Mengenal Asal-usul Sejarah dan Jenis Varian Soto di Indonesia
22 September 2022 |
16:56 WIB
1
Like
Like
Like
Soto menjadi salah satu makanan populer dan mudah ditemukan hampir di setiap kota di Indonesia yang kenikmatannya tidak hanya dikenal masyarakat lokal, melainkan di mancanegara.Varian soto juga beragam dengan cita rasa yang berbeda-beda di setiap daerah, sesuai dengan kultur dan bahan-bahan di wilayah masing-masing.
Makanan berkuah yang enak disantap saat masih hangat ini memang menjadi salah satu kuliner yang secara hybrid berkembang menjadi ragam jenis soto dengan kekhasan cita rasanya yeng berbeda di setiap daerah.
Beberapa di antaranya kita pun mengenal seperti Soto Madura, Soto Lamongan, Soto Boyolali, Soto Kudus, Coto Makassar, dan masih banyak lagi yang tentu dapat menggugah selera kita untuk menyantapnya dengan lahap.
Namun, Genhype penasaran tidak sih dari mana sejarah asal-usul soto yang kini telah berkembang menjadi puluhan varian yang berbeda-beda di setiap daerah itu? Nah daripada kepo, yuk simak rangkuman Hypebis.id berikut.
Menurut penelitian Ary Budiyanto dan Intan Kusuma Wardani, bertajuk Menyantap Soto Melacak Jao To Merekonstruksi (Ulang) Jejak Hibriditas Budaya Kuliner Cina dan Jawa, (2013) yang dipublikasikan Institute for Research and Community Service Petra Christian University, mengungkap bahwa soto asal-muasalnya berasal dari China.
Dijelaskan bahwa istilah soto berasal dari makanan China yang dalam dialek Hokkian Cau do, Jao To, atau Chau Tu, yang berarti 'rerumputan' atau 'jeroan berempah'. Kuliner ini pertama kali populer di wilayah Semarang, Jawa Tengah sekitar abad ke-19 yang dibawa oleh imigran dari China.
Sementara itu, pakar sejarah Asia Tenggara, Denys Lombard juga mendukung tesis tersebut, lewat bukunya Nusa Jawa 2: Silang Budaya Jaringan Asia, (2005) dia menulis para imigran dari China sudah menguasai berbagai produksi ekonomi, salah satunya dengan membuka berbagai jenis restoran di pesisir Nusantara sejak abad ke-18.
Bahkan, lanjut Lombard, banyak para imigran China yang menjajakan kuliner-kuliner yang mereka buat dalam bentuk yang lebih sederhana dan merakyat. Salah satunya dengan menggunakan pikulan dan berkeliling kampung.
Awalnya, sesuai dengan sajian yang ada di China, soto yang dijajakan oleh mereka memang mengunakan jeroan dari babi. Namun, karena mayoritas penduduk di Nusantara didominasi Muslim, maka mereka mengubah bahannya menjadi daging ayam, kerbau, atau sapi beserta jeroannya.
"Dalam bentuk yang lebih sederhana dan merakyat, masakan China ditawarkan di jalan-jalan oleh para penjaja dengan pikulan. Masakan tertentu yang asalnya khas China, seperti soto ayam dan soto babat, [akhirnya] telah menjadi bagian masakan setempat," tulis Lombard dalam bukunya.
Makanan berkuah yang enak disantap saat masih hangat ini memang menjadi salah satu kuliner yang secara hybrid berkembang menjadi ragam jenis soto dengan kekhasan cita rasanya yeng berbeda di setiap daerah.
Beberapa di antaranya kita pun mengenal seperti Soto Madura, Soto Lamongan, Soto Boyolali, Soto Kudus, Coto Makassar, dan masih banyak lagi yang tentu dapat menggugah selera kita untuk menyantapnya dengan lahap.
Namun, Genhype penasaran tidak sih dari mana sejarah asal-usul soto yang kini telah berkembang menjadi puluhan varian yang berbeda-beda di setiap daerah itu? Nah daripada kepo, yuk simak rangkuman Hypebis.id berikut.
Soto tangkar/Instagram
Asal-Usul dan Sejarah Soto di Nusantara
Menurut penelitian Ary Budiyanto dan Intan Kusuma Wardani, bertajuk Menyantap Soto Melacak Jao To Merekonstruksi (Ulang) Jejak Hibriditas Budaya Kuliner Cina dan Jawa, (2013) yang dipublikasikan Institute for Research and Community Service Petra Christian University, mengungkap bahwa soto asal-muasalnya berasal dari China.
Dijelaskan bahwa istilah soto berasal dari makanan China yang dalam dialek Hokkian Cau do, Jao To, atau Chau Tu, yang berarti 'rerumputan' atau 'jeroan berempah'. Kuliner ini pertama kali populer di wilayah Semarang, Jawa Tengah sekitar abad ke-19 yang dibawa oleh imigran dari China.
Sementara itu, pakar sejarah Asia Tenggara, Denys Lombard juga mendukung tesis tersebut, lewat bukunya Nusa Jawa 2: Silang Budaya Jaringan Asia, (2005) dia menulis para imigran dari China sudah menguasai berbagai produksi ekonomi, salah satunya dengan membuka berbagai jenis restoran di pesisir Nusantara sejak abad ke-18.
Bahkan, lanjut Lombard, banyak para imigran China yang menjajakan kuliner-kuliner yang mereka buat dalam bentuk yang lebih sederhana dan merakyat. Salah satunya dengan menggunakan pikulan dan berkeliling kampung.
Awalnya, sesuai dengan sajian yang ada di China, soto yang dijajakan oleh mereka memang mengunakan jeroan dari babi. Namun, karena mayoritas penduduk di Nusantara didominasi Muslim, maka mereka mengubah bahannya menjadi daging ayam, kerbau, atau sapi beserta jeroannya.
"Dalam bentuk yang lebih sederhana dan merakyat, masakan China ditawarkan di jalan-jalan oleh para penjaja dengan pikulan. Masakan tertentu yang asalnya khas China, seperti soto ayam dan soto babat, [akhirnya] telah menjadi bagian masakan setempat," tulis Lombard dalam bukunya.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.