Sukarno dan Arsitek Silaban (Sumber gambar: arsitekturindonesia.org)

Kedekatan Sukarno dan Arsitek Silaban, Orang di Balik Master Plan Kawasan Medan Merdeka hingga Stadion Gelora Bung Karno

30 May 2022   |   16:15 WIB
Image
Dika Irawan Asisten Konten Manajer Hypeabis.id

Selepas merdeka, sebagai negara baru, Presiden Sukarno ingin Indonesia dikenal oleh dunia. Salah satu caranya dengan mendirikan bangunan-bangunan megah nan monumental. Untuk itulah, dia butuh orang yang dapat merealisasikan gagasannya tersebut. Jawabannya ada pada arsitek Friedrich Silaban.

Penulis buku biografi Friedrich Silaban Setiadi Sopandi mengatakan, Silaban adalah salah satu arsitek sentral di awal kemerdekaan. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, imbuhnya, arsitek-arsitek Belanda banyak berkiprah mendirikan bangunan-bangunan penting pada saat itu. 

Sedangkan pada awal kemerdekaan, saat Indonesia mulai menata dan membangun kotanya, figur Silaban tidak tertandingi hingga sekarang. 

Setiadi menambahkan nama Silaban begitu mendominasi pada masa itu. Berbagai proyek arsitektur diserahkan kepada Silaban. Mulai dari Monumen Nasional mesti tak terbangun sesuai rencana awal, Masjid Istiqlal, dan Bank Indonesia.  

“Di luar bangunan-bangunan tersebut ada Monumen Irian Barat bahkan Monumen Selamat Datang. Banyak sekali,” imbuhnya. 
 

Merancang Kawasan Medan Merdeka

Pada perjalanannya,Setiadi mengungkapkan Kawasan Medan Merdeka di Jakarta menjadi sasaran Sukarno terkait ambisinya tersebut. Dia hendak menyulap wajah kawasan tersebut. Dari kawasan yang lekat dengan Belanda ke kawasan bercirikan semangat nasionalisme.

Untuk merealisasikan gagasan itu direncanakanlah pembangunan tugu Monumen Nasional. Setelah digelar sayembara, Sukarno jatuh hati dengan rancangan Silaban. Namun, Sukarno tak sanggup mewujudkan gagasan itu. 

Penyebabnya, rancangan Monumen Nasional versi  Silaban begitu monumental sehingga membutuhkan biaya yang tak sedikit untuk membangunnya. Meski pada akhirnya bangunan itu berdiri setelah rancangannya disempurnakan oleh R.M. Soedarsono. 
 

Gedung Teater Nasional

Selain Monas, ternyata Silaban juga telah merancang master plan untuk kawasan Medan Merdeka itu lengkap dengan proyeksi bangunan-bangunan penting di sekitarnya. Satu di antaranya, Gedung Teater Nasional. Setiadi menuturkan Gedung Teater Nasional itu merupakan salah satu proyek arsitektur Silaban yang tidak terwujud. 

“Dahulu visi Sukarno ingin Indonesia seperti negara modern. Gedung Teater Nasional adalah kelengkapan negara modern,” tuturnya. 

Setiadi mengungkapkan, berdasarkan penelusuran arsip-arsip arsitektur Silaban yang dilakukan olehnya, lokasi Gedung Teater Nasional itu sekarang berada di kawasan Gedung Sapta Pesona, Kementerian Pariwisata. 

Fisik bangunan tersebut, imbuh Setiadi, cukup ikonik dan megah. Hal itu terlihat dari sketsa gedung yang dibuat oleh Silaban. Dia menduga pembangunan urung dilakukan karena proyek membutuhkan dana yang tak sedikit. Sebab gedung itu diproyeksikan menjadi gedung pertunjukan besar. 

“Akhirnya sampai sekarang Indonesia tidak punya gedung teater nasional berskala besar,” ujarnya.

Setiadi menilai visi Sukarno yang terlalu besar dan masa pemerintahannya terlalu singkat menjadi penyebab mimpi-mimpi tersebut tidak terwujud. “Namun untungnya dari sekian banyak yang gagal, karya arsitek Silaban berupa Masjid Istiqlal terbangun.”
 

Perdebatan Stadion GBK

Sejumlah pihak menganggap Silaban merupakan arsitek kesayangan Sukarno. Bahkan hingga kini belum ada presiden yang begitu dekat dengan arsitek seperti Silaban dan Sukarno. Kendati berlatar belakang arsitek, Sukarno juga tak segan meminta pendapat Silaban soal gagasan-gagasannya. Salah satunya soal pembangunan Stadion Gelora Bung Karno. 

Stadion itu tak lepas dari perdebatan sosok Sukarno dan Silaban. Sebelum menentukan lokasi di Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, awalnya GBK diproyeksikan berada di Kemayoran dan Dukuh Atas. 

Setiadi menuturkan ketika penentuan lokasi GBK terjadilah perdebatan antar Silaban dan Sukarno. Dia mengungkapkan pada awal perencanaan GBK, Silaban tidak dilibatkan. Sebab Uni Soviet juga telah mempersiapkan tenaga ahli dan rancangan bangunan stadion sendiri. Untuk rancangannya sendiri berkiblat pada Stadion Luzhniki di Moskow. 

Di tengah perjalanan, Sukarno mengajak Silaban untuk hadir dalam rapat pembahasan bangunan tersebut. Dalam rapat itu, Sukarno menginginkan GBK  berada di Dukuh Atas karena dekat dengan pusat kota. 

“Jadi dahulu rancangannya dua lokasi yang terpisah dengan jalan raya. Proposalnya sudah ada,” tuturnya. 

Namun, imbuh Setiadi, Sukarno meminta pendapat Silaban terkait usulannya tersebut. Dalam sebuah notulen rapat, Setiadi mengatakan, Silaban menanggapi hal tersebut dengan bahasa Inggris. 

“Merupakan hal yang patut disayangkan apabila Presiden menyetujui rencana ini [GBK di Dukuh Atas]. Mungkin [bila rencana ini terwujud] bukan tak mungkin anak cucu kita akan berkata bahwa kakek kami bodoh sekali membangun GBK di lahan yang dibelah jalan raya. Sebab macetnya luar biasa,” ujar Setiadi. 
1
2


SEBELUMNYA

Resep Mango Sago, Dessert Manis Cocok untuk Cuaca Panas

BERIKUTNYA

Akibat Persoalan Ini, Snoop Dogg Resmi Tunda Tur Eropa & Australia Sepanjang 2022

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: