Sumber gambar: Kita Hebat

Kita Hebat, Olah Sampah Pangan dengan Berdayakan Kaum Marjin

19 January 2022   |   22:12 WIB
Image
Dewi Andriani Jurnalis Hypeabis.id

Banyak pelaku usaha yang saat ini menjalankan bisnis bukan hanya sekedar untuk mencari keuntungan, tetapi bagaimana agar usaha yang dijalankan bisa memberikan manfaat bagi masyarakat dan juga lingkungan sekitar.

Secara umum ada dua konsep entrepreneur yang sama-sama memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat yaitu ecopreneur dan sociopreneur. Namun, seorang ecopreneur biasanya lebih berfokus pada lingkungan sedangkan sociopreneur memberi fokus lebih kepada masyarakat atau manusianya.

Salah satu pelaku usaha ecopreneur yang  mampu mengembangkan bisnisnya dengan mengolah sampah pangan sekaligus menciptakan kehidupan yang lebih sehat di lingkungan sekitarnya adalah Kita Hebat.

Dalam pengembangan bisnisnya, Kita Hebat berfokus pada gerakan pengolahan sampah makanan menjadi produk ramah lingkungan. Misalnya saja dengan mengolah sisa sayuran menjadi sanitizer dan pembersih cair organik.

Selain itu, mereka juga dapat mengolah sisa minyak jelantah menjadi sabun batang organik, serta kotoran hewan yang diolah menjadi kompos. Semua produk tersebut dikemas dengan baik sehingga lebih menarik untuk kemudian dipasarkan baik secara langsung maupun melalui digital marketing.

“Saat ini kami banyak memasarkan melalui marketplace dan media sosial, rata-rata penjualan bisa mencapai Rp20 juta hingga Rp30 juta sebulan,” ujarnya.

Menariknya, dalam proses pengolahan tersebut, bisnis yang dikembangkan oleh Sukendro Saputro ini juga memberdayakan para remaja putri, remaja berkebutuhan khusus dan keluarga berpenghasilan rendah sehingga dapat ikut menciptakan lapangan pekerjaan bagi kelompok marginal.

Sukendro Saputro mengatakan bahwa pihaknya akan terus berkomitmen mensosialisasikan gerakan zero food waste kepada masyarakat luas dengan memberikan pelatihan kepada beberapa komunitas, sekolah, maupun usaha rumahan.

Sukendro menceritakan, mulanya Kita Hebat mengolah sampah-sampah anorganik seperti kertas, botol, karton dan sebagainya pada 2011.

Namun ternyata mereka sulit bersaing dengan pabrik-pabrik besar karena menggunakan mesin industri sedangkan mereka hanya memakai alat tradisional. Selain itu pendapatannya juga tidak kontinu karena pembelian tidak terus menerus.

“Akhirnya kami berpikir untuk mengolah sampah-sampah organik pada 2016, ternyata tanggapan pasar cukup baik, maka kami fokus di sini. Untuk packagingnya kami menggunakan kertas dan plastik daur ulang, sebisa mungkin material yang kami pakai tidak merusak lingkungan,” ujarnya.

Namun, memang dalam mengembangkan produk daur ulang ini masih ada kendala yang kerap dihadapi, terutama dalam hal standardisasi bahan baku. Hal ini yang kemudian membuat mereka sulit mendapatkan sertifikasi dari BPOM.

“Kami cukup kesulitan untuk mengurus legalitas dan sertifikasi karena sulit untuk membuat standardisasi bahan-bahan daur ulang. Bisa jadi juga karena teknologi pangan kami masih kuno karena teknologi yang canggih itu mesinnya bisa menjadi ratusan juta. Sayangnya, kami juga sulit mendapatkan bantuan dari pemerintah, termasuk pendanaan dari perbankan. Padahal bisnis yang kami kembangkan ini membantu program pemerintah untuk lingkungan dan sosial,” ujar pria yang berdomisili di Medan, Sumatera Utara ini. 


Editor: Gita

SEBELUMNYA

Youtuber Arief Muhammad muncul Dengan Gebrakan Baru Lewat ArMuh Podcast

BERIKUTNYA

Jerawood, Jam Tangan Premium Dari Limbah Kayu

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: