Pentas Seni Generasi Muda Sulawesi Tengah Dorong Topik Kesadaran Krisis Iklim
10 October 2022 |
11:50 WIB
Salah satu isu yang paling banyak dibicarakan saat ini adalah persoalan krisis iklim global. Hal ini mendorong banyak pihak melakukan ragam aksi, guna menyuarakan dan menggugah kesadaran masyarakat seputar topik yang berkaitan langsung dengan hajat hidup orang banyak ini.
Salah satunya adalah kelompok anak muda yang tergabung dalam Child Campaigner Sulawesi Tengah. Mereka menginisiasi pentas seni Krisis Iklim pada akhir pekan lalu. Tujuannya sepeti disebutkan, guna meningkatkan kesadaran terhadap krisis iklim masyarakat, khususnya generasi muda di Palu.
Baca juga: Akibat Perubahan Iklim, Es di Puncak Jaya Terancam Hilang pada 2025
Dilansir dari rilis yang diterima Hypeabis.id, pentas seni tersebut menampilkan pertunjukan musikalisasi puisi, pembacaan puisi, dan monolog. Mereka melakukan pertunjukan dengan pendekatan kontemporer. Anggota Chila Campaigner, Riziq, berharap pentas seni yang jadi bagian kampanye Aksi Generasi Iklim ini dapat membuat anak-anak lebih sadar tentang apa itu krisis iklim.
Selain itu, kegiatan ini juga digelar untuk memberikan gambaran tentang bagaimana mitigasi dan adaptasi dari dampak perubahan iklim, serta membuat anak muda menjadi lebih siap menghadapi tantangan dan rintangannya. "Karena mungkin dampak krisis iklim ke depannya akan jauh lebih besar dirasakan oleh anak-anak,” katanya.
Dia menceritakan bahwa desa yang menjadi tempat tinggal mengalami banjir akibat curah hujan yang tinggi pada September lalu. Banjir itu telah merendah sawah-sawah yang ada. Saat hujan datang, lanjutnya, air sungai meluar dan menerjang pemukiman warga. Kondisi ini membuat hasil pertanian tidak bisa dijual ke pasar.
“Hal itu menyebabkan tidak ada penghasilan yang didapatkan karena di daerah saya mayoritas pekerjaan masyarakatnya sebagai petani dan berkebun,” katanya.
Sementara itu, Save the Children mengungkapkan dukungan terhadap kegiatan Aksi Generasi Iklim oleh generasi muda yang tergabung dalam Child Campaigners. Saat ini, sudah ada lima wilayah yang memiliki Child Campaigner, yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Yogyakarta, dan Jakarta.
Baca juga: Anak Kelahiran 2020 Rentan jadi Korban dari Dampak Krisis Iklim
“Misalnya, pada Mei lalu, kami memfasilitasi inisiasi anak dan orang muda yang tergabung dalam Child Campaigner Sulteng dan Forum Anak Labean untuk melakukan aksi bersih pantai dan tanam bakau di Pantai Mapaga, Kabupaten Donggala. Hari ini, mereka menginisiasi Pentas Seni Krisis Iklim di Palu,” katanya.
Kondisi masyarakat semakin parah akibat perubahan iklim dan pandemi Covid-19 yang terjadi. Saat ini, 40 desa di Sulawesi Tengah berisiko tinggi terdampak krisis iklim; 9 kabupaten rawan banjir dan longsor, termasuk Palu, Sigi, dan Donggala.
Menurutnya, di Donggala, banjir rob masih mengkhawatirkan dari waktu ke waktu dan mengganggu aktivitas sehari-hari, seperti kegiatan ekonomi hingga akses anak-anak ke sekolah. Lebih jauh lagi, hanya 45 persen rumah tangga yang memiliki fasilitas sumber air minum dan toilet yang memadai. Kondisi ini juga membuat masyarakat makin rentan terpapar penyakit menular.
Sementara itu, Sigi menghadapi sistem irigasi yang terganggu dan kelangkaan air menjadi tantangan masyarakat. Hanya 50 persen rumah tangga di Sigi yang memiliki fasilitas air dan sanitasi yang baik. Belum lagi, masyarakat Sigi harus menghadapi banjir yang mengganggu area perkebunan dan menjadi penyebab kegiatan pertanian di Sigi belum pulih sepenuhnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Salah satunya adalah kelompok anak muda yang tergabung dalam Child Campaigner Sulawesi Tengah. Mereka menginisiasi pentas seni Krisis Iklim pada akhir pekan lalu. Tujuannya sepeti disebutkan, guna meningkatkan kesadaran terhadap krisis iklim masyarakat, khususnya generasi muda di Palu.
