Viral ART Aniaya Anak Asuh, KPAI Sebut Perlu Ada UU ART
18 March 2022 |
14:41 WIB
Banyak orang tua yang memilih untuk menggunakan jasa pengasuh anak di tengah kesibukan yang padat, tetapi memilih kandidat pengasuh anak perlu dilakukan dengan cermat. Jika tidak, hal itu justru bisa membahayakan keselamatan si kecil.
Seperti yang terjadi dalam unggahan video CCTV di Twitter oleh pemilik akun @Yaseeeh. Dalam video tersebut, terlihat dua orang asisten rumah tangga (ART) menganiaya anak majikannya. Dalam video pertama, ART itu terlihat menampar seorang anak perempuan yang menangis di pelukannya.
Alih-alih menenangkan si anak, ART itu justru mencubit dan menjewer telinga anak itu. Masih dalam tempat yang sama, terlihat ART lainnya sedang menyuapi seorang balita perempuan di stroller. Karena sang anak susah makan, ART itu pun terlihat kesal dan berbuat kasar terhadap balita itu hingga menangis.
Dia lalu menyumpal balita itu dengan tisu. ART satunya pun ikut mencubit bagian lengan balita tersebut. Tak lama, balita yang masih menangis itu didorong di atas stroller, lalu ditarik dan dipaksa untuk berjalan oleh ART tersebut.
Diketahui, kejadian tersebut terjadi di sebuah komplek perumahan di Cengkareng, Jakarta Barat. Sampai artikel ini ditulis, aparat kepolisian setempat telah menangkap salah seorang ART tersebut, sementara satu ART lainnya masih dalam pengejaran lantaran melarikan diri.
Menanggapi kejadian ini, Kadivwasmonev Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra, mengatakan fenomena menyerahkan anak kepada pihak lain memang kerap terjadi pada orang tua dengan berbagai alasan, terutama karena alasan bekerja.
Meski begitu, kata Jasra, para orang tua kerap luput memperhatikan bahwa seorang pengasuh anak bukan hanya harus bisa menjaga anak, tetapi juga penting untuk memiliki kecakapan lain yakni keterampilan mengasuh dan manajemen rumah tangga.
Menurut Jasara, kejadian yang terjadi di Cengkareng tersebut menandakan pentingnya pola perekrutan ART, sehingga jaminan menjadi ART perlu mendapat perhatian pemerintah seperti pemerintah daerah dan kementerian terkait.
Hal ini menjadi penting, lanjutnya, karena terkait banyak hal dan konsekuensi di mana setelah penanggung jawab utama melepaskan anak. Selain itu, anak juga tidak bisa membela dirinya sendiri, serta belum ada jaminan hukum terhadap profesi ART.
“Sehingga bila terjadi kekerasan kepada tiga anak yang dialami di keluarga Cengkareng, jaminan hukum buat keluarga dan ART akan sangat lemah,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (18/3/2022).
(Baca juga: Mom’s, Kenali 4 Pola Asuh dan Dampaknya Bagi Pertumbuhan Anak)
Jasra juga menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia sendiri belum mengakomodir perkembangan cara mengasuh anak. Dengan beberapa pertimbangan seperti kondisi keluarga, luasnya tempat tinggal, serta penghasilan dan lingkungan di sekitar anak, sangat penting jika Indonesia memiliki regulasi yang memayungi berbagai cara mengasuh anak, agar anak-anak seperti yang kasus terjadi di Cengkareng itu dapat terselamatkan.
Selain itu, lanjut Jasra, himpunan organisasi ART juga pernah mengusulkan RUU ART. Hal ini dibuat agar profesi ini mendapat pengakuan hukum, jaminan hukum, perlindungan profesi dan etika bekerja sebagai ART.
“Karena belum ada standar, saya khawatir kekerasan terus terjadi. Bagi saya sangat penting diatur, kenapa? Karena mengasuh adalah pekerjaan yang tidak mengenal waktu, ibaratnya bisa lebih dari 24 jam,” ujarnya.
Ditambah, kata Jasra, profesi ART yang lebih banyak adalah menjaga anak, sehingga mereka dituntut menjadi pengasuh pengganti, yang dalam Undang Undang Perlindungan Anak mereka disebut pengganti orang tua, yang harus bisa menjalankan amanah selayak orang tuanya.
“Hal ini yang belum pernah terstandarisasi. Kita berharap Indonesia segera memiliki UU Pengasuhan Anak dan UU ART, agar fenomena kekerasan anak dalam rumah tangga dapat dikurangi,” terangnya.
