersebut.
Baca juga: Di Pameran Ini Lukisan Maestro S. Sudjojono Dibuat Tampak Hidup
Sebagai seniman, S. Sudjojono memang telah menjadi pelukis legendaris di tanah air. Dalam sejarah seni rupa, dia juga dikenal sebagai pelopor konsep seni rupa modern Indonesia pascakemerdekaan. Dari sinilah dia lalu mendapat julukan Bapak seni Rupa Modern Indonesia.
Maya Sudjojono, anak dari pelukis S. Sudjojono mengenang sang ayah sebagai orang yang total dalam berkesenian. Menurut Maya, semua karya yang dikerjakan oleh ayahnya selalu dibuat dengan serius dan berbasis riset ketat.
Hal itu bisa disimak melalui karya berjudul Pertempuran Antara Sultan Agung dan JP Coen (1973). Karya pesanan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin itu sebut Maya, harus melalui berbagai riset mendalam selama 1 tahun dengan mengunjungi berbagai lokasi di Indonesia dan mancanegara.
"Setelah menerima orderan itu beliau langsung melakukan riset di Jakarta untuk mencari tahu sejarah Batavia, lalu ke Solo di Mangkunegaran, dan terakhir ke Belanda dengan mengajak saya untuk mengunjungi berbagai museum sejarah di sana," papar Maya saat dihubungi Hypeabis.id.
Dalam proses pembuatannya Sudjojono juga menghasilkan 38 sketsa studi dalam mempersiapkan pembuatan lukisan tersebut. Tak hanya itu, menurut Maya meski mengambil tema perang, Sudjojono tetap tidak mau menggambar adegan yang menampilkan kekerasan baik fisik atau verbal.
"Selain tidak mau mengekspos adegan violence, beliau juga selalu mengajarkan kami untuk menjadi seseorang yang barès atau jujur pada diri sendiri dan terus menanamkan kesetaraan gender, bahwa perempuan dan laki laki adalah sama derajat nya," papar Maya.
Sindoedarsono Soedjojono lahir di Kisaran, Sumatera Utara pada 14 Desember 1913 dari orang tua bersuku Jawa. Sewaktu kecil, Sudjojono mengenyam pendidikan di Hollandsch Inlandsche School (HIS) pada 1925 dan dibesarkan oleh ayah angkatnya, seorang guru yang bernama Yudhokusumo.
Setelah tamat dari HIS, Sudjojono lalu melanjutkan sekolah di Taman Siswa Yogyakarta pada 1932, dan sempat belajar melukis pada RM Pirngadie dan pelukis berwarga negara Jepang, Chiyoji Yazaki saat dia akhirnya pindah ke Jakarta pada 1935.
Dalam catatan dari Sudjojono Center, sang seniman memang selalu melukis kehidupan dan dinamika masyarakat Indonesia sehari-hari dengan jujur atau tanpa dibuat-buat. Dia juga dikenal sebagai sosok pemikir kritis yang lewat tulisan-tulisannya telah berhasil membentuk seni rupa Indonesia modern.
Selain itu S.Sudjojono juga dikenal sebagai salah satu pendiri PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar Indonesia) pada 1940, dan aktif di beberapa organisasi lain termasuk, Poetra, keimin Bunka Shidoso, dan Seniman Muda Indonesia (SIM) pada 1946.
Selama hidupnya sang seniman juga dikenal sebagai penulis dan seniman yang produktif, karyanya merentang dari lukisan, sketsa, seni pahat, relief, hingga seni keramik, dan mebel. S. Sudjojono meninggal di Jakarta pada 25 Maret 1985 dan dimakamkan di TPU Pondok Rangon.
Baca juga: Buku Sultan Agung dalam Goresan S. Sudjojono Sajikan Sejarah dengan Cara Asyik
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Dika Irawan
Pada pameran kali ini para pengunjung dapat menikmati sederet pilihan karya sang seniman melalui pendekatan digital video projection mapping atau video dengan gambar bergerak. Total ada tujuh lukisan S. Sudjojono yang dialihwahanakan dalam pameran tersebut.
Baca juga: Di Pameran Ini Lukisan Maestro S. Sudjojono Dibuat Tampak Hidup
Sebagai seniman, S. Sudjojono memang telah menjadi pelukis legendaris di tanah air. Dalam sejarah seni rupa, dia juga dikenal sebagai pelopor konsep seni rupa modern Indonesia pascakemerdekaan. Dari sinilah dia lalu mendapat julukan Bapak seni Rupa Modern Indonesia.
Maya Sudjojono, anak dari pelukis S. Sudjojono mengenang sang ayah sebagai orang yang total dalam berkesenian. Menurut Maya, semua karya yang dikerjakan oleh ayahnya selalu dibuat dengan serius dan berbasis riset ketat.
Hal itu bisa disimak melalui karya berjudul Pertempuran Antara Sultan Agung dan JP Coen (1973). Karya pesanan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin itu sebut Maya, harus melalui berbagai riset mendalam selama 1 tahun dengan mengunjungi berbagai lokasi di Indonesia dan mancanegara.
"Setelah menerima orderan itu beliau langsung melakukan riset di Jakarta untuk mencari tahu sejarah Batavia, lalu ke Solo di Mangkunegaran, dan terakhir ke Belanda dengan mengajak saya untuk mengunjungi berbagai museum sejarah di sana," papar Maya saat dihubungi Hypeabis.id.
Dalam proses pembuatannya Sudjojono juga menghasilkan 38 sketsa studi dalam mempersiapkan pembuatan lukisan tersebut. Tak hanya itu, menurut Maya meski mengambil tema perang, Sudjojono tetap tidak mau menggambar adegan yang menampilkan kekerasan baik fisik atau verbal.
"Selain tidak mau mengekspos adegan violence, beliau juga selalu mengajarkan kami untuk menjadi seseorang yang barès atau jujur pada diri sendiri dan terus menanamkan kesetaraan gender, bahwa perempuan dan laki laki adalah sama derajat nya," papar Maya.
Sindoedarsono Soedjojono lahir di Kisaran, Sumatera Utara pada 14 Desember 1913 dari orang tua bersuku Jawa. Sewaktu kecil, Sudjojono mengenyam pendidikan di Hollandsch Inlandsche School (HIS) pada 1925 dan dibesarkan oleh ayah angkatnya, seorang guru yang bernama Yudhokusumo.
Setelah tamat dari HIS, Sudjojono lalu melanjutkan sekolah di Taman Siswa Yogyakarta pada 1932, dan sempat belajar melukis pada RM Pirngadie dan pelukis berwarga negara Jepang, Chiyoji Yazaki saat dia akhirnya pindah ke Jakarta pada 1935.
Dalam catatan dari Sudjojono Center, sang seniman memang selalu melukis kehidupan dan dinamika masyarakat Indonesia sehari-hari dengan jujur atau tanpa dibuat-buat. Dia juga dikenal sebagai sosok pemikir kritis yang lewat tulisan-tulisannya telah berhasil membentuk seni rupa Indonesia modern.
Selain itu S.Sudjojono juga dikenal sebagai salah satu pendiri PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar Indonesia) pada 1940, dan aktif di beberapa organisasi lain termasuk, Poetra, keimin Bunka Shidoso, dan Seniman Muda Indonesia (SIM) pada 1946.
Selama hidupnya sang seniman juga dikenal sebagai penulis dan seniman yang produktif, karyanya merentang dari lukisan, sketsa, seni pahat, relief, hingga seni keramik, dan mebel. S. Sudjojono meninggal di Jakarta pada 25 Maret 1985 dan dimakamkan di TPU Pondok Rangon.
Baca juga: Buku Sultan Agung dalam Goresan S. Sudjojono Sajikan Sejarah dengan Cara Asyik
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.