Menikmati Tandoori Chai, Teh Bakar India Kaya Rempah
18 January 2022 |
10:00 WIB
Sepanjang Jalan Prof Ali Hasyimi, Kecamatan Ule Kareng, Banda Aceh, menjelma menjadi kawasan bisnis setidaknya dalam 5 tahun. Salah satu yang berkembang adalah bisnis kuliner dengan makin banyaknya kafe dan restoran dengan beraneka ragam budaya kuliner yang dijajakan.
Pada Sabtu, 8 Januari 2022, saat menyusuri Jalan Prof Ali Hasyimi dari Jembatan Pango menuju Simpang BPKP, penulis bersama seorang sahabat, Bilal Faranov menemui kafe yang cuukup unik, Indian Coffee House Aceh. Seperti namanya, kafe satu ini berasal dari Negeri Bollywood. Tersusun rapi beberapa meja dan kursi di bagian depan kafe satu pintu itu.
Aroma kebab menembus indra penciuman. Tentu itu jadi penggugah selera ketika memilih tempat duduk bersebelahan dengan burner kebab. Deretan sajian dalam daftar menu begitu menggiurkan, setelah beberapa menit dibingungkan dengan menu yang asing, penulis dan Bilal akhirnya memesan nasi mandi ayam, roti paratha, dan teh tandoori chai.
Dua waiters muda tampak menyiapkan pesanan. Sembari menunggu pesanan, terkesima pada puluhan foto di bagian dinding kafe. Foto-foto tersebut memiliki ceritanya tersendiri, ada foto tokoh India ada juga foto ulama Aceh. Bagian dinding belakang meja bar ada logo besar bertuliskan 'Indian Coffee House Aceh' dengan font mahabharata.
Dari arah pintu masuk, muncul seorang pria, mengenakan kemeja kotak-kotak kecil, celana chinos panjang dan brewokan, mirip artis Bollywood. Pria itu, Abdussamad, Owner Indian Coffee House Aceh. Samad merupakan muslim yang berasal dari Malabar, India. Sebuah wilayah di India Selatan yang terbentang antara Ghats Barat dan Laut Arab, meliputi pesisir Maharashtra, Goa, Karnataka, dan Kerala.
Sudah 8 tahun Samad tinggal di Aceh. Dia menikah dengan salah seorang gadis Aceh keturunan Gayo, bernama Balqis. Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh menjadi saksi kisah cinta dua insan berbeda negara ini. Berawal saat menanyakan alamat, hingga berakhir di akad. Bersama Balqis, Samad merintis bisnis khas India di Aceh.
"Orang Malabar, India merupakan orang bisnis. Jadi dimanapun mereka menetap, pasti mereka akan berbisnis," ucap Samad kepada penulis, Sabtu, 8 Januari 2022. Samad meluangkan waktu, duduk semeja mengobrol.
Samad pernah mencoba peluang bisnis di Negeri Jiran, Malaysia. Tapi, kata Samad, warga Malaysia sedikit keras dan kurang ramah bagi pendatang. Lalu Samad pindah ke Jakarta dan bekerja di pabrik ekspor kertas A4. Sebelum akhirnya berlabuh ke Aceh dengan niat awal hanya liburan bukan bisnis, apalagi sampai bertemu dengan pujaan hati.
Samad yang memiliki darah bisnis dari keluarganya di Malabar, India, mengawali bisnis di Aceh pada tahun 2016 sebelum menikah. Bisnis khas India, kata Samad, saat itu belum ada di Banda Aceh. Padahal di Aceh banyak keturunan India dan Arab. Citarasa lidah masyarakat Aceh juga tidak jauh beda dengan India.
"Pertama aku buka usaha di Pante Raya. Di sana bisnis saya gagal, lalu tutup. Kemudian kali kedua pakai gerobak di Batoh, gagal juga. Setelah dua kali gagal. Dua