Editor: Nirmala Aninda
Seperti yang terjadi dalam unggahan video CCTV di Twitter oleh pemilik akun @Yaseeeh. Dalam video tersebut, terlihat dua orang asisten rumah tangga (ART) menganiaya anak majikannya. Dalam video pertama, ART itu terlihat menampar seorang anak perempuan yang menangis di pelukannya.
Alih-alih menenangkan si anak, ART itu justru mencubit dan menjewer telinga anak itu. Masih dalam tempat yang sama, terlihat ART lainnya sedang menyuapi seorang balita perempuan di stroller. Karena sang anak susah makan, ART itu pun terlihat kesal dan berbuat kasar terhadap balita itu hingga menangis.
Dia lalu menyumpal balita itu dengan tisu. ART satunya pun ikut mencubit bagian lengan balita tersebut. Tak lama, balita yang masih menangis itu didorong di atas stroller, lalu ditarik dan dipaksa untuk berjalan oleh ART tersebut.
Diketahui, kejadian tersebut terjadi di sebuah komplek perumahan di Cengkareng, Jakarta Barat. Sampai artikel ini ditulis, aparat kepolisian setempat telah menangkap salah seorang ART tersebut, sementara satu ART lainnya masih dalam pengejaran lantaran melarikan diri.
sinting sih ini, dipukul anaknya masih meluk mbaknya + adeknya dijejelin tisu ditarik dicubit gila pic.twitter.com/0hO9WiIQsj
— Yasarah (@Yaseeeh) March 17, 2022
Menanggapi kejadian ini, Kadivwasmonev Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra, mengatakan fenomena menyerahkan anak kepada pihak lain memang kerap terjadi pada orang tua dengan berbagai alasan, terutama karena alasan bekerja.
Meski begitu, kata Jasra, para orang tua kerap luput memperhatikan bahwa seorang pengasuh anak bukan hanya harus bisa menjaga anak, tetapi juga penting untuk memiliki kecakapan lain yakni keterampilan mengasuh dan manajemen rumah tangga.
Menurut Jasara, kejadian yang terjadi di Cengkareng tersebut menandakan pentingnya pola perekrutan ART, sehingga jaminan menjadi ART perlu mendapat perhatian pemerintah seperti pemerintah daerah dan kementerian terkait.
Hal ini menjadi penting, lanjutnya, karena terkait banyak hal dan konsekuensi di mana setelah penanggung jawab utama melepaskan anak. Selain itu, anak juga tidak bisa membela dirinya sendiri, serta belum ada jaminan hukum terhadap profesi ART.
“Sehingga bila terjadi kekerasan kepada tiga anak yang dialami di keluarga Cengkareng, jaminan hukum buat keluarga dan ART akan sangat lemah,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (18/3/2022).
(Baca juga: Mom’s, Kenali 4 Pola Asuh dan Dampaknya Bagi Pertumbuhan Anak)
Jasra juga menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia sendiri belum mengakomodir perkembangan cara mengasuh anak. Dengan beberapa pertimbangan seperti kondisi keluarga, luasnya tempat tinggal, serta penghasilan dan lingkungan di sekitar anak, sangat penting jika Indonesia memiliki regulasi yang memayungi berbagai cara mengasuh anak, agar anak-anak seperti yang kasus terjadi di Cengkareng itu dapat terselamatkan.
Selain itu, lanjut Jasra, himpunan organisasi ART juga pernah mengusulkan RUU ART. Hal ini dibuat agar profesi ini mendapat pengakuan hukum, jaminan hukum, perlindungan profesi dan etika bekerja sebagai ART.
“Karena belum ada standar, saya khawatir kekerasan terus terjadi. Bagi saya sangat penting diatur, kenapa? Karena mengasuh adalah pekerjaan yang tidak mengenal waktu, ibaratnya bisa lebih dari 24 jam,” ujarnya.
Ditambah, kata Jasra, profesi ART yang lebih banyak adalah menjaga anak, sehingga mereka dituntut menjadi pengasuh pengganti, yang dalam Undang Undang Perlindungan Anak mereka disebut pengganti orang tua, yang harus bisa menjalankan amanah selayak orang tuanya.
“Hal ini yang belum pernah terstandarisasi. Kita berharap Indonesia segera memiliki UU Pengasuhan Anak dan UU ART, agar fenomena kekerasan anak dalam rumah tangga dapat dikurangi,” terangnya.
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.