Berbagai Fakta Sejarah Festival Film Indonesia (FFI) yang Perlu Kalian Ketahui
14 November 2022 |
17:26 WIB
Malam penganugerahan Festival Film Indonesia (FFI) akan kembali dilangsungkan pada 22 November 2022 di JCC, Jakarta. Digelar sejak 1955, FFI telah menjadi tolok ukur bagi pencapaian industri perfilman nasional. Terlepas dari label prestisiusnya ini, FFI pernah mengalami pasang surut dalam perjalanannya.
Gelaran FFI pertama kali dicetuskan oleh Usmar Ismail dan Djamaluddin Malik. Hal itu dilakukan untuk menggairahkan perfilman nasional, di tengah gempuran film-film Malaysia dan India yang masif pada 1950an.
Baca juga: Lebih Meriah, Ini Hal-Hal Spesial yang Bakal Hadir pada Malam Anugerah FFI 2022
Pada perjalanannnya, ajang ini juga sempat timbul tenggelam dengan berbagai polemik. FFI pertama kali diselenggarakan pada 1955 dengan nama Pekan Apresiasi Film Nasional. Namun, saat itu penyelenggaraan belum konsisten. Gelaran itu mulai diadakan lagi pada 1960 dan 1967. Baru setelahnya ajang ini mulai rutin diadakan tiap tahun sejak 1973.
Hal itu bisa terlihat dari film Lewat Djam Malam dan Tarmina, yang memenangkan kategori film terbaik. Begitu juga kategori pemain utama pria terbaik yang diraih A.N Alcaff (Lewat Djam Malam) dan Abd.Hadi (Tarmina) dengan kategori yang sama.
Menurut Ardan, upaya tersebut pun masih berlanjut hingga FFI 1960. Meski sempat menjadi polemik, tapi pada akhirnya hal itu dianggap sah-sah saja mengingat penyandang dana FFI sepenuhnya bersumber dari dana pribadi Djamaluddin Malik.
Tak hanya itu, peristiwa politik pun turut mempengaruhi gelaran FFI, salah satunya saat Partai Komunis Indonesia menguasai panggung politik nasional. Hal itu terlihat dari pemenang kategori film terbaik karya Bachtiar Siagian berjudul Turang pada 1960. Sayangnya, sebagai arsip sejarah film karya ketua Lekra itu hilang tanpa bekas.
Namun, hanya berselang dua tahun ajang FFI kembali gaduh. Pasalnya, film Ekskul yang dinobatkan sebagai film terbaik dianggap melakukan penjiplakan pada tata musiknya. Sejumlah peraih Piala Citra pun mengembalikan pialanya sebagai bentuk protes. Kemenangan itu pun akhirnya dibatalkan.
Kata Citra sendiri dianggap sebagai lambang keindahan perempuan yang abadi. Adapun, kata Karya melambangkan ciptaan yang lahir, dan kata Karsa melambangkan sumber kekuatan keindahan karya yang lahir dari tangan perempuan.
"Perempuan sebagai insan adalah sumber kelahiran, sedangkan perempuan dalam perfilman Indonesia adalah sumber kelahiran karya," demikian dikutip dari laman resmi FFI.
Sebelumnya, nominasi pemenang FFI 2022 juga telah diumumkan pada Sabtu (22/10) di Pelataran Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Sebanyak 22 film dengan berbagai kategori juga berhasil dikurasi tim juri yang terdiri dari para sineas dan pengamat film.
Garin Nugroho, Ketua penjurian Festival Film Indonesia 2022 mengatakan, pihaknya juga akan terus melakukan penyempurnaan sistem penjurian FFI dengan membentuk Akademi Citra FFI.
Para anggota akademi itu terdiri dari para peraih Piala Citra yang nantinya akan turut berperan aktif menentukan nominasi pemenang sesuai kategori yang pernah diraih.
Adapun, tahun ini film Seperti Dendam Harus Dibayar Tuntas dan Before, Now & Then (Nana) terus bersaing ketat dalam perolehan nominasi terbanyak dari para juri. Film Seperti Dendam berhasil memborong 12 nominasi, sementara Nana memborong 11 nominasi di ajang tersebut.
Baca juga: Daftar Nominasi dan Tema FFI 2022, Film Seperti Dendam dan Before, Now & Then Bersaing Ketat
Gelaran FFI pertama kali dicetuskan oleh Usmar Ismail dan Djamaluddin Malik. Hal itu dilakukan untuk menggairahkan perfilman nasional, di tengah gempuran film-film Malaysia dan India yang masif pada 1950an.
