Ilustrasi bakteri super di India. (Sumber gambar: Unsplash)

Bahaya! Ada Bakteri Super Penyerang Paru-paru di India yang Kebal Antibiotik

10 October 2022   |   21:30 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Manusia hidup berdampingan dengan virus, bakteri, dan kuman. Namun adakalanya ketiga mikroba yang terus berevolusi dari waktu ke waktu ini berdampak buruk pada kesehatan. Belum selesai bergulat dengan virus corona, baru-baru ini muncul bakteri yang menimbulkan keresahan karena resisten terhadap antibiotik.

Temuan ini pertama kali dilaporkan para dokter di Rumah Sakit Kasturba di negara bagian Maharashtra, India barat. Mereka harus bergulat dengan ruam akibat bakteri yang kebal antibiotik alias superbug

India memang dikenal sebagai salah satu negara yang mengalami kejadian resistensi antimikroba yang cukup tinggi. Sebanyak 60.000 bayi baru lahir meninggal akibat infeksi neonatal yang resisten terhadap antibiotik ini setiap tahunnya.

Baca juga: Ini Pernyataan BPOM terkait Bakteri Salmonella di Cokelat Kinder

Namun keadaan menjadi lebih buruk ketika para dokter di RS Kasturba mendapati hampir semua obat yang diberikan kepada pasien untuk mengatasi sejumlah bakteri, tidak efektif. Adapun patogen yang dimaksud diantaranya E.coli (Escherichia coli), umumnya ditemukan di usus manusia dan hewan setelah konsumsi makanan yang terkontaminasi.

Kemudian Klebsiella pneumoniae yang dapat menginfeksi paru-paru menyebabkan pneumonia, dan darah, memotong kulit serta lapisan otak hingga menyebabkan meningitis. Lalu, Staphylococcus aureus yang mematikan, bakteri bawaan makanan ini dapat ditularkan melalui tetesan udara atau aerosol.

Dokter menemukan bahwa hanya 15 persen efektivitas  antibiotik yang sering diberikan kepada pasien untuk mengatasi kondisi akibat patogen tersebut. Namun paling mengkhawatirkan adalah munculnya patogen yang resistan terhadap banyak obat.

Patogen super ini disebut Acinetobacter baumannii, yang dapat menyerang paru-paru pasien, terutama mreka yang menggunakan alat bantu hidup di unit perawatan kritis.

“Karena hampir semua pasien kami tidak mampu membeli antibiotik yang lebih tinggi, mereka menghadapi risiko kematian yang nyata ketika mereka mengembangkan pneumonia terkait ventilator di ICU," kata Dr SP Kalantri, pengawas medis rumah sakit tersebut dikutip dari BBC, Senin (10/10/2022).

Laporan terbaru dari Dewan Riset Medis India (ICMR) mengatakan bahwa resistensi terhadap kelas antibiotik kuat yang disebut carbapenem, telah meningkat hingga 10 persen hanya dalam satu tahun saja. Untuk membuat laporan ini, para ahli mengumpulkan data tentang resistensi antibiotik dari 30 rumah sakit pemerintah dan swasta setiap tahun.

"Alasan mengapa ini mengkhawatirkan adalah karena ini adalah obat yang bagus untuk mengobati sepsis (kondisi yang mengancam jiwa) dan kadang-kadang digunakan sebagai pengobatan lini pertama di rumah sakit untuk pasien yang sangat sakit di ICU," kata Dr Kamini Walia, seorang ilmuwan di Dewan Riset Medis India (ICMR).

Dia menuturkan hal lain yang sangat mengkhawatirkan adalah hanya 43 persen dari infeksi pneumonia yang disebabkan oleh satu patogen di India, dapat diobati dengan antibiotik lini pertama pada 2021. Angka ini terbilang turun dari 2016 yang mencapai 65 persen. 

Spesialis perawatan kritis di Rumah Sakit AMRI, Kolkata, Saswati Sinha mengungkapkan keadaannya sangat buruk sehingga 6 dari 10 pasien di ICU mengalami infeksi yang resistan terhadap obat. "Situasinya benar-benar mengkhawatirkan. Kami telah sampai pada tahap di mana Anda tidak memiliki terlalu banyak pilihan untuk merawat beberapa pasien ini,” cemasnya.

Data The Lancet mencatat, resistensi antimikroba atau antibiotik menyebabkan 1,27 kematian di seluruh dunia pada 2019. Sementara itu, resistensi terhadap antibiotik di RS Kasturba tersebar luas di antara pasien rawat jalan dari desa dan kota kecil dengan kondisi seperti pneumonia dan infeksi saluran kemih. 

Banyak pasien yang tidak mengetahui riwayat antibiotik yang pernah dikonsumsinya. Padahal resep ini sangat penting agar dokter bisa menentukan antibiotik dengan tepat. Pakar kesehatan masyarakat percaya banyak dokter di India meresepkan antibiotik tanpa pandang bulu.

Selama pengobatan Covid-19, pasien diobati dengan antibiotik yang menghasilkan lebih banyak efek samping. Studi ICMR tahun lalu menemukan 50 persen dari 17.534 pasien Covid-19 di rumah sakit India memperoleh infeksi yang resistan terhadap obat akhirnya meninggal dunia.

Baca juga: Waduh, Begini Masifnya Penyebaran Bakteri Resisten Antibiotik

Memang, dokter tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Di rumah sakit umum yang besar dan penuh sesak, mereka kekurangan waktu untuk menemui pasien, mendiagnosis penyakit, memilah bakteri dari penyakit virus dan merancang rencana perawatan.

Kebiasaan dan kurangnya pengetahuan tentang antibiotik di masyarakat pun membuat mereka tidak menyadari resistensi antibiotik. Bahkan orang kaya dan berpendidikan mengambil antibiotik jika mereka jatuh sakit atau meminta dokter untuk meresepkan antibiotik.

Editor: Fajar Sidik 

SEBELUMNYA

Heboh Tudingan Plagiarisme, Agensi Ungkap Konsep Album Solois Lee Chae-yeon

BERIKUTNYA

8 Makanan Unik di Indonesia, Kalian Berani Coba?

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: