Viral Lokasi KKN Desa Penari, Rowo Bayu Tempat Wisata yang Punya Sejarah
19 May 2022 |
12:39 WIB
Nama Rowo Bayu mencuat dalam perbincangan antara Menteri Erick Thohir dengan seseorang bernama Sudirman. Rawa yang terletak di Desa Bayu, Kecamatan Songon, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur itu dianggap sebagai lokasi asli cerita mistis yang diangkat menjadi film KKN di Desa Penari.
Sudirman yang merupakan penjaga Rowo Bayu memaparkan bahwa cerita Desa Penari berasal dari kisah enam mahasiswa dari Surabaya yang melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di wilayah tersebut pad 2008.
Namun terlepas dari kisah para mahasiswa yang mengalami peristiwa mistis hingga berujung kematian itu, simak fakta-fakta mengenai Rowo Bayu berikut ini yuk, Genhype.
Sudirman yang merupakan penjaga Rowo Bayu memaparkan bahwa cerita Desa Penari berasal dari kisah enam mahasiswa dari Surabaya yang melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di wilayah tersebut pad 2008.
Namun terlepas dari kisah para mahasiswa yang mengalami peristiwa mistis hingga berujung kematian itu, simak fakta-fakta mengenai Rowo Bayu berikut ini yuk, Genhype.
1. Lokasi wisata yang sejuk
Terletak di kawasan Hutan Petak 8, Dusun Sambung Rejo, Desa Bayu, Kecamatan Songgon, Banyuwangi, Jawa Timur, Rowo Bayu merupakan lokasi wisata untuk dikunjungi keluarga, kerabat, maupun rekan. Masuk ke lokasi ini pun gratis alias tidak dipungut biaya.
Berada di tengah hutan dengan ketinggian 800 meter di atas permukaan laut, udara dikawasan ini terbilang sangat sejuk. Rowo yang diartikan sebagai rawa itu memiliki diameter sekitar 50 meter dengan air berwarna hijau khas telaga. Beberapa waktu lalu, atau tepatnya 2020, air di rawa tersebut tampak kosong dan di sekitarnya tengah ada revitalisasi.
Walaupun ada kesan angker, namun yang pasti Rowo Bayu tampak asri dikelilingi pohon dan tanaman yang lebat. Terdapat pula jalan setapak di tepiannya yang dapat menghantarkan kamu ke beberapa lokasi yang dianggap sakral.
Saat ini, di Rowo Bayu sudah terdapat musala, toilet, warung, area parkir, hingga standar protokol kesehatan. Namun untuk ke Rowo Bayu, kamu masih perlu membawa kendaraan pribadi karena belum ada kendaraan umum seperti bus maupun angkot ke lokasi tersebut.
Berada di tengah hutan dengan ketinggian 800 meter di atas permukaan laut, udara dikawasan ini terbilang sangat sejuk. Rowo yang diartikan sebagai rawa itu memiliki diameter sekitar 50 meter dengan air berwarna hijau khas telaga. Beberapa waktu lalu, atau tepatnya 2020, air di rawa tersebut tampak kosong dan di sekitarnya tengah ada revitalisasi.
Walaupun ada kesan angker, namun yang pasti Rowo Bayu tampak asri dikelilingi pohon dan tanaman yang lebat. Terdapat pula jalan setapak di tepiannya yang dapat menghantarkan kamu ke beberapa lokasi yang dianggap sakral.
Saat ini, di Rowo Bayu sudah terdapat musala, toilet, warung, area parkir, hingga standar protokol kesehatan. Namun untuk ke Rowo Bayu, kamu masih perlu membawa kendaraan pribadi karena belum ada kendaraan umum seperti bus maupun angkot ke lokasi tersebut.
2. Live music hingga wahana wisata
Agar meminimalisir kesan angker, pengelola Rowo Bayu membuka kesempatan bagi siapa saja yang ingin menggelar acara di Rowo Bayu. Pengelola pun dalam akun Instagram rowobayu.id telah mendirikan Aula Wana untuk digunakan sebagai lokasi acara. Di aula tersebut juga sering dipakai untuk agenda live acoustic setiap Minggu.
Tidak hanya itu, sudah ada beragam fasilitas permainan untuk menunjang waktu berlibur kamu di Woro Bayu. Ada wahana seperti sepeda air, perahu, hingga berbagai permainan outbond.
Tidak hanya itu, sudah ada beragam fasilitas permainan untuk menunjang waktu berlibur kamu di Woro Bayu. Ada wahana seperti sepeda air, perahu, hingga berbagai permainan outbond.
3. Terdapat tiga sumber mata air
Di sekitar Rowo Bayu terdapat tiga sumber mata air, yakni Kaputren, Dewi Gangga, dan Kamulyaan yang airnya tidak pernah berhenti mengalir. Ketiga sumber mata air ini sangat disakralkan oleh penduduk sekitar.
Dipercaya, bagi mereka yang minum atau membasuk wajah dengan air di sumber Dewi Gangga dapat memperoleh keturunan yang cantik. Sementara sumber air pada sumber Kaputren dianggap dapat memberi keturunan yang baik.
Bagi mereka yang minum atau membasuh wajah di sumber Kamulyaan diyakini bisa memperbaiki kehidupan. Oleh karena itu, sumber mata air ini cukup ramai dikunjungi penduduk.
Dipercaya, bagi mereka yang minum atau membasuk wajah dengan air di sumber Dewi Gangga dapat memperoleh keturunan yang cantik. Sementara sumber air pada sumber Kaputren dianggap dapat memberi keturunan yang baik.
Bagi mereka yang minum atau membasuh wajah di sumber Kamulyaan diyakini bisa memperbaiki kehidupan. Oleh karena itu, sumber mata air ini cukup ramai dikunjungi penduduk.
4. Petilasan Prabu Tawang Alun
Menelusuri jalan setapak dan bertangga di sekitar Rowo Bayu, terdapat Batu Suci Petilasan Prabu Tawang Alun. Batu berbentuk seperti pura tersebut bukan area yang boleh dimasuki. Oleh karena itu pengurus setempat membuat pagar di tengahnya dan memasang tirai.
Prabu Tawang Alun merupakan Raja Blambangan pada 1770 Masehi. Warga setempat menyebut di lokasi itu Prabu Tawang Alun bersemedi merenungi kematian dua adiknya, yang berperang melawan dirinya. Di sana dia juga mendapat wangsit untuk menunggangi macan putih. Akhirnya dia mendirikan Kerajaan Macan Putih.
Prabu Tawang Alun merupakan Raja Blambangan pada 1770 Masehi. Warga setempat menyebut di lokasi itu Prabu Tawang Alun bersemedi merenungi kematian dua adiknya, yang berperang melawan dirinya. Di sana dia juga mendapat wangsit untuk menunggangi macan putih. Akhirnya dia mendirikan Kerajaan Macan Putih.
5. Jadi sejarah lahirnya Banyuwangi
Dari cerita masyarakat setempat, sekitar akhir 1771, terdapat pertempuran antara kerajaan Blambangan dengan Belanda di Rowo Bayu. Perang ini berujung pada kekalahan Belanda di tangan para adipati dan rakyat Blambangan.
Sayangnya, pimpinan pertempuran di kedua pihak kala itu, Pangeran Jagapati dan Komandan VOC Van Schaar harus gugur bersama tentara Belanda dan puluhan ribu prajurit serta rakyat Blambang.
Peristiwa yang terjadi pada 18 Desember 1771 itulah yang menjadi cikal bakal berdirinya Banyuwangi dan setiap tahun diperingati sebagai Hari Jadi Banyuwangi.
Untuk mengenang dan menghormati mereka yang bertempur dalam perang yang disebut Puputan Bayu serta para leluhur, dibuatlah Candi Puncak Agung Macan Putih. Candi itu berdiri kokoh hingga saat ini.
Sayangnya, pimpinan pertempuran di kedua pihak kala itu, Pangeran Jagapati dan Komandan VOC Van Schaar harus gugur bersama tentara Belanda dan puluhan ribu prajurit serta rakyat Blambang.
Peristiwa yang terjadi pada 18 Desember 1771 itulah yang menjadi cikal bakal berdirinya Banyuwangi dan setiap tahun diperingati sebagai Hari Jadi Banyuwangi.
Untuk mengenang dan menghormati mereka yang bertempur dalam perang yang disebut Puputan Bayu serta para leluhur, dibuatlah Candi Puncak Agung Macan Putih. Candi itu berdiri kokoh hingga saat ini.
Editor: Roni Yunianto
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.