Ayah Bunda, Begini Cara Bijak Menghadapi Sibling Rivalry pada Anak
15 June 2022 |
16:30 WIB
Kehadiran buah hati menjadi dambaan bagi setiap pasangan untuk melengkapi kebahagiaan di keluarga. Namun, ketika anak-anak hadir sering kali ayah bunda dihadapkan pada keributan-keributan kecil antara si kakak dan si adek, yang membuat suasana rumah menjadi tidak tenang.
Tak jarang, para orang tua merasa kewalahan karena ulah anak-anak yang selalu bertengkar. Menurut psikolog anak dari Klinik Terpadu Universitas Indonesia Ratih Zulhaqqi, pertengkaran antarsaudara atau adik-kakak, lumrah terjadi dalam sebuah keluarga.
Ketika memiliki anak kedua, ketiga, dan seterusnya maka akan muncul permasalahan-permasalahan baru, salah satunya rasa iri atau kecemburuan antarsaudara. Hal itu pula yang menyebabkan terjadinya sibling rivalry, yakni kecemburuan, persaingan atau kompetisi, dan pertengkaran antarsaudara, dan terjadi hampir pada semua anak.
Permasalahan ini, sering kali muncul setelah kelahiran anak kedua. Sibling rivalry biasanya berlanjut sepanjang masa dan dapat menyebabkan orang tua menjadi frustrasi dan stres karena situasi tersebut tidak kunjung reda atau selesai.
Namun, ada banyak hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak-anak mereka agar mampu menyelesaikan suatu konflik dengan cara yang positif. Dengan catatan, orang tua terlebih dahulu mengetahui penyebab terjadinya sibling rivalry.
Ratih menjelaskan persaingan antarsaudara terjadi karena beberapa faktor, yaitu evolving needs atau perubahan kebutuhan anak-anak. Hal ini pula yang menyebabkan munculnya rasa cemas yang memengaruhi bagaimana mereka berhubungan satu sama lain.
Misalnya, seorang anak balita secara spontan melindungi mainan dan barang-barang mereka, dan belajar untuk menegaskan keinginannya, sehingga jika seorang adik mengambil mainan kakak, maka si kakak kemungkinan besar akan bereaksi agresif.
Anak-anak usia sekolah adakalanya belum memiliki konsep yang kuat mengenai keadilan dan kesetaraan, sehingga belum mengerti kenapa saudaranya di usia yang lebih kecil diperlakukan berbeda. Bahkan mereka merasa ada perlakuan istimewa terhadap satu anak.
Di sisi lain, pada anak usia remaja, mereka sedang mengembangkan rasa individualitas dan kemandirian. Mereka dapat merasa benci untuk membantu pekerjaan rumah tangga, mengurus adik-adik, atau bahkan ketika harus menghabiskan waktu bersama-sama keluarga.
Semua perbedaan ini dapat memengaruhi cara anak berinteraksi dengan saudaranya. Faktor lain yakni individual temperament. Dalam hal ini termasuk suasana hati, kemampuan beradaptasi dan kepribadian anak untuk memainkan peran besar dalam pergaulan.
Sebagai contoh, jika seorang anak memiliki karakter yang santai, sedangkan saudaranya memiliki karakter mudah marah atau sensitif, hal ini mungkin dapat menyebabkan pertengkaran saudara.
Kemudian, special needs atau sick kids yaitu anak berkebutuhan khusus atau memiliki masalah emosional memerlukan lebih banyak waktu orang tua. Hal ini membuat saudara-saudaranya melihatnya adanya perbedaan sikap orang tua, sehingga mereka melakukan beberapa perlakuan sebagai cara untuk mendapatkan perhatian yang sama.
Terakhir, ada role models yaitu cara orang tua mengatasi masalah dan pertengkaran memberikan contoh yang kuat pada anak- anak.
Ketika orang tua berkonflik dan memberikan contoh penyelesaian secara baik-baik dan tidak agresif, hal ini menjadi contoh yang akan ditiru anak-anak ketika mereka mengalami masalah satu sama lain.
Berikut tips menyikapi anak yang sedang bertengkar. Pertama, pisahkan anak-anak sampai mereka tenang. Jika orang tua ingin menasehati anak, tunggu sampai emosi mereda.
Kedua, jangan berusaha mencari siapa yang salah, tetapi ajarkan mereka bertanggung jawab untuk membuat sebuah ‘win-win situation’, agar setiap anak dapat memperoleh kesempatan yang sama.
Ketika mereka menginginkan mainan yang sama, mungkin sebagai gantinya dapat dilakukan permainan lain yang bisa dilakukan bersama.
Anak-anak yang sedang mengatasi pertengkaran, mereka juga belajar keteram pilan untuk menghargai perspektif orang lain, berkompromi, bernegosiasi, dan ba gaimana mengendalikan dorongan agresif.
