Mom’s, Kenali 4 Pola Asuh dan Dampaknya Bagi Pertumbuhan Anak
30 June 2021 |
15:59 WIB
Pola asuh orang tua sangat penting dalam pertumbuhan, pembentukan karakter, serta kepribadian anak. Pola asuh berkaitan dengan interaksi antara anak dan orang tua.
Contohnya berupa bagaimana sikap atau perilaku orangtua dalam menerapkan aturan, mengajarkan nilai atau norma, memberikan perhatian dan kasih sayang, serta menunjukkan sikap dan perilaku yang baik sehingga dijadikan contoh atau model bagi anaknya.
Psikolog Klinis dari RS Pondok Indah Meriyati menyebutkan setidaknya ada 4 pola pengasuhan orang tua kepada anaknya, berikut daftarnya :
1. Otoritatif
Pola asuh ini menekankan pada komunikasi dua arah antar anak dan orang tua. Dalam hal ini, anak juga dilibatkan dalam komunikasi yang ada dalam keluarga.
Ketika menerapkan sebuah aturan, orangtua pun tidak hanya meminta anak untuk mematuhinya saja, namun mereka juga menjelaskan mengapa aturan tersebut diberlakukan seperti menjelaskan dampak negatif dan positif dari aturan-aturan tersebut.
Ciri-ciri orangtua yang menerapkan pola asuh ini lebih banyak mendengarkan, Memberikan ruang kepada anaknya untuk mengemukakan pendapat. Kemudian mendorong anaknya untuk menjadi mandiri, tetapi mereka juga memberi batasan dan kendali terhadapnya.
Meriyati menyebut pola asuh ini berdampak positif pada anak. Anak menjadi pribadi ceria, terbiasa melakukan komunikasi dua arah, berorientasi prestasi, bertumbuh dengan sifat yang ramah dan dapat bekerja sama, memampukan mereka terlibat dalam aktivitas sosial, dan tidak mudah jatuh ke dalam perilaku yang menyimpang seperti agresi, kekerasan, penggunaan narkoba, dan minum minuman keras.
2. Otoriter
Pada pola asuh ini, orangtua memberi kehangatan, dukungan, dan tanggung jawab kepada anak, namun, cenderung menuntut anak untuk mematuhi keinginan atau aturan yang diberikan tanpa menjelaskan mengapa aturan tersebut diberlakukan.
Orangtua juga jarang sekali mendengar aspirasi, melihat sudut pandang anak, dan hanya memaksakan kehendak saja. Mereka cenderung sering memberikan hukuman ketika anaknya melakukan suatu kesalahan.
Pola asuh ini membuat anak bertumbuh menjadi pribadi yang pandai dalam mengikuti sebuah aturan karena anak terbiasa bertumbuh di lingkungan yang menuntut. Di sisi lain, anak tidak terbiasa untuk mengeksplorasi dan bertindak secara mandiri.
Anak pun cenderung kurang bahagia, mudah takut, mudah khawatir. Ada sikap ketidakmampuan atau ketidakberanian memulai sesuatu atau mengemukakan pendapat, kemampuan komunikasi yang buruk, cenderung berperilaku agresif, dan cenderung memiliki gejala depresi.
3. Permisif
Orangtua yang sangat terlibat, hadir, dan bertanggungjawab terhadap anaknya pada pola asuh ini. Namun mereka sangat sedikit menerapkan tuntutan atau aturan kepada anak seperti membiarkan anak melakukan apa yang mereka mau atau inginkan.
Orang tua ini juga selalu menuruti keinginan anak dengan cepat, tanpa mempertimbangkan banyak hal. Bagi orangtua tipe ini, hal yang paling penting adalah terpenuhinya kebutuhan anak, bukan tterpenuhinya keinginan orangtua.
Dampaknya bagi perkembangan yakni membuat anak tidak bisa mengembangkan kemampuan untuk berusaha mencapai sesuatu, egois, dan terbiasa menggantungkan kebutuhan pada orang lain, terutama orang tua.
Anak juga cenderung manja, egosentris, cenderung tidak patuh, tidak dapat menghargai orang lain, tidak dapat mengendalikan perilaku dan keinginan, cenderung mengembangkan perilaku menyimpang, kurang termotivasi untuk bersekolah, kurang terlibat dalam kegiatan berorientasi positif, prestasi akademik yang rendah, dan cenderung menunjukkan perilaku yang nakal, suka membolos pada masa remajanya.
4. Uninvolved
Orangtua tipe ini memberikan sedikit sekali kehangatan dan kendali terhadap anaknya. Mereka juga menuruti keinginan anak dengan cepat, tanpa mempertimbangkan banyak hal.
Bagi orang tua tipe ini, aspek-aspek kehidupan, seperti pekerjaan, karir, ataupun kekayaan merupakan hal yang lebih penting ketimbang anak.
Dampaknya, anak cenderung memiliki self-esteem yang rendah, cenderung mengalami gejala depresi, dan kemampuan sosialisasi yang buruk. Perlu diingat, kemampuan berkomunikasi anak pertama kali berkembang dalam keluarga.
Dampak berikutnya, anak tidak memiliki kedekatan secara emosional dengan orangtuanya, dapat mendorong tumbuhnya perilaku menyimpang di masa remajanya. Kemudian, anak-anak juga berisiko 2 kali lebih besar untuk merokok dan minum minuman beralkohol.
