Karya berjudul Lexus (6 Panels) 10.900 cm x 2.780 cm (Sumber gambar: Hypeabis.id/Suselo Jati)

Keindahan Alam dalam Karya Mangu Putra

15 October 2022   |   17:30 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Karya seni menjadi salah satu bagian dalam brand space Lexus yang berlokasi di Menara Astra, Jakarta. Baik itu lukisan maupaun instalasi. Berbagai jenis lukisan di dalam brand space ini memberikan nilai artistik tersendiri bagi para pengunjungnya.

Salah satu dari sejumlah karya lukis yang ada di brand space ini adalah karya seni dari Mangu Putra berjudul Lexus yang terdiri dari 6 panels dengan ukuran 10.900 cm x 2.780 cm. Karya lukis yang dibuat pada 2021 silam tersebut menggunakan medium akrilik di atas linen.

Karya lukisan sang seniman berisi tentang objek kendaraan dari pesawat, kapal, sampai dengan mobil. Panel pertama dalam lukisan sang seniman memiliki objek pesawat dengan baling-baling terbang di atas kepulauan Indonesia dengan kapal di bawahnya.

Kemudian, di panel kedua, adalah tentang mobil yang berkendara dengan latar belakang gunung. Sementara panel ketiga adalah bergambar pesawat baling-baling yang diambil secara horizontal dari arah samping dengan pemandangan pegunungan dan awan biru yang menjadi latarnya. Di panel keempat, sang seniman juga menggambar kendaraan berwarna biru.

Adapun panel kelima dan keenam masing-masing memiliki objek kendaraan mobil berwarna biru dengan yacht dan yacht yang sedang berdiam di atas air.

Dalam setiap karya sang seniman, warna biru menjadi dominan sebagai warna alam, baik pada langit maupun pada laut. Tidak hanya itu, dalam setiap panelnya, lukisan objek tentang alam seperti gunung, laut, hamparan pulau, hampir selalu ada.

Alam dan sejumlah pemandangan lainnya, dilansir dari laman Instagram Mangu Putra Studio @mangu_putra, adalah objek yang juga menjadi lukisan bagi pria seniman asal Sangeh, Pulau Dewata.

Tidak hanya itu, dalam beberapa kesempatan, media linen juga kerap menjadi pilihan pria seniman dalam mencipta karya. Sang pelukis dalam beberapa kesempatan melukis dengan media oil di atas linen.

Dilansir dari laman tonyrakaartgallery, Mangu Putra lahir di Selat, Sangeh, Bali, pada 11 Mei 1963. Dia menyelesaikan pendidikan Desain Komunikasi Visual di Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Yogyakarta pada tahun 1990.

Menjadi seorang desainer tidak memuaskannya sebagai seorang seniman. Dia pun kemudian memutuskan untuk menekuni seni lukis penuh pada 1998. Sejak pameran tunggal pertamanya di Ubud (1990), namanya menjadi diperhitungkan dalam seni di Indonesia.

Sang seniman bahkan menerima penghargaan untuk karya terbaik dalam desain komunikasi visual pada 1988 dan 1990 di ISI Jogjakarta, dan merupakan salah satu dari sepuluh pemenang penghargaan Philip Morris pada 1994.

Karya-karya sang seniman muncul dari kontak intens dengan dunia sebagai ekspresi sadar dari orientasi kreatif utama. Representasi fenomena alam, bersama dengan denyut nadi kehidupan, membentuk arus utama pencariannya.

Alam, seperti gunung dan pantai, digambarkan sebagai objek yang dapat diidentifikasi. Beberapa karyanya dengan desain abstrak menyiratkan citra alam, seperti karakter air dan tekstur serta warna tanah atau batu.

Meskipun begitu, terdapat juga visi kritis progresif tertentu dalam cara sang seniman memandang dan memaknai dunia. Karya-karyanya bukan cerminan dari pengamatan langsung dengan mata telanjang.

Benda-benda alam ditampilkan seolah-olah melalui citra teknologi canggih, sehingga tampil artifisial, atraktif, provokatif, bahkan fantastis. Beberapa karyanya bahkan mengritik aktivitas manusia yang merusak dunia.

Sementara itu, dilansir dari laman Gajah Gallery, sang seniman disebut jarang mengantu satu gaya lukisan. Dia beralih antara abstraksi, figurasi, dan rendering realistis, yang semuanya berkontribusi pada karyanya yang koheren namun beragam. Berbagai macam pendekatan ini berkisar dari tiruan yang hampir sempurna dari foto yang bising hingga penampakan pohon yang sangat hiper-realistis yang mendekati titik abstraksi. 

Meskipun beberapa karyanya mungkin tampak nyata, karya itu biasanya tampak sangat artifisial, menarik, dan terlalu idealis. Visinya tentang dunia bukan yang alami, melainkan versi yang terkontaminasi oleh masyarakat. Sang seniman biasanya menggunakan subjek berisi alam liar, ikan, pegunungan, dan bentuk alam lainnya. 

Editor: Fajar Sidik 

SEBELUMNYA

Pengin Nonton Konser BTS di Busan Lewat Weverse? Kuy Simak Caranya!

BERIKUTNYA

Jadi Freelancer Rawan Kantong Bobol, Yuk Simak 5 Tip Mengatur Keuangan Ini

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: