Mengenal Aritmia pada Ibu Hamil & Cara Penanganannya
11 May 2022 |
13:18 WIB
Fase kehamilan kerap kali menimbulkan beragam masalah bagi calon ibu. Kaki bengkak atau diabetes mungkin yang paling umum, tetapi tidak sedikit juga wanita hamil mengalami aritmia. Aritmia adalah penyakit gangguan irama jantung dimana denyut jantung berdetak terlalu pelan, terlalu cepat, bahkan tidak teratur.
Spesialis Jantung dari Eka Hospital BSD dr. Igatius Yansen menerangkan kondisi tersebut terjadi karena saat hamil, terjadi perubahan fisiologi kardiovaskular yang menyebabkan volume plasma darah meningkat sampai 40 persen, terutama pada usia kehamilan 24 minggu.
Selain itu, peningkatan denyut jantung mencapai 30 persen akibat peningkatan aktivitas otonom dan adrenergik (kelompok obat). Hal ini akan meningkatkan aktifitas dan pompa jantung.
Peningkatan volume darah tersebut lantas menyebabkan peregangan dari otot jantung yang dapat meningkatkan kejadian aritmia pada pasien hamil.
"Pasien aritmia pada wanita hamil kadang mengalami beberapa keluhan, seperti berdebar akibat denyut jantung tambahan atau denyut jantung yang tinggi, pandangan gelap, pingsan hingga membutuhkan evaluasi lebih lanjut," ujar Yansen dalam keterangan resminya, dikutip Hypeabis.id, Rabu (11/5/2022).
Dia menegaskan bahwa sebagian besar dari aritmia yang dialami oleh wanita hamil adalah kelainan yang ringan tetapi tetap menjadi perhatian karena melibatkan keselamatan ibu dan janin.
Oleh karena itu, Yansen menilai wanita hamil perlu melakukan pemeriksaan aritmia. Dimulai dari proses tanya jawab hingga pemeriksaan detail, seperti pemeriksaan rekam jantung atau EKG, pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan holter 24 jam atau lebih, hingga ekokardiografi.
"Penting dalam pemeriksaan ini untuk menyingkirkan kondisi sistemik lainnya seperti anemia, hipertiroid dan infeksi. Pemeriksaan ekokardiografi untuk menyingkirkan adanya kelainan struktur jantung," jelas Yansen.
Apabila mengalami aritmia, ibu hamil perlu seksama dalam memilih terapi yang tepat. Sebab ada bagian obat anti aritmia yang dapat melewati plasenta dan bisa berbahaya untuk janin.
Adapun, ibu hamil bisa melakukan terapi dengan kateter ablasi. Ini adalah terapi minimal invasif dengan membuat akses dari lipat paha dan dengan beberapa kateter dilakukan pemetaan untuk mendapatkan fokus kelainan aritmia.
Setelah hal ini didapatkan maka dapat diberikan energi gelombang radio pada jantung untuk memperbaiki kondisi aritmia pasien sehingga tidak muncul lagi.
Kata Yansen, terapi kateter ablasi umumnya menggunakan bantuan fluoroskopi untuk membantu penempatan kateter di jantung. Terapi ini dapat menjadi pilihan bila pasien sangat bergejala dan tidak berhasil diterapi dengan obat atau pasien menolak minum obat dengan pertimbangan keselamatan janin.
"Dengan bantuan teknologi 3 dimensi kateter ablasi dapat dilakukan pada pasien wanita hamil dengan aritmia tanpa menggunakan radiasi sama sekali sehingga aman untuk ibu dan janin,” tutur Yansen.
Editor: Dika Irawan
Spesialis Jantung dari Eka Hospital BSD dr. Igatius Yansen menerangkan kondisi tersebut terjadi karena saat hamil, terjadi perubahan fisiologi kardiovaskular yang menyebabkan volume plasma darah meningkat sampai 40 persen, terutama pada usia kehamilan 24 minggu.
Selain itu, peningkatan denyut jantung mencapai 30 persen akibat peningkatan aktivitas otonom dan adrenergik (kelompok obat). Hal ini akan meningkatkan aktifitas dan pompa jantung.
Peningkatan volume darah tersebut lantas menyebabkan peregangan dari otot jantung yang dapat meningkatkan kejadian aritmia pada pasien hamil.
"Pasien aritmia pada wanita hamil kadang mengalami beberapa keluhan, seperti berdebar akibat denyut jantung tambahan atau denyut jantung yang tinggi, pandangan gelap, pingsan hingga membutuhkan evaluasi lebih lanjut," ujar Yansen dalam keterangan resminya, dikutip Hypeabis.id, Rabu (11/5/2022).
Dia menegaskan bahwa sebagian besar dari aritmia yang dialami oleh wanita hamil adalah kelainan yang ringan tetapi tetap menjadi perhatian karena melibatkan keselamatan ibu dan janin.
Oleh karena itu, Yansen menilai wanita hamil perlu melakukan pemeriksaan aritmia. Dimulai dari proses tanya jawab hingga pemeriksaan detail, seperti pemeriksaan rekam jantung atau EKG, pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan holter 24 jam atau lebih, hingga ekokardiografi.
"Penting dalam pemeriksaan ini untuk menyingkirkan kondisi sistemik lainnya seperti anemia, hipertiroid dan infeksi. Pemeriksaan ekokardiografi untuk menyingkirkan adanya kelainan struktur jantung," jelas Yansen.
Apabila mengalami aritmia, ibu hamil perlu seksama dalam memilih terapi yang tepat. Sebab ada bagian obat anti aritmia yang dapat melewati plasenta dan bisa berbahaya untuk janin.
Adapun, ibu hamil bisa melakukan terapi dengan kateter ablasi. Ini adalah terapi minimal invasif dengan membuat akses dari lipat paha dan dengan beberapa kateter dilakukan pemetaan untuk mendapatkan fokus kelainan aritmia.
Setelah hal ini didapatkan maka dapat diberikan energi gelombang radio pada jantung untuk memperbaiki kondisi aritmia pasien sehingga tidak muncul lagi.
Kata Yansen, terapi kateter ablasi umumnya menggunakan bantuan fluoroskopi untuk membantu penempatan kateter di jantung. Terapi ini dapat menjadi pilihan bila pasien sangat bergejala dan tidak berhasil diterapi dengan obat atau pasien menolak minum obat dengan pertimbangan keselamatan janin.
"Dengan bantuan teknologi 3 dimensi kateter ablasi dapat dilakukan pada pasien wanita hamil dengan aritmia tanpa menggunakan radiasi sama sekali sehingga aman untuk ibu dan janin,” tutur Yansen.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.