Oleh karena itu, sikap bijaksana orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan karakter anak.
Catatan redaksi: Artikel diambil dari Bisnis Indonesia Minggu edisi 17 Mei 2015.
Editor: Fajar Sidik
Tak jarang, para orang tua merasa kewalahan karena ulah anak-anak yang selalu bertengkar. Menurut psikolog anak dari Klinik Terpadu Universitas Indonesia Ratih Zulhaqqi, pertengkaran antarsaudara atau adik-kakak, lumrah terjadi dalam sebuah keluarga.
Ketika memiliki anak kedua, ketiga, dan seterusnya maka akan muncul permasalahan-permasalahan baru, salah satunya rasa iri atau kecemburuan antarsaudara. Hal itu pula yang menyebabkan terjadinya sibling rivalry, yakni kecemburuan, persaingan atau kompetisi, dan pertengkaran antarsaudara, dan terjadi hampir pada semua anak.
Permasalahan ini, sering kali muncul setelah kelahiran anak kedua. Sibling rivalry biasanya berlanjut sepanjang masa dan dapat menyebabkan orang tua menjadi frustrasi dan stres karena situasi tersebut tidak kunjung reda atau selesai.
Namun, ada banyak hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak-anak mereka agar mampu menyelesaikan suatu konflik dengan cara yang positif. Dengan catatan, orang tua terlebih dahulu mengetahui penyebab terjadinya sibling rivalry.
Ratih menjelaskan persaingan antarsaudara terjadi karena beberapa faktor, yaitu evolving needs atau perubahan kebutuhan anak-anak. Hal ini pula yang menyebabkan munculnya rasa cemas yang memengaruhi bagaimana mereka berhubungan satu sama lain.
Misalnya, seorang anak balita secara spontan melindungi mainan dan barang-barang mereka, dan belajar untuk menegaskan keinginannya, sehingga jika seorang adik mengambil mainan kakak, maka si kakak kemungkinan besar akan bereaksi agresif.
Anak-anak usia sekolah adakalanya belum memiliki konsep yang kuat mengenai keadilan dan kesetaraan, sehingga belum mengerti kenapa saudaranya di usia yang lebih kecil diperlakukan berbeda. Bahkan mereka merasa ada perlakuan istimewa terhadap satu anak.
Di sisi lain, pada anak usia remaja, mereka sedang mengembangkan rasa individualitas dan kemandirian. Mereka dapat merasa benci untuk membantu pekerjaan rumah tangga, mengurus adik-adik, atau bahkan ketika harus menghabiskan waktu bersama-sama keluarga.
Semua perbedaan ini dapat memengaruhi cara anak berinteraksi dengan saudaranya. Faktor lain yakni individual temperament. Dalam hal ini termasuk suasana hati, kemampuan beradaptasi dan kepribadian anak untuk memainkan peran besar dalam pergaulan.
Sebagai contoh, jika seorang anak memiliki karakter yang santai, sedangkan saudaranya memiliki karakter mudah marah atau sensitif, hal ini mungkin dapat menyebabkan pertengkaran saudara.
Kemudian, special needs atau sick kids yaitu anak berkebutuhan khusus atau memiliki masalah emosional memerlukan lebih banyak waktu orang tua. Hal ini membuat saudara-saudaranya melihatnya adanya perbedaan sikap orang tua, sehingga mereka melakukan beberapa perlakuan sebagai cara untuk mendapatkan perhatian yang sama.
Terakhir, ada role models yaitu cara orang tua mengatasi masalah dan pertengkaran memberikan contoh yang kuat pada anak- anak.
Ketika orang tua berkonflik dan memberikan contoh penyelesaian secara baik-baik dan tidak agresif, hal ini menjadi contoh yang akan ditiru anak-anak ketika mereka mengalami masalah satu sama lain.
Berikut tips menyikapi anak yang sedang bertengkar. Pertama, pisahkan anak-anak sampai mereka tenang. Jika orang tua ingin menasehati anak, tunggu sampai emosi mereda.
Kedua, jangan berusaha mencari siapa yang salah, tetapi ajarkan mereka bertanggung jawab untuk membuat sebuah ‘win-win situation’, agar setiap anak dapat memperoleh kesempatan yang sama.
Ketika mereka menginginkan mainan yang sama, mungkin sebagai gantinya dapat dilakukan permainan lain yang bisa dilakukan bersama.
Anak-anak yang sedang mengatasi pertengkaran, mereka juga belajar keteram pilan untuk menghargai perspektif orang lain, berkompromi, bernegosiasi, dan ba gaimana mengendalikan dorongan agresif.
Oleh karena itu, sikap bijaksana orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan karakter anak.
Catatan redaksi: Artikel diambil dari Bisnis Indonesia Minggu edisi 17 Mei 2015.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.