Review Pengabdi Setan 2: Communion, Horor Mencekam dengan Sinematik Ciamik
05 August 2022 |
08:20 WIB
Masih lekat dalam ingatan bagaimana suara lonceng dari sosok Ibu bisa membuat suasana tiba-tiba horor dalam film Pengabdi Setan yang dirilis lima tahun lalu. Pada cerita sekuelnya, film besutan sutradara Joko Anwar itu menyuguhkan eksplorasi horor yang lebih mencekam dan mencekik.
Kisah Pengabdi Setan 2: Communion melanjutkan prekuelnya di mana keluarga Rini (Tara Basro) yang memutuskan untuk pindah ke rumah susun di Jakarta, setelah teror yang mengerikan terjadi di rumah nenek mereka di Bandung.
Semula, mereka mengira bahwa rumah susun bisa menjadi tempat yang aman, karena akan banyak orang yang bisa menolong jika terjadi sesuatu. Namun, di sanalah justru awal dari teror lain yang mengerikan dimulai.
Baca juga: 7 Film Indonesia yang Tayang di Bioskop Agustus 2022
Dalam sekuelnya ini, film mencoba mengambil sekup penceritaan yang lebih meluas dan tidak terlalu berfokus pada konflik dari keluarga Rini seperti yang terjadi di film bagian pertamanya. Jika di film sebelumnya teror cenderung dibangun melalui sosok Ibu (Ayu Laksmi), di bagian keduanya ini teror justru berasal dari eksplorasi setiap sudut rumah susun dengan segala persoalan para penghuninya.
Hal itu dijahit dengan cerita yang menampilkan bahwa beberapa penghuni rumah susun itu juga masih memiliki kaitan dengan sekte pengabdian setan yang menjadi inti cerita.
Sekte pengabdi setan pun dieksplor lebih dalam lagi dalam sekuelnya ini. Sejarahnya dikupas habis yang ternyata sudah ada jauh sebelum zaman kemerdekaan. Sosok iblis yang dipuja sekte itupun perlahan terkuak, sehingga sedikit demi sedikit pertanyaan yang mengganjal di Pengabdi Setan pertama mulai terjawab.
Masih melanjutkan ceritanya, film ini mengambil latar waktu cerita tahun 1984. Dari segi upaya menampilkan suasana jadul seperti era 1980-an, tim Pengabdi Setan 2 perlu mendapat acungan jempol. Film dengan apik menampilkan setiap detail properti yang menambah kesan nuansa lawas mulai dari bangunan bioskop tua, bus bertingkat, bajaj, halte, hingga sepeda motor atau mobil tua.
Bukan hanya itu, ejaan lama pada koran, radio, laporan penyiar berita, perbincangan peristiwa penembakan misterius (Petrus), hingga latar musik lagu Rayuan Pulau Kelapa karya Ismail Marzuki juga kian menambah kesan latar waktu tersebut.
Beberapa dari properti itu juga dimanfaatkan sebagai media penyampai teror. Seperti salah satu adegan yang dialami oleh Tari (Ratu Felisha), di mana satu malam dia mendapatkan teror melalui radio jadul. Hal semacam ini juga dimunculkan dalam film Pengabdi Setan sebelumnya.
Menariknya, tak hanya sebagai latar belakang cerita, Joko Anwar selaku sutradara, juga secara berani menempatkan sejarah Petrus menjadi memiliki kaitan dengan persoalan sekte pengabdi setan yang dilakoni oleh tokoh bapak (Bront Palarae), meskipun tidak dijelaskan secara gamblang.
Bicara soal teror, film Pengabdi Setan 2 melampaui apa yang terjadi di bagian pertamanya. Dengan salah satu kejadian mengerikan yang terjadi di rumah susun, para penghuninya pun menjelma menjadi 'bumbu horor' film yang seolah tak berkesudahan. Begitupun dengan pemberian special effect yang lebih realistis.
