Kenali 3 Faktor Risiko Gangguan Paru-paru pada Mantan Pasien Covid-19
18 March 2022 |
18:01 WIB
Risiko gangguan kesehatan paru-paru bisa terjadi pada pasien Covid-19. Hal inilah yang menyebabkan sejumlah pasien mengalami gejala berkepanjangan setelah dinyatakan negatif. Risiko long Covid-19 ini bisa menetap selama 4-12 minggu setelah terinfeksi virus tersebut.
Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan RS Pondok Indah Amira Anwar menerangkan ada tiga faktor yang memengaruhi risiko kerusakan paru pada pasien post Covid-19.
Pertama, tingkat keparahan penyakit. "Apakah pasien mengalami gejala ringan, sedang, atau berat ketika terinfeksi COVID-19. Pasien dengan gejala ringan cenderung lebih jarang memiliki cedera atau parut yang bertahan lama di jaringan paru," ujarnya, Jumat (18/3/2022).
Kedua, kondisi kesehatan. Pasien yang memiliki penyakit komorbid seperti penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) atau penyakit jantung dapat meningkatkan risiko penyakit bertambah parah.
Orang yang berusia lanjut juga lebih rentan mengalami kasus Covid-19 yang parah. Hal ini terkait dengan jaringan paru yang sudah mengalami penuaan (degeneratif) sehingga kondisinya lebih tidak fleksibel jika dibandingkan dengan jaringan paru pada seseorang yang berusia lebih muda.
Ketiga, tindakan pengobatan. Pemulihan pasien dan kesehatan paru-paru jangka panjang akan bergantung pada jenis perawatan apa yang mereka dapatkan, dan seberapa cepat pengobatan dilakukan. "Pada pasien dengan gejala berat, perawatan yang tepat selama di rumah sakit dapat meminimalkan kerusakan paru-paru," ujarnya.
Selain itu, ada 6 kelompok yang rentan terhadap post Covid-19 syndrome, yaitu jenis kelamin perempuan, usia di atas 50 tahun, memiliki lebih dari lima gejala ketika terinfeksi, etnis kulit putih, mempunyai komorbid, dan obesitas.
Pasien dengan sindrom pernapasan post Covid-19 ini biasanya akan diberikan dua jenis terapi, antara lain terapi farmakologis (obat-obatan). "Pasien diobati sesuai gejala untuk mengurangi batuk dan sesak, serta diberikan vitamin," imbuhnya.
Terapi lainnya yakni non-farmakologis, seperti rehabilitasi paru (fisioterapi), terapi oksigen, psikoterapi, olahraga sesuai kemampuan, dan nutrisi. Oleh karenanya, pasien sangat disarankan untuk berkonsultasi ke dokter dan melakukan evaluasi pada satu, tiga, dan enam bulan selepas dinyatakan sembuh dari Covid-19.
Sementara itu, Amira menyebut ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko kerusakan paru-paru, berikut diantaranya.
Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan RS Pondok Indah Amira Anwar menerangkan ada tiga faktor yang memengaruhi risiko kerusakan paru pada pasien post Covid-19.
Pertama, tingkat keparahan penyakit. "Apakah pasien mengalami gejala ringan, sedang, atau berat ketika terinfeksi COVID-19. Pasien dengan gejala ringan cenderung lebih jarang memiliki cedera atau parut yang bertahan lama di jaringan paru," ujarnya, Jumat (18/3/2022).
Kedua, kondisi kesehatan. Pasien yang memiliki penyakit komorbid seperti penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) atau penyakit jantung dapat meningkatkan risiko penyakit bertambah parah.
Orang yang berusia lanjut juga lebih rentan mengalami kasus Covid-19 yang parah. Hal ini terkait dengan jaringan paru yang sudah mengalami penuaan (degeneratif) sehingga kondisinya lebih tidak fleksibel jika dibandingkan dengan jaringan paru pada seseorang yang berusia lebih muda.
Ketiga, tindakan pengobatan. Pemulihan pasien dan kesehatan paru-paru jangka panjang akan bergantung pada jenis perawatan apa yang mereka dapatkan, dan seberapa cepat pengobatan dilakukan. "Pada pasien dengan gejala berat, perawatan yang tepat selama di rumah sakit dapat meminimalkan kerusakan paru-paru," ujarnya.
Selain itu, ada 6 kelompok yang rentan terhadap post Covid-19 syndrome, yaitu jenis kelamin perempuan, usia di atas 50 tahun, memiliki lebih dari lima gejala ketika terinfeksi, etnis kulit putih, mempunyai komorbid, dan obesitas.
Pasien dengan sindrom pernapasan post Covid-19 ini biasanya akan diberikan dua jenis terapi, antara lain terapi farmakologis (obat-obatan). "Pasien diobati sesuai gejala untuk mengurangi batuk dan sesak, serta diberikan vitamin," imbuhnya.
Terapi lainnya yakni non-farmakologis, seperti rehabilitasi paru (fisioterapi), terapi oksigen, psikoterapi, olahraga sesuai kemampuan, dan nutrisi. Oleh karenanya, pasien sangat disarankan untuk berkonsultasi ke dokter dan melakukan evaluasi pada satu, tiga, dan enam bulan selepas dinyatakan sembuh dari Covid-19.
Sementara itu, Amira menyebut ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko kerusakan paru-paru, berikut diantaranya.
1. Hindari kemungkinan terpapar virus dengan menerapkan 5M,
Hal ini yakni menjaga kebersihan tangan, menggunakan masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas, apalagi jika kamu memiliki penyakit komorbid. Seseorang dengan komorbid sebaiknya sebisa mungkin mengelola dengan baik masalah kesehatannya. Jaga kadar gula darah agar tetap terkontrol, rutin meminum obat apabila ada masalah jantung, dan lain sebagainya.
2. Jalani gaya hidup sehat dengan pola makan tepat dan konsumsi air yang cukup.
Tetap konsumsi makanan bergizi seimbang untuk menjaga kesehatan tubuh dan imunitas secara keseluruhan. Hidrasi yang tepat dapat mempertahankan volume darah dan selaput lendir yang sehat dalam sistem pernapasan. "Hal ini dapat membantu tubuh melawan infeksi dan kerusakan jaringan dengan lebih baik," tegas Almira.
3. Hindari merokok dan asapnya
Rokok, rokok elektrik, atau paparan terhadap asap rokok dan polusi udara dapat memperburuk kondisi paru. Untuk itu jika kamu perokok, sebaiknya segera berhenti. Jangan lupa, lakukan vaksinasi Covid-19 dan lengkapi hingga booster-nya, untuk memperkuat imunitas.
Editor: Fajar Sidik
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.