5 Fakta Menarik Bapak Koperasi Indonesia Mohammad Hatta
Koperasi pertama di Indonesia didirikan pada tanggal 12 Juli 1960. Sejak saat itu, setiap tanggal 12 Juli, diperingati sebagai Hari Koperasi Nasional.
Sosok dibalik dari berdirinya koperasi di Indonesia adalah Wakil Presiden Mohammad Hatta. Mengenal lebih jauh pendamping Presiden Soekarno itu, berikut fakta-fakta menarik pria yang karib disapa Bung Hatta.
Melek pendidikan
Lahir dari keluarga ulama Minangkabau, Sumatra Barat, Hatta menempuh pendidikan dasar di Sekolah Melayu, Bukittinggi. Pada 1913-1916, dia melanjutkan studinya ke Europeesche Lagere School (ELS) di Padang. Mengutip Kepustakaan Presiden, pada usia 13 tahun, Hatta lulus ujian masuk ke HBS (setingkat SMA) di Batavia namun tertunda masuk ke sekolah itu karena ibunya menginginkan Hatta agar tetap di Padang dahulu, mengingat usianya yang masih belia. Dia lantas melanjutkan studi ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs/MULO di Padang. Dia baru pergi ke Batavia untuk studi di HBS pada 1919.
Menyelesaikan studi dengan hasil sangat baik, pada 1921, Bung Hatta pergi ke Rotterdam, Belanda untuk belajar ilmu perdagangan/bisnis di Nederland Handelshogeschool (Rotterdam School of Commerce, kini menjadi Erasmus Universiteit). Di Belanda, dia tinggal selama 11 tahun.
Aktif berorganisasi
Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karir sebagai aktivis organisasi. Dia menjadi bendahara Jong Sumatranen Bond (JSB) Cabang Padang. Di kota ini Hatta mulai menimbun pengetahuan perihal perkembangan masyarakat dan politik. Mulai dari membaca berbagai koran hingga menghadiri ceramah-ceramah atau pertemuan-pertemuan politik. Salah seorang tokoh politik yang menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis.
Aktif menulis
Saat menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School, Hatta mulai aktif menulis. Karangannya dimuat dalam majalah Jong Sumatera, dengan judul Namaku Hindania!, berkisah perihal janda cantik dan kaya yang terbujuk kawin lagi.Dia sempat ingin membuat majalah dengan temannya sesama anggota JSB di Batavia, Bahder Djohan. Cita-cita menerbitkan majalah bernama Malaya itu diurungkan karena berbagai hal dan kesibukan diantara keduanya.
Kendati demikian, selama menjabat Bendahara JSB Pusat, Hatta juga menjalin kerjasama dengan percetakan surat kabar Neratja. Hubungan itu terus berlanjut meski Hatta berada di Rotterdam, dia dipercaya sebagai koresponden.
Suatu ketika pada medio tahun 1922, terjadi peristiwa yang mengemparkan Eropa. Turki yang dipandang sebagai kerajaan yang sedang runtuh (the sick man of Europe) memukul mundur tentara Yunani yang dijagokan oleh Inggris. Rentetan peristiwa itu Hatta pantau lalu ditulis menjadi serial tulisan untuk Neratja di Batavia. Serial tulisan Hatta itu menyedot perhatian khalayak pembaca, bahkan banyak surat kabar di tanah air yang mengutip tulisan-tulisan Hatta.
Memulai pergerakan di Belanda
Menetap di Belanda sejak September 1921, Hatta bergabung dalam Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging). Sebelumnya, Indische Vereeniging yang berdiri pada 1908 tak lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air. Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij yakni Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo di Belanda pada 1913 sebagai eksterniran akibat kritik mereka melalui tulisan di koran De Expres. Kondisi itu tercipta, tak lepas karena Suwardi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantara) menginisiasi penerbitan majalah Hindia Poetra oleh Indische Vereeniging mulai 1916.
Hindia Poetra berisi informasi bagi para pelajar asal tanah air perihal kondisi di Nusantara, tak ketinggalan pula tersisip kritik terhadap sikap kolonial Belanda.
Hatta mengawali karir pergerakannya di Indische Vereeniging pada 1922, dan dia ditunjuk sebagai Bendahara. Pada tahun tersebut, Indische Vereeniging berganti nama menjadi menjadi Indonesische Vereeniging dan kelanjutannya mengganti nama Nederland Indie menjadi Indonesia.
Jadi sasaran tangkap Pemerintah Belanda
Pada 1927, Hatta bergabung dengan Liga Menentang Imperialisme dan Kolonialisme di Belanda. Aktivitasnya dalam organisasi ini menyebabkan Hatta ditangkap pemerintah Belanda. Hatta akhirnya dibebaskan, setelah melakukan pidato pembelaannya yang terkenal: Indonesia Free.
Pada 1932 Hatta kembali ke Indonesia dan bergabung dengan organisasi Club Pendidikan Nasional Indonesia yang bertujuan meningkatkan kesadaran politik rakyat Indonesia melalui proses pelatihan-pelatihan. Belanda kembali menangkap Hatta, bersama Soetan Sjahrir yang kala itu menjadi ketua Club Pendidikan Nasional Indonesia pada Februari 1934. Hatta diasingkan ke Digul dan kemudian ke Banda selama 6 tahun.
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.