Kesan horor pun tak hanya dihadirkan lewat kemunculan sosok-sosok setan, tapi dari nuansa dan suasana. Lewat gerak kamera, set piece, dan permainan cahaya, film sukses membangun atmosfer claustrophobic di rumah susun itu.
Hal itu tentu tak lepas dari peran Ical Tanjung selaku sinematografer, yang mengatur pergerakan kamera sehingga menghasilkan banyak adegan yang mendebarkan dan menambah kewaspadaan penonton. Kamera mampu menangkap semua emosi pemain film untuk menggambarkan nuansa yang chaotic dan mystical di rumah susun.
Pencahayaan minim tak membuat film ini terasa gelap dan buram, justru membuat atmosfer horor menjadi semakin natural, dan terasa relate dengan siapapun yang selalu panik saat mati lampu. Dengan menampilkan cahaya hanya berasal dari senter, korek api, dan kilatan petir, rasanya seperti teror mengepung dari segala sisi karena cahaya, yang menjadi penyelamat, minim hadir.
Meski begitu, ada sedikit celah di film Pengabdi Setan 2: Communion, yakni dari alur cerita yang berlubang dan menggantung. Tidak sedikit adegan yang tidak dijelaskan secara rinci mengapa hal tersebut terjadi. Hal itu tak jarang kian membingungkan lantaran penonton 'dipaksa' untuk mengenal beberapa karakter baru dalam film.
Begitupun dengan motif beberapa karakter yang kurang substansial. Misalnya adegan Boni dan kawan-kawan yang menelusuri tiap kamar rumah susun tanpa maksud yang jelas, juga Toni yang seperti kurang alasan untuk menyusuri tiap misteri di rumah susun. Semua adegan itu tak jarang dibumbui dengan unsur komedi nanggung, sehingga terkesan membosankan.
Kendati demikian, Pengabdi Setan 2: Communion tetap layak masuk dalam daftar tontonan. Film ini mencoba membuat horor Indonesia seperti naik kelas terutama dari sisi pengalaman sinematiknya. Apalagi, di akhir film kehadiran sosok Fachri Albar dan Asmara Abigail seolah menyiratkan bahwa dunia pengabdi setan belum selesai.
Seperti diketahui, film Pengabdi Setan merupakan proyek remake dari film horor lawas berjudul sama yang dirilis pada tahun 1980. Film terdahulunya pun tak kalah seram dengan versi remake-nya, bahkan merupakan salah satu film horor yang terkenal pada masa itu.
Disutradarai Sisworo Gautama Putra, film Pengabdi Setan dibintangi oleh aktor-aktor film ternama Indonesia seperti WD Mochtar, Siska Karebety, Fachrul Rozy, Ruth Pelupessy, HIM Damsjik, Diana Suarkom, Simon Cader, dan Doddy Sukma.
Pengabdi Setan dikenal sebagai salah satu film horor yang diwarnai dengan unsur kepercayaan Islam yang kental. Film ini pun disebut-sebut sebagai ‘terobosan baru’ di tengah film-film horor yang lekat dengan praktik kepercayaan Kristen atau Buddha kala itu.
Disebutkan pula bahwa film ini memiliki kemiripan alur cerita dengan film Phantasm (1979), sebuah film asal Amerika Serikat yang disutradarai oleh Don Coscarelli. Selain ditayangkan di Indonesia, film Pengabdi Setan juga dirilis di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang dalam format VHS dan DVD.
Sesuai dengan zamannya, Pengabdi Setan tampil dengan visual yang apa adanya tanpa banyak efek berarti misalnya computer generated imagery (CGI) seperti kebanyakan film saat ini. Kisah horor yang ditampilkan pun dibangun hanya mengandalkan akting dari para aktornya dengan bantuan iringan musik guna mendukung suasana.
Film Pengabdi Setan (1980) sendiri mengisahkan tentang seorang pengusaha bernama Munarto, dan dua anaknya (Rita dan Tomi) yang diganggu oleh makhluk tak kasat mata setelah kematian ibunya, Marwati. Tak hanya itu, serangkaian musibah pun tak henti-hentinya menghantui keluarga kecil ini.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Kisah Pengabdi Setan 2: Communion melanjutkan prekuelnya di mana keluarga Rini (Tara Basro) yang memutuskan untuk pindah ke rumah susun di Jakarta, setelah teror yang mengerikan terjadi di rumah nenek mereka di Bandung.
Semula, mereka mengira bahwa rumah susun bisa menjadi tempat yang aman, karena akan banyak orang yang bisa menolong jika terjadi sesuatu. Namun, di sanalah justru awal dari teror lain yang mengerikan dimulai.
Baca juga: 7 Film Indonesia yang Tayang di Bioskop Agustus 2022
Dalam sekuelnya ini, film mencoba mengambil sekup penceritaan yang lebih meluas dan tidak terlalu berfokus pada konflik dari keluarga Rini seperti yang terjadi di film bagian pertamanya. Jika di film sebelumnya teror cenderung dibangun melalui sosok Ibu (Ayu Laksmi), di bagian keduanya ini teror justru berasal dari eksplorasi setiap sudut rumah susun dengan segala persoalan para penghuninya.
Hal itu dijahit dengan cerita yang menampilkan bahwa beberapa penghuni rumah susun itu juga masih memiliki kaitan dengan sekte pengabdian setan yang menjadi inti cerita.
Sekte pengabdi setan pun dieksplor lebih dalam lagi dalam sekuelnya ini. Sejarahnya dikupas habis yang ternyata sudah ada jauh sebelum zaman kemerdekaan. Sosok iblis yang dipuja sekte itupun perlahan terkuak, sehingga sedikit demi sedikit pertanyaan yang mengganjal di Pengabdi Setan pertama mulai terjawab.
Masih melanjutkan ceritanya, film ini mengambil latar waktu cerita tahun 1984. Dari segi upaya menampilkan suasana jadul seperti era 1980-an, tim Pengabdi Setan 2 perlu mendapat acungan jempol. Film dengan apik menampilkan setiap detail properti yang menambah kesan nuansa lawas mulai dari bangunan bioskop tua, bus bertingkat, bajaj, halte, hingga sepeda motor atau mobil tua.
Bukan hanya itu, ejaan lama pada koran, radio, laporan penyiar berita, perbincangan peristiwa penembakan misterius (Petrus), hingga latar musik lagu Rayuan Pulau Kelapa karya Ismail Marzuki juga kian menambah kesan latar waktu tersebut.
Beberapa dari properti itu juga dimanfaatkan sebagai media penyampai teror. Seperti salah satu adegan yang dialami oleh Tari (Ratu Felisha), di mana satu malam dia mendapatkan teror melalui radio jadul. Hal semacam ini juga dimunculkan dalam film Pengabdi Setan sebelumnya.
Menariknya, tak hanya sebagai latar belakang cerita, Joko Anwar selaku sutradara, juga secara berani menempatkan sejarah Petrus menjadi memiliki kaitan dengan persoalan sekte pengabdi setan yang dilakoni oleh tokoh bapak (Bront Palarae), meskipun tidak dijelaskan secara gamblang.
Bicara soal teror, film Pengabdi Setan 2 melampaui apa yang terjadi di bagian pertamanya. Dengan salah satu kejadian mengerikan yang terjadi di rumah susun, para penghuninya pun menjelma menjadi 'bumbu horor' film yang seolah tak berkesudahan. Begitupun dengan pemberian special effect yang lebih realistis.
Kesan horor pun tak hanya dihadirkan lewat kemunculan sosok-sosok setan, tapi dari nuansa dan suasana. Lewat gerak kamera, set piece, dan permainan cahaya, film sukses membangun atmosfer claustrophobic di rumah susun itu.
Hal itu tentu tak lepas dari peran Ical Tanjung selaku sinematografer, yang mengatur pergerakan kamera sehingga menghasilkan banyak adegan yang mendebarkan dan menambah kewaspadaan penonton. Kamera mampu menangkap semua emosi pemain film untuk menggambarkan nuansa yang chaotic dan mystical di rumah susun.
Pencahayaan minim tak membuat film ini terasa gelap dan buram, justru membuat atmosfer horor menjadi semakin natural, dan terasa relate dengan siapapun yang selalu panik saat mati lampu. Dengan menampilkan cahaya hanya berasal dari senter, korek api, dan kilatan petir, rasanya seperti teror mengepung dari segala sisi karena cahaya, yang menjadi penyelamat, minim hadir.
Meski begitu, ada sedikit celah di film Pengabdi Setan 2: Communion, yakni dari alur cerita yang berlubang dan menggantung. Tidak sedikit adegan yang tidak dijelaskan secara rinci mengapa hal tersebut terjadi. Hal itu tak jarang kian membingungkan lantaran penonton 'dipaksa' untuk mengenal beberapa karakter baru dalam film.
Begitupun dengan motif beberapa karakter yang kurang substansial. Misalnya adegan Boni dan kawan-kawan yang menelusuri tiap kamar rumah susun tanpa maksud yang jelas, juga Toni yang seperti kurang alasan untuk menyusuri tiap misteri di rumah susun. Semua adegan itu tak jarang dibumbui dengan unsur komedi nanggung, sehingga terkesan membosankan.
Kendati demikian, Pengabdi Setan 2: Communion tetap layak masuk dalam daftar tontonan. Film ini mencoba membuat horor Indonesia seperti naik kelas terutama dari sisi pengalaman sinematiknya. Apalagi, di akhir film kehadiran sosok Fachri Albar dan Asmara Abigail seolah menyiratkan bahwa dunia pengabdi setan belum selesai.
Poster Pengabdi Setan 2: Communion (Sumber gambar: Rapi Films)
Remake Film Horor 1980-an
Seperti diketahui, film Pengabdi Setan merupakan proyek remake dari film horor lawas berjudul sama yang dirilis pada tahun 1980. Film terdahulunya pun tak kalah seram dengan versi remake-nya, bahkan merupakan salah satu film horor yang terkenal pada masa itu.Disutradarai Sisworo Gautama Putra, film Pengabdi Setan dibintangi oleh aktor-aktor film ternama Indonesia seperti WD Mochtar, Siska Karebety, Fachrul Rozy, Ruth Pelupessy, HIM Damsjik, Diana Suarkom, Simon Cader, dan Doddy Sukma.
Pengabdi Setan dikenal sebagai salah satu film horor yang diwarnai dengan unsur kepercayaan Islam yang kental. Film ini pun disebut-sebut sebagai ‘terobosan baru’ di tengah film-film horor yang lekat dengan praktik kepercayaan Kristen atau Buddha kala itu.
Disebutkan pula bahwa film ini memiliki kemiripan alur cerita dengan film Phantasm (1979), sebuah film asal Amerika Serikat yang disutradarai oleh Don Coscarelli. Selain ditayangkan di Indonesia, film Pengabdi Setan juga dirilis di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang dalam format VHS dan DVD.
Sesuai dengan zamannya, Pengabdi Setan tampil dengan visual yang apa adanya tanpa banyak efek berarti misalnya computer generated imagery (CGI) seperti kebanyakan film saat ini. Kisah horor yang ditampilkan pun dibangun hanya mengandalkan akting dari para aktornya dengan bantuan iringan musik guna mendukung suasana.
Film Pengabdi Setan (1980) sendiri mengisahkan tentang seorang pengusaha bernama Munarto, dan dua anaknya (Rita dan Tomi) yang diganggu oleh makhluk tak kasat mata setelah kematian ibunya, Marwati. Tak hanya itu, serangkaian musibah pun tak henti-hentinya menghantui keluarga kecil ini.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.