Baca juga: Lebih Meriah, Ini Hal-Hal Spesial yang Bakal Hadir pada Malam Anugerah FFI 2022
Pada perjalanannnya, ajang ini juga sempat timbul tenggelam dengan berbagai polemik. FFI pertama kali diselenggarakan pada 1955 dengan nama Pekan Apresiasi Film Nasional. Namun, saat itu penyelenggaraan belum konsisten. Gelaran itu mulai diadakan lagi pada 1960 dan 1967. Baru setelahnya ajang ini mulai rutin diadakan tiap tahun sejak 1973.
1. Ajang Bagi-Bagi Piala
Berdasarkan laman Perpusnas, SM. Ardan, Kurator Sinematek Indonesia mencatat, penyelenggaraan FFI yang pertama kali digelar pada 30 Maret 1955 itu juga terkesan sebagai ajang bagi-bagi piala. Sebab, beberapa kategori film jua turut diraih lebih dari satu orang pemenang.Hal itu bisa terlihat dari film Lewat Djam Malam dan Tarmina, yang memenangkan kategori film terbaik. Begitu juga kategori pemain utama pria terbaik yang diraih A.N Alcaff (Lewat Djam Malam) dan Abd.Hadi (Tarmina) dengan kategori yang sama.
Menurut Ardan, upaya tersebut pun masih berlanjut hingga FFI 1960. Meski sempat menjadi polemik, tapi pada akhirnya hal itu dianggap sah-sah saja mengingat penyandang dana FFI sepenuhnya bersumber dari dana pribadi Djamaluddin Malik.
2. Serbuan Film Impor
Kondisi naik turunnya gelaran FFI juga dipengaruhi serbuan film-film impor dari luar negeri yang waktu itu kerannya dibuka jor-joran oleh pemerintah. Para produser film dan artis pun sempat melakukan aksi protes mogok. Mereka menuntut pemerintah membatasi impor film-film asing.Tak hanya itu, peristiwa politik pun turut mempengaruhi gelaran FFI, salah satunya saat Partai Komunis Indonesia menguasai panggung politik nasional. Hal itu terlihat dari pemenang kategori film terbaik karya Bachtiar Siagian berjudul Turang pada 1960. Sayangnya, sebagai arsip sejarah film karya ketua Lekra itu hilang tanpa bekas.
3. Sempat Mandek
Sejak 1973, Festival Film Indonesia pun digelar lagi setiap tahun tanpa jeda hingga 1992. Pada tahun berikutnya festival ini juga kembali mandek, hal ini lagi-lagi karena lesunya produksi film nasional. Barulah setelah Orde Baru tumbang para sineas muda mulai menghidupkan lagi gelaran tersebut pada 2004.Namun, hanya berselang dua tahun ajang FFI kembali gaduh. Pasalnya, film Ekskul yang dinobatkan sebagai film terbaik dianggap melakukan penjiplakan pada tata musiknya. Sejumlah peraih Piala Citra pun mengembalikan pialanya sebagai bentuk protes. Kemenangan itu pun akhirnya dibatalkan.
4. Festival Film Indonesia Terkini
Setelah melewati berbagai fase pasang surut, gelaran FFI bakal kembali dihelat dengan mengangkat tema Perempuan: Citra, Karya & Karsa pada tahun ini. Tajuk ini dipilih karena perempuan dianggap memiliki andil besar dalam membangun ekosistem film.Kata Citra sendiri dianggap sebagai lambang keindahan perempuan yang abadi. Adapun, kata Karya melambangkan ciptaan yang lahir, dan kata Karsa melambangkan sumber kekuatan keindahan karya yang lahir dari tangan perempuan.
"Perempuan sebagai insan adalah sumber kelahiran, sedangkan perempuan dalam perfilman Indonesia adalah sumber kelahiran karya," demikian dikutip dari laman resmi FFI.
Sebelumnya, nominasi pemenang FFI 2022 juga telah diumumkan pada Sabtu (22/10) di Pelataran Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Sebanyak 22 film dengan berbagai kategori juga berhasil dikurasi tim juri yang terdiri dari para sineas dan pengamat film.
Garin Nugroho, Ketua penjurian Festival Film Indonesia 2022 mengatakan, pihaknya juga akan terus melakukan penyempurnaan sistem penjurian FFI dengan membentuk Akademi Citra FFI.
Para anggota akademi itu terdiri dari para peraih Piala Citra yang nantinya akan turut berperan aktif menentukan nominasi pemenang sesuai kategori yang pernah diraih.
Adapun, tahun ini film Seperti Dendam Harus Dibayar Tuntas dan Before, Now & Then (Nana) terus bersaing ketat dalam perolehan nominasi terbanyak dari para juri. Film Seperti Dendam berhasil memborong 12 nominasi, sementara Nana memborong 11 nominasi di ajang tersebut.
Baca juga: Daftar Nominasi dan Tema FFI 2022, Film Seperti Dendam dan Before, Now & Then Bersaing Ketat
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.