Terapi Seni, Begini Faktanya Mewarnai Dapat Membantu Relaksasi
Banyak orang dewasa dan bahkan kaum lanjut usia di Eropa dan Asia yang kian menggandrunginya. Mengutip Yandramin Halim Managing Director Faber-Castell International Indonesia, seperti dilansir Bisnis Weekend, tren relaksasi mewarnai gambar telah merebak di Prancis, Turki, China, Malaysia dan Singapura, bahkan menjadi fenomenal di Taiwan dan Korea Selatan.
Sejumlah TV setempat bahkan memberitakan bahwa produk pensil warna kaya warna atau polychromos banyak diburu dan sempat hilang dari pasaran. Banyak orang antre di negara itu untuk mendapatkan peranti mewarnai tersebut. Di Korea lebih dari 100 judul buku mewarnai ludes terjual.
Belakangan, tim di Faber-Castell Australia yang penasaran, melakukan riset untuk apakah tren senang gambar dan mewarnai gambar ini sudah mulai merebak di masyarakat.
Aktivitas menggambar dan mewarnai selain menenangkan juga meningkatkan konsentrasi dan kreativitas. (sumber gambar FaberCastell International Indonesia)
Riset yang dilakukan di Australia dengan responden 30% warga Australia, 30% warga Inggris dan 30% lainnya dari berbagai negara pengguna bahasa Inggris itu diketahui dalam 3 bulan terjadi peningkatan pembelian buku mewarnai gambar untuk orang dewasa dari 1—3 buku, ada pula 4—7 buku dan bahkan lebih.
Di sisi lain, konsumen dewasa juga banyak memborong alat mewarnai gambar yang lebih lengkap dan bahkan membeli seri berkualitas profesional karena merasa tidak puas jika membeli alat gambar yang sama dengan milik anaknya.
Tak tanggung-tanggung sebagian dari mereka membeli pensil warna seri 120 warna yang relatif mahal ataupun marker.
Dari sisi manfaatnya bagi kesehatan, terutama dampak psikologisnya, aktivitas art therapy berfungsi untuk menenangkan pikiran. Art therapy telah diterapkan bagi anak-anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga ataupun yang trauma akibat bencana.
Terapi serupa juga membantu anak tunawicara dalam menuangkan emosi mereka melalui gambar, sehingga lambat laun dapat mulai dapat berbicara. Terapi di luar seni lukis gambar ini juga pernah diperkuat dengan riset bahwa tiap-tiap warna memberi pengaruh.
Halim mengatakan gambar kecil yang didesain dengan beraneka pola bentuk dengan garis detail dalam buku mewarnai dimaksudkan untuk membuatnya lebih mudah diwarnai dan penggunanya diberi kesempatan menggunakan banyak warna.
Penggunaan banyak warna ini diklaim bagus untuk indera mata di semua usia. Di beberapa negara, warna menjadi terapi bagi kalangan lanjut usia agar tidak cepat mengalami gejala penurunan fungsi otak atau demensia alias kepikunan. Terapi ini juga makin baik jika diterapkan oleh golongan yang belum ‘senior’.
Di Indonesia, tren mewarnai sebagai relaksasi juga sudah muncul setidaknya awal tahun ini. Tren ini berkembang dan mewadah dalam satu jejaring komunitas mewarnai yang memiliki anggota dari berbagai usia dan latar belakang profesi.
Pengalaman terapi inipun pernah dirasakan anggota Komunitas Tabrak Warna, mana kala dalam setiap pertemuan dan kegiatan anggota komunitas mengekspresikan warna, berbagi karya melalui instagram, berkomunikasi hingga saling memberi komentar atas hasil karya.
Buku-buku mewarnai yang menjadi produk best seller di salah satu toko buku di Jakarta. (sumber gambar Hypeabis/Roni Yunianto)
Kegiatan itupun memberi kepuasan tersendiri dan membantu anggota melepas stres dari rutinitas mereka. Setelah menggambar dan berbagi seperti ada rasa kepercayaan diri yang muncul di anggota komunitas ini. Mood meningkat dan mereka pun rileks.
Allen Elkin, Psikolog klinis dan Direktur Pusat Konseling dan Manajemen Stres di New York, AS, yang juga penulis buku Stress Management for Dummies seperti dikutip Daily Health, menyebutkan bahwa mewarnai sama halnya dengan merajut sehingga dapat membuat seseorang jauh dari perasaan khawatir dan terhindar dari gangguan syaraf atau neurotik.
Seperti halnya meditasi, mewarnai juga disebut sebagai kegiatan sadar yang dapat membantu siapapun untuk fokus.
Kesimpulan Elkin itu juga diperkuat oleh publikasi Journal of Occupational and Organizational Psychology. Para periset San Francisco State University yang menguji hubungan antara aktivitas kreatif nonkerja seperti kerajinan, menulis puisi, bermain musik dengan produktivitas di tempat kerja.
Para periset ini menemukan siapa yang terlibat aktivitas kreatif di luar kerja akan memperoleh rasa penguasaan, kendali dan relaksasi yang membantu meredakan stres mereka. Terlebih lagi, orang-orang dengan hobi ini mampu menunjukkan kreativitas dan semangat tim di tempat kerja. Genhype siap mencoba?
Editor: Roni Yunianto
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.