Di Icad 2022 pengunjung dapat memahami perkembangan masyarakat dengan menelusuri relasi antara masa lalu dan masa depan Indonesia melalui karya seni yang dipajang (Sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung)

Menengok Relasi Masa Lalu & Masa Depan Lewat Karya Seni di ICAD 2022

28 October 2022   |   13:30 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Pameran desain dan seni kontemporer tahunan Indonesian Contemporary Art & Design (ICAD) 2022 kembali digelar di Grand Hotel Kemang, Jakarta mulai dari 20 Oktober sampai 27 November 2022. Pada gelaran ke-12 kali ini ICAD mengusung tema Fragmenting Yesterday, Reshaping Tomorrow

Tema Fragmenting Yesterday, Reshaping Tomorrow dipilih untuk memahami perkembangan masyarakat dengan menelusuri relasi antara masa lalu dan masa depan. Tajuk ini juga tak dapat dipisahkan dari situasi pandemi Covid-19 sebagai memori kolektif yang telah memengaruhi masyarakat luas.

Sebanyak 59 pelaku kreatif multidisiplin Indonesia turut memamerkan karya pada ajang ICAD 2022. Mereka terdiri dari perupa kontemporer, kreator muda, komunitas seni, musik, desain, dan kebudayaan. Beberapa karya perupa kontemporer seperti Nasirun, Nyoman Nuarta, Titarubi, hingga Heri Dono juga ikut memeriahkan acara ini. 

Baca jugaSederet Tantangan Menjadikan Karya Seni Jadi Jaminan Fidusia

Salah satu karya yang menarik perhatian adalah karya Nasirun yang menggabungkan relasi sejarah masa lalu, baik dari mitos dan memori kolektif bangsa dalam seri karya bertajuk Stempel (2018-2019). Lewat karya ini perupa asal Yogyakarta itu menggabungkan media stempel dengan balok-balok kayu.

Setelah menanam setempel dalam balok kayu, sang seniman lalu menjadikannya sebagai medium berkarya, tepatnya dengan merespon secara visual stempel kuno. Setelah mengukirnya, Nasirun lalu mewarnainya dengan cat akrilik dan minyak. Obyek-obyek yang dilukis adalah alam, figur wayang, hingga seputar flora dan fauna Indonesia.
 

Ilusrasi karya Nasirun bertajuk Catatan Akhir Tahun (sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung)

Ilusrasi karya Nasirun bertajuk Catatan Akhir Tahun (sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung)

Sementara itu, dalam karya berjudul Catatan Akhir Tahun (2020) Nasirun merespon pandemi menggunakan buku catatan lama merk Leces yang cukup populer pada era 1950-an. Ada sebanyak 30 karya yang dibuat menggunakan cat air dan tinta China dengan mengambil objek dari alam hingga lukisan abstrak.

Beranjak ke arah kiri setelah naik tangga, pengunjung akan disambut karya bertajuk The Banda Journal, karya kolaborasi Mohammad Fadli, Fatris MF, dan Jordan Marzuki. Lewat karya tersebut mereka menghadirkan masa lalu Banda Neira yang kelam saat masa kolonial dan respon pelajar di masa sekarang mengenai potensi alamnya yang indah.

Saat memasuki bilik ruangan karya, kita akan disambut lukisan tragis yang menggambarkan adegan pembunuhan masyarakat Banda saat zaman kolonial dan pendudukan Jepang. Lalu ada satu biji pala yang ditaruh di atas busa permadani biru, simbol harta karun yang menjadi pokok persoalan di Banda sejak abad yang lampau. 

Baca jugaArt Moments Jakarta 2022 digadang Gairahkan Pasar Seni Rupa Indonesia
 

Ilustrasi karya The Banda Journal (sumber gambar dokumentasi ICAD 2022)

Ilustrasi karya The Banda Journal (sumber gambar dokumentasi ICAD 2022)

Di dinding bilik juga ada karya-karya fotografi Fatris MF yang berulang kali berkunjung ke Banda sepanjang 2014-2017 untuk mendokumentasikan kisah masyarakat di sana. Ada juga catatan dari pelajar-pelajar sekolah menengah pertama (SMP) di Banda Neira mengenai potensi wisata alam daerah meraka di masa depan.

Berjalan ke ruang depan Hotel Grand Kemang, pengunjung juga akan disambut karya I Owe You II (2017) karya Mella Jaarsma.  Pendiri Cemeti Institute itu membuat 5 kostum berbentuk patung-patung arkaik yang sebelumnya juga sempat dipamerkan di lembah Bada, Taman Nasional Lore Lindu di Sulawesi.

Dibuat dari kulit kayu yang digabungkan dengan baju modern, setiap kostum yang digantung ini juga dilengkapi dengan suara soundscape berirama yang berasal dari suara pemukulan kulit pada saat kostum dari kulit katu itu dibuat. Impresi yang muncul adalah seolah di tengah hutan dalam nuansa yang sunyi saat berdiri di depan karya ini.

Amanda Ariawan, tim kuratorial ICAD 12 mengatakan beragamnya isu sosial yang disampaikan dalam pameran kali ini memang menjadi etalase kritis peserta yang gagasannya merentang dari aspek humor, politik, analitis, hingga spekulatif. Tema-tema tersebut menurutnya terhubung melalui benang merah konsep mengingat.

"Pandangan mereka terhadap memori pribadi atau kolektif membantu kita untuk menelaah cara-cara alternatif untuk memahami sejarah, nilai-nilai, tradisi, atau tren terdahulu, serta kedekatan kita dengan hal-hal tersebut," kata Amanda. 

Baca jugaIndonesian Contemporary Art & Design 2022 Hadir Lagi, Yuk Simak Agenda Serunya

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Bunda, Yuk Kenali Tanda-Tanda Anak Mengalami Speech Delay

BERIKUTNYA

IFG Life Besut Produk Proteksi Bagi Wisatawan & Pegiat Olahraga Ekstrem

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: