Cerita di Balik Penjurian Festival Film Indonesia 2021
10 November 2021 |
15:24 WIB
Rangkaian panjang Festival Film Indonesia akan segera mencapai puncaknya. Penjurian akhir yang menentukan pemenang telah selesai, dan para penggemar film Indonesia kini hanya perlu menantikan penganugerahan yang akan berlangsung pada malam ini, Rabu (10/11/2021), di televisi maupun siaran streaming.
Hikmat Darmawan, salah satu juri akhir untuk nominasi-nominasi film panjang, menyebut bahwa mekanisme seleksi hingga penjurian ini cukup panjang. Sebelum mengerucut menjadi beberapa nominasi, film-film yang ada telah disaring oleh asosiasi perfilman.
Pada penjurian akhir, Hikmat bersama 14 juri lainnya, menentukan siapa yang akan keluar sebagai pemenang di nominasinya masing-masing. Penjurian dilakukan tak hanya dengan mekanisme voting, tapi juga diskusi.
“Sekarang ini ada transisi, kembali ke metode penjurian kualitatif. Bukan voting penuh. Voting penuh itu kan yang dominan suara pelaku industri yang aktif ya. Tapi itu kan menimbulkan pertanyaan, apakah itu mewakili suara seluruh ekosistem film Indonesia?” ucapnya kepada Hypeabis.id.
Menjawab hal itu, para juri akhir lantas bukan hanya para pembuat film saja. Ada juga yang merupakan akademisi dan jurnalis; Hikmat Darmawan sendiri mewakili sudut pandang kritikus.
Menurut Hikmat, diskusi yang terjadi pada umumnya terbagi menjadi dua pendekatan penilaian. Pertama adalah pendekatan yang melihat film pemenang sebagai benchmark capaian teknis, sementara pendekatan kedua adalah yang melihat film pemenang sebagai produk budaya.
“Dua hal ini beradu keras. Yang menang sisi mana, ya, itu ditentukan dari diskusi dan mufakat. Walaupun ada beberapa yang akhirnya kembali ke voting,” ucap Hikmat.
(Baca juga: Resmi, Berikut Dewan Juri Akhir Ajang Festival Film Indonesia 2021)
Adapun, jika dilihat dari nominasi film terbaik tahun ini, yang menarik adalah belum adanya nominee film terbaik yang telah beredar secara reguler di bioskop.
Di antara nominee yang ada, dua film baru beredar lewat platform streaming, yakni Ali & Ratu Ratu Queens dan Bidadari Mencari Sayap. Sementara film lainnya, seperti Cinta Bete, Paranoia, Penyalin Cahaya, Preman, dan Yuni, baru beredar lewat pemutaran terbatas dan festival-festival film.
Hal tersebut memang tak bisa terhindarkan, mengingat bioskop sempat tutup lama akibat pandemi.
Namun, sekali pun dalam kondisi normal, dan film-film tersebut wajib sudah tayang agar eligible, Hikmat sendiri ragu akan ada engagement yang tinggi untuk beberapa judul film tersebut.
“Kalau dipikir-pikir, dari zaman dulu, mau Oscar atau FFI, pemenangnya juga orang sering kali enggak nonton kan. Makanya sampai pernah ada mitos kalau yang menang itu adalah film-film yang enggak laku,” ucapnya.
Baginya, yang terpenting adalah film-film itu tercatat dan diapresiasi secara layak. Orang-orang pun nantinya akan dapat mengakses film-film tersebut, baik ketika filmnya nanti tayang, ataupun jauh di masa depan nanti.
(Baca juga: Ini Daftar Nominasi Piala Citra Festival Film Indonesia (FFI) 2021)
Selain penjurian, yang menarik juga baginya adalah menyaksikan bagaimana film yang selama ini hanya bisa disaksikan lewat daring tayang di layar lebar.
Menurut sosok yang juga terkenal sebagai pengamat komik ini, ada pengalaman yang berbeda saat menonton lewat streaming dan saat menonton di bioskop.
“Ada film yang lebih works di OTT, tapi begitu di layar lebar kekurangannya muncul. Sebaliknya ada juga film yang di OTT terasa kurang, begitu nonton di bioskop jadi lebih bagus. Kekuatan aspeknya jadi muncul, misalnya tata suara dan experience kameranya,” katanya.
Perbedaan pengalaman tersebut menurutnya penting untuk ditangkap oleh para pembuat film. Keragaman medium tayang menghasilkan behavior menonton yang berbeda, sehingga menuntut pendekatan yang berbeda pula.
Pada akhirnya, dengan banyaknya film-film OTT dan festival dalam nominasi, Festival Film Indonesia tahun ini diharapkan dapat menangkap dengan baik fenomena hari ini.
Apakah film pemenang nanti adalah yang paling tepat, Hikmat Darmawan mengembalikan lagi pada penilaian publik nantinya. Keputusan hasil mufakat para juri adalah keputusan yang dengan sadar menempatkan diri sebagai bagian dari proses, bukan hasil akhir.
“Apakah itu mencerminkan pencapaian tertinggi film Indonesia? Nanti silakan nilai. Apakah itu mencerminkan situasi sosial budaya hari ini? Itu silakan nilai. Tapi apakah itu mencerminkan dunia film kita sekarang? Iya, itulah cermin pemahaman film kita saat ini,” ucapnya.
Editor: Fajar Sidik
Hikmat Darmawan, salah satu juri akhir untuk nominasi-nominasi film panjang, menyebut bahwa mekanisme seleksi hingga penjurian ini cukup panjang. Sebelum mengerucut menjadi beberapa nominasi, film-film yang ada telah disaring oleh asosiasi perfilman.
Pada penjurian akhir, Hikmat bersama 14 juri lainnya, menentukan siapa yang akan keluar sebagai pemenang di nominasinya masing-masing. Penjurian dilakukan tak hanya dengan mekanisme voting, tapi juga diskusi.
“Sekarang ini ada transisi, kembali ke metode penjurian kualitatif. Bukan voting penuh. Voting penuh itu kan yang dominan suara pelaku industri yang aktif ya. Tapi itu kan menimbulkan pertanyaan, apakah itu mewakili suara seluruh ekosistem film Indonesia?” ucapnya kepada Hypeabis.id.
Menjawab hal itu, para juri akhir lantas bukan hanya para pembuat film saja. Ada juga yang merupakan akademisi dan jurnalis; Hikmat Darmawan sendiri mewakili sudut pandang kritikus.
Menurut Hikmat, diskusi yang terjadi pada umumnya terbagi menjadi dua pendekatan penilaian. Pertama adalah pendekatan yang melihat film pemenang sebagai benchmark capaian teknis, sementara pendekatan kedua adalah yang melihat film pemenang sebagai produk budaya.
“Dua hal ini beradu keras. Yang menang sisi mana, ya, itu ditentukan dari diskusi dan mufakat. Walaupun ada beberapa yang akhirnya kembali ke voting,” ucap Hikmat.
(Baca juga: Resmi, Berikut Dewan Juri Akhir Ajang Festival Film Indonesia 2021)
Adapun, jika dilihat dari nominasi film terbaik tahun ini, yang menarik adalah belum adanya nominee film terbaik yang telah beredar secara reguler di bioskop.
Di antara nominee yang ada, dua film baru beredar lewat platform streaming, yakni Ali & Ratu Ratu Queens dan Bidadari Mencari Sayap. Sementara film lainnya, seperti Cinta Bete, Paranoia, Penyalin Cahaya, Preman, dan Yuni, baru beredar lewat pemutaran terbatas dan festival-festival film.
Hal tersebut memang tak bisa terhindarkan, mengingat bioskop sempat tutup lama akibat pandemi.
Namun, sekali pun dalam kondisi normal, dan film-film tersebut wajib sudah tayang agar eligible, Hikmat sendiri ragu akan ada engagement yang tinggi untuk beberapa judul film tersebut.
“Kalau dipikir-pikir, dari zaman dulu, mau Oscar atau FFI, pemenangnya juga orang sering kali enggak nonton kan. Makanya sampai pernah ada mitos kalau yang menang itu adalah film-film yang enggak laku,” ucapnya.
Baginya, yang terpenting adalah film-film itu tercatat dan diapresiasi secara layak. Orang-orang pun nantinya akan dapat mengakses film-film tersebut, baik ketika filmnya nanti tayang, ataupun jauh di masa depan nanti.
(Baca juga: Ini Daftar Nominasi Piala Citra Festival Film Indonesia (FFI) 2021)
Selain penjurian, yang menarik juga baginya adalah menyaksikan bagaimana film yang selama ini hanya bisa disaksikan lewat daring tayang di layar lebar.
Menurut sosok yang juga terkenal sebagai pengamat komik ini, ada pengalaman yang berbeda saat menonton lewat streaming dan saat menonton di bioskop.
“Ada film yang lebih works di OTT, tapi begitu di layar lebar kekurangannya muncul. Sebaliknya ada juga film yang di OTT terasa kurang, begitu nonton di bioskop jadi lebih bagus. Kekuatan aspeknya jadi muncul, misalnya tata suara dan experience kameranya,” katanya.
Perbedaan pengalaman tersebut menurutnya penting untuk ditangkap oleh para pembuat film. Keragaman medium tayang menghasilkan behavior menonton yang berbeda, sehingga menuntut pendekatan yang berbeda pula.
Pada akhirnya, dengan banyaknya film-film OTT dan festival dalam nominasi, Festival Film Indonesia tahun ini diharapkan dapat menangkap dengan baik fenomena hari ini.
Apakah film pemenang nanti adalah yang paling tepat, Hikmat Darmawan mengembalikan lagi pada penilaian publik nantinya. Keputusan hasil mufakat para juri adalah keputusan yang dengan sadar menempatkan diri sebagai bagian dari proses, bukan hasil akhir.
“Apakah itu mencerminkan pencapaian tertinggi film Indonesia? Nanti silakan nilai. Apakah itu mencerminkan situasi sosial budaya hari ini? Itu silakan nilai. Tapi apakah itu mencerminkan dunia film kita sekarang? Iya, itulah cermin pemahaman film kita saat ini,” ucapnya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.