Hati-hati! Anak Bisa Hadapi Masalah Berat Badan Jika Konsumsi Makanan Ultra-Proses
22 June 2021 |
19:09 WIB
1
Like
Like
Like
Genhype punya adik atau anak yang suka makan-makanan ultra-proses seperti es krim, nugget kemasan, sosis, dan sereal? Kalian perlu hati-hati karena sebuah penelitia menunjukkan konsumsi makanan dalam kategori ini bisa memicu masalah berat badan bagi anak-anak.
Penelitian yang dipublikasi dalam jurnal JAMA Pediatrics ini dilakukna pada lebih dari 9.000 anak-anak di Inggris yang memiliki menu makanan yang mengandung makanan ultra-proses sebesar 70 persen, di mana menu ini mengandung kalori yang tinggi dan bahan-bahan kimia buatan.
Risiko berat badan yang berujung pada obesitas yang bisa dialami anak-anak ini disebabkan karena kandungan lemak, tepung, dan gula yang ditambahkan ke dalam makanan yang mereka konsumsi. Beberapa di antaranya disukai anak-anak, misalnya minuman bersoda, permen, hingga camilan asin.
Lebih rinci, temuan ini menunjukkan bahwa mereka yang mengonsumsi ini hingga usia 24 tahun akan mengalami kenaikan berat badan yang drastis sebesar 226 gram dan kenaikan ukuran pinggang setidaknya 1,27 cm selama 10 tahun periode studi.
Selain itu, anak-anak yang terlalu banyak mengonsumsi makanan ultra proses juga berisiko mengalami diabetes, penyakit jantung, serangan jantung, dan stroke. Ini disebabkan karena pengaruh makanan tersebut terhadap metabolisme tubuh dan sel-sel di dalamnya.
Menurut Michelle Tierney, ahli gizi dan pelatih pribadi dengan spesialisasi manajemen berat badan, makanan ultra-proses bisa menyebabkan sejumlah risiko kesehatan lain seperti resistensi insulin, kelelahan, gangguan suasana hati, berkurangnya produktivitas dan dampak buruk lainnya.
Mudah dan Murah
Banyak ahli kesehatan berpendapat bahwa kemudahan akses dan harga yang murah menjadi alasan mengapa sebagian masyarakat memilih untuk mengonsumsi makanan ultra-proses.
"Banyak kelompok masyarakat yang punya keterbatasan finansial atau waktu akibat bekerja di beberapa profesi, tanggung jawab terhadap keluarga atau anak membuat mereka sulit untuk mendapatkan sayuran dan buah-uahan dengan mudah atau kekurangan waktu untuk memasak di rumah," jelas profesor jurusan gizi di Universitas St. Catherine di St. Paul, Minnesota, Julie Miller Jones, kepada Healthline.
Ini kemudian diperparah dengan kondisi pandemi yang cenderung mempersulit orang untuk mendapatkan akses makanan yang sehat serta kekurangan waktu untuk masak makanan yang bernutrisi akibat banyak hal yang harus diurus atau dikerjakan di rumah.
Inilah yang membuat Jones menyarankan agar masyarakat perlu beralih ke makanan yang lebih sehat dan memperbanyak konsumsi sayuran dan buah, mengingat hanya 3 persen -8 persen masyarakat di seluruh dunia yang mengikuti panduan gizi yang sehat.
Editor: Indyah Sutriningrum
Penelitian yang dipublikasi dalam jurnal JAMA Pediatrics ini dilakukna pada lebih dari 9.000 anak-anak di Inggris yang memiliki menu makanan yang mengandung makanan ultra-proses sebesar 70 persen, di mana menu ini mengandung kalori yang tinggi dan bahan-bahan kimia buatan.
Risiko berat badan yang berujung pada obesitas yang bisa dialami anak-anak ini disebabkan karena kandungan lemak, tepung, dan gula yang ditambahkan ke dalam makanan yang mereka konsumsi. Beberapa di antaranya disukai anak-anak, misalnya minuman bersoda, permen, hingga camilan asin.
Lebih rinci, temuan ini menunjukkan bahwa mereka yang mengonsumsi ini hingga usia 24 tahun akan mengalami kenaikan berat badan yang drastis sebesar 226 gram dan kenaikan ukuran pinggang setidaknya 1,27 cm selama 10 tahun periode studi.
Selain itu, anak-anak yang terlalu banyak mengonsumsi makanan ultra proses juga berisiko mengalami diabetes, penyakit jantung, serangan jantung, dan stroke. Ini disebabkan karena pengaruh makanan tersebut terhadap metabolisme tubuh dan sel-sel di dalamnya.
Menurut Michelle Tierney, ahli gizi dan pelatih pribadi dengan spesialisasi manajemen berat badan, makanan ultra-proses bisa menyebabkan sejumlah risiko kesehatan lain seperti resistensi insulin, kelelahan, gangguan suasana hati, berkurangnya produktivitas dan dampak buruk lainnya.
Mudah dan Murah
Ilustrasi anak makan makanan manis. (Dok. kazuend dari Unsplash)
"Banyak kelompok masyarakat yang punya keterbatasan finansial atau waktu akibat bekerja di beberapa profesi, tanggung jawab terhadap keluarga atau anak membuat mereka sulit untuk mendapatkan sayuran dan buah-uahan dengan mudah atau kekurangan waktu untuk memasak di rumah," jelas profesor jurusan gizi di Universitas St. Catherine di St. Paul, Minnesota, Julie Miller Jones, kepada Healthline.
Ini kemudian diperparah dengan kondisi pandemi yang cenderung mempersulit orang untuk mendapatkan akses makanan yang sehat serta kekurangan waktu untuk masak makanan yang bernutrisi akibat banyak hal yang harus diurus atau dikerjakan di rumah.
Inilah yang membuat Jones menyarankan agar masyarakat perlu beralih ke makanan yang lebih sehat dan memperbanyak konsumsi sayuran dan buah, mengingat hanya 3 persen -8 persen masyarakat di seluruh dunia yang mengikuti panduan gizi yang sehat.
Editor: Indyah Sutriningrum
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.