Editor: M R Purboyo
Contohnya berupa bagaimana sikap atau perilaku orangtua dalam menerapkan aturan, mengajarkan nilai atau norma, memberikan perhatian dan kasih sayang, serta menunjukkan sikap dan perilaku yang baik sehingga dijadikan contoh atau model bagi anaknya.
Psikolog Klinis dari RS Pondok Indah Meriyati menyebutkan setidaknya ada 4 pola pengasuhan orang tua kepada anaknya, berikut daftarnya :
1. Otoritatif
Pola asuh ini menekankan pada komunikasi dua arah antar anak dan orang tua. Dalam hal ini, anak juga dilibatkan dalam komunikasi yang ada dalam keluarga.
Ketika menerapkan sebuah aturan, orangtua pun tidak hanya meminta anak untuk mematuhinya saja, namun mereka juga menjelaskan mengapa aturan tersebut diberlakukan seperti menjelaskan dampak negatif dan positif dari aturan-aturan tersebut.
Ciri-ciri orangtua yang menerapkan pola asuh ini lebih banyak mendengarkan, Memberikan ruang kepada anaknya untuk mengemukakan pendapat. Kemudian mendorong anaknya untuk menjadi mandiri, tetapi mereka juga memberi batasan dan kendali terhadapnya.
Meriyati menyebut pola asuh ini berdampak positif pada anak. Anak menjadi pribadi ceria, terbiasa melakukan komunikasi dua arah, berorientasi prestasi, bertumbuh dengan sifat yang ramah dan dapat bekerja sama, memampukan mereka terlibat dalam aktivitas sosial, dan tidak mudah jatuh ke dalam perilaku yang menyimpang seperti agresi, kekerasan, penggunaan narkoba, dan minum minuman keras.
2. Otoriter
Pada pola asuh ini, orangtua memberi kehangatan, dukungan, dan tanggung jawab kepada anak, namun, cenderung menuntut anak untuk mematuhi keinginan atau aturan yang diberikan tanpa menjelaskan mengapa aturan tersebut diberlakukan.
Orangtua juga jarang sekali mendengar aspirasi, melihat sudut pandang anak, dan hanya memaksakan kehendak saja. Mereka cenderung sering memberikan hukuman ketika anaknya melakukan suatu kesalahan.
Pola asuh ini membuat anak bertumbuh menjadi pribadi yang pandai dalam mengikuti sebuah aturan karena anak terbiasa bertumbuh di lingkungan yang menuntut. Di sisi lain, anak tidak terbiasa untuk mengeksplorasi dan bertindak secara mandiri.
Anak pun cenderung kurang bahagia, mudah takut, mudah khawatir. Ada sikap ketidakmampuan atau ketidakberanian memulai sesuatu atau mengemukakan pendapat, kemampuan komunikasi yang buruk, cenderung berperilaku agresif, dan cenderung memiliki gejala depresi.
3. Permisif
Orangtua yang sangat terlibat, hadir, dan bertanggungjawab terhadap anaknya pada pola asuh ini. Namun mereka sangat sedikit menerapkan tuntutan atau aturan kepada anak seperti membiarkan anak melakukan apa yang mereka mau atau inginkan.
Orang tua ini juga selalu menuruti keinginan anak dengan cepat, tanpa mempertimbangkan banyak hal. Bagi orangtua tipe ini, hal yang paling penting adalah terpenuhinya kebutuhan anak, bukan tterpenuhinya keinginan orangtua.
Dampaknya bagi perkembangan yakni membuat anak tidak bisa mengembangkan kemampuan untuk berusaha mencapai sesuatu, egois, dan terbiasa menggantungkan kebutuhan pada orang lain, terutama orang tua.
Anak juga cenderung manja, egosentris, cenderung tidak patuh, tidak dapat menghargai orang lain, tidak dapat mengendalikan perilaku dan keinginan, cenderung mengembangkan perilaku menyimpang, kurang termotivasi untuk bersekolah, kurang terlibat dalam kegiatan berorientasi positif, prestasi akademik yang rendah, dan cenderung menunjukkan perilaku yang nakal, suka membolos pada masa remajanya.
4. Uninvolved
Orangtua tipe ini memberikan sedikit sekali kehangatan dan kendali terhadap anaknya. Mereka juga menuruti keinginan anak dengan cepat, tanpa mempertimbangkan banyak hal.
Bagi orang tua tipe ini, aspek-aspek kehidupan, seperti pekerjaan, karir, ataupun kekayaan merupakan hal yang lebih penting ketimbang anak.
Dampaknya, anak cenderung memiliki self-esteem yang rendah, cenderung mengalami gejala depresi, dan kemampuan sosialisasi yang buruk. Perlu diingat, kemampuan berkomunikasi anak pertama kali berkembang dalam keluarga.
Dampak berikutnya, anak tidak memiliki kedekatan secara emosional dengan orangtuanya, dapat mendorong tumbuhnya perilaku menyimpang di masa remajanya. Kemudian, anak-anak juga berisiko 2 kali lebih besar untuk merokok dan minum minuman beralkohol.
Editor: M R Purboyo
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.