Baca juga: Akibat Perubahan Iklim, Es di Puncak Jaya Terancam Hilang pada 2025
Dilansir dari rilis yang diterima Hypeabis.id, pentas seni tersebut menampilkan pertunjukan musikalisasi puisi, pembacaan puisi, dan monolog. Mereka melakukan pertunjukan dengan pendekatan kontemporer. Anggota Chila Campaigner, Riziq, berharap pentas seni yang jadi bagian kampanye Aksi Generasi Iklim ini dapat membuat anak-anak lebih sadar tentang apa itu krisis iklim.
Selain itu, kegiatan ini juga digelar untuk memberikan gambaran tentang bagaimana mitigasi dan adaptasi dari dampak perubahan iklim, serta membuat anak muda menjadi lebih siap menghadapi tantangan dan rintangannya. "Karena mungkin dampak krisis iklim ke depannya akan jauh lebih besar dirasakan oleh anak-anak,” katanya.
Dia menceritakan bahwa desa yang menjadi tempat tinggal mengalami banjir akibat curah hujan yang tinggi pada September lalu. Banjir itu telah merendah sawah-sawah yang ada. Saat hujan datang, lanjutnya, air sungai meluar dan menerjang pemukiman warga. Kondisi ini membuat hasil pertanian tidak bisa dijual ke pasar.
“Hal itu menyebabkan tidak ada penghasilan yang didapatkan karena di daerah saya mayoritas pekerjaan masyarakatnya sebagai petani dan berkebun,” katanya.
Sementara itu, Save the Children mengungkapkan dukungan terhadap kegiatan Aksi Generasi Iklim oleh generasi muda yang tergabung dalam Child Campaigners. Saat ini, sudah ada lima wilayah yang memiliki Child Campaigner, yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Yogyakarta, dan Jakarta.
Baca juga: Anak Kelahiran 2020 Rentan jadi Korban dari Dampak Krisis Iklim
Dalam payung kampanye Aksi Generasi Iklim, generasi muda mendapatkan peningkatan kapasitas terkait bahaya krisis iklim dan didorong untuk menularkan pengetahuan mereka dengan cara-cara yang menarik massa, serta melakukan suatu perubahan kecil untuk menjaga bumi.
Dewi Sri Sumanah, Media & Brand Manager Save the Children Indonesia, mengatakan bahwa organisasi menggerakkan generasi muda di Sulawesi Tengah agar memiliki kesadaran yang kuat tentang bahaya krisis iklim, yang merupakan isu paling hangat saat ini.“Misalnya, pada Mei lalu, kami memfasilitasi inisiasi anak dan orang muda yang tergabung dalam Child Campaigner Sulteng dan Forum Anak Labean untuk melakukan aksi bersih pantai dan tanam bakau di Pantai Mapaga, Kabupaten Donggala. Hari ini, mereka menginisiasi Pentas Seni Krisis Iklim di Palu,” katanya.
Bencana & Krisis Iklim
Dia menuturkan bahwa pada September 2022, tepat empat tahun pasca bencana di Palu, Sigi, dan Donggala, organisasi merilis hasil Asesmen Pemulihan Pasca Bencana di Sulawesi Tengah. Hasilnya adalah hanya kurang dari 15 persen rumah tangga yang sudah pulih sepenuhnya, baik secara fisik maupun ekonomi.Kondisi masyarakat semakin parah akibat perubahan iklim dan pandemi Covid-19 yang terjadi. Saat ini, 40 desa di Sulawesi Tengah berisiko tinggi terdampak krisis iklim; 9 kabupaten rawan banjir dan longsor, termasuk Palu, Sigi, dan Donggala.
Menurutnya, di Donggala, banjir rob masih mengkhawatirkan dari waktu ke waktu dan mengganggu aktivitas sehari-hari, seperti kegiatan ekonomi hingga akses anak-anak ke sekolah. Lebih jauh lagi, hanya 45 persen rumah tangga yang memiliki fasilitas sumber air minum dan toilet yang memadai. Kondisi ini juga membuat masyarakat makin rentan terpapar penyakit menular.
Sementara itu, Sigi menghadapi sistem irigasi yang terganggu dan kelangkaan air menjadi tantangan masyarakat. Hanya 50 persen rumah tangga di Sigi yang memiliki fasilitas air dan sanitasi yang baik. Belum lagi, masyarakat Sigi harus menghadapi banjir yang mengganggu area perkebunan dan menjadi penyebab kegiatan pertanian di Sigi belum pulih sepenuhnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.