Lukisan Karya Lea Lafugie berjudul Zhi Kin (Sumber gambar: Hypeabis/Dika Irawan)

Tapak Tilas Lea Lafugie, Perempuan Penjelajah Asia

27 June 2022   |   15:00 WIB
Image
Dika Irawan Asisten Konten Manajer Hypeabis.id

Keragaman budaya Timur atau Asia telah memancing ketertarikan masyarakat Barat untuk mengenali dan mempelajarinya. Ketertarikan ini muncul dalam diri pelukis asal Prancis Lea Lafugie (1890-1972). Melalui karya-karyanya yang dipamerkan di Duta Fine Art, Jakarta, terlihat Lafugie menaruh perhatian lebih tentang Asia melalui figur-figur perempuan. 

Pameran tunggal bertajuk Lea Lafugie (1890-1975): Art & Adventure, menjadi rekam jejak seniman yang menghabiskan sebagian besar hidupnya bertualang ke negaranegara di Asia. Sosok ini memang tidak pernah berhenti mengabadikan hal-hal menarik selama 30 tahun perjalanannya menyusuri Asia, melalui lukisan. Lahir pada 1890, seniman Lafugie memulai debut petualangannya ke seluruh dunia pada usia 34, usai menamatkan pendidikan seni rupanya di Paris, Prancis. 

Perjalanan pertamanya dimulai di Afrika Utara. Setelahnya, penjelalahan Lafugie lebih banyak dihabiskan di Asia mulai dari Timur Tengah hingga Asia Timur. Pada 1945, Lafugie sempat menjadi tawanan Jepang di Indochina. Lafugie tutup usia pada usia 82 tahun, tepatnya 18 Juni 1975 di Paris. 

Meskipun seniman perempuan ini telah meninggal dunia, tetapi dia tetap hidup melalui karya. Menyaksikan lukisan-lukisan karya Lafugie menyimpulkan pesan tentang keindahan dan kejujuran wanita Asia. Tengok saja lukisan bertajuk, Javanese Dancer, Java (aquarelle on lithograph, 46 x 36 cm, 1930). Lukisan tersebut menggambarkan wanita Jawa yang tengah menari. 
 

(Sumber gambar: Hypeabis/Dika Irawan)

(Sumber gambar: Hypeabis/Dika Irawan)

Di lukisan ini, Lafugie tidak melukis utuh sosok wanita tersebut melainkan hanya di bagian wajah. Dari lukisan ini setidaknya dapat diketahui bahwa tradisi lokal selalu menarik perhatian bagi mereka yang berasal dari barat. Selain di Jawa, Lafugie juga menggambar suasana Bali dan perempuan-perempuannya. 

Dia melukiskan suasana keseharian perempuan Bali yang saat itu masih bertelanjang dada. Seperti yang terlihat pada lukisan Balinese Near the River (photo, 54 x 38), ada tiga wanita sedang bercakap-cakap dengan latar sungai dan pegunungan.

Sementara itu pada lukisan Dayak Warrior, Borneo (gouache on paper, 39 x 25), Lafugie melukis seorang serdadu suku Dayak. Dari karya-karyanya memperlihatkan, Lafugie seorang penjelajah yang tertarik terhadap kebudayaan di Indonesia secara khusus dan Asia pada umumnya. 
 

(Sumber gambar: Hypeabis/Dika Irawan)

(Sumber gambar: Hypeabis/Dika Irawan)

Karya lain yang berjudul Chinese Beauty, China (print on paper, 51 x 33 cm, 1930), menggambarkan sosok wanita berpakaian adat lengkap, sepertinya berasal dari suku Han. Tak ada keterangan siapa wanita tersebut, tetapi tidak menutup kemungkinan dia adalah wanita yang berasal dari kalangan terhormat. 

Pemandangan serupa terlihat pada karya Lafugie, Zhi Kin, China (print on paper, 51x33 cm). Lukisan tersebut menampilkan figur wanita, jika dilihat dari busananya wanita tersebut berasal dari suku Zhuang di China. Ciri khas Lafugie dalam menggambar sangat detail pakaian maupun memberikan efek bayangan pada objek. 

Tidak mengherankan jika lukisan yang digambarnya terlihat hidup. Pada lukisan Portrait of a Young Asiatic Girl, Siam (oil on canvas, 42x27 cm) nuansanya sedikit berbeda. Lukisan tersebut tidak menunjukan simbol-simbol kebudayaan setempat, hanya memperlihatkan wajah seorang wanita Siam atau Thailand berkulit sawo matang. 
 

Tentang Kejujuran

Lukisan tersebut memperlihatkan keanggunan dan kejujuran wanita Asia. Mereka adalah wanita-wanita yang tumbuh bersama budaya Timur. Hal ini tentu bertolak belakang dengan wanita-wanita di Barat yang sudah tersentuh modernitas. Kurator pameran Didier Hamel menjelaskan banyak lukisan-lukisan karya Lafugie dilukis di Indonesia. 
 

(Sumber gambar: Hypeabis/Dika Irawan)

(Sumber gambar: Hypeabis/Dika Irawan)

Jumlahnya sekitar 30 lukisan. Selain melukis, Lafugie tercatat pernah berpameran di Jakarta pada 1930 dan Surabaya pada 1931. Oleh karena itu tidak mengherankan jika karya Lafugie akrab dengan para pencinta seni rupa di Tanah Air. “Sebab itulah pameran ini kami gelar. Khusus di pameran ini, sekitar 100 karya Lafugie koleksi Duta Fine Art Foundation. Hanya beberapa karya milik kolektor,” ujarnya. 

Catatan redaksi: Artikel diambil dari BI Weekend edisi 6 November 2016.

Editor: Gita Carla

SEBELUMNYA

Daftar 10 Kampus Swasta Terbaik di Indonesia: Tenang Genyhpe Gagal Masuk PTN Bukanlah Akhir dari Segalanya

BERIKUTNYA

Yuk Berkreasi dengan Warna Cat Tembok Biar Rumah Bikin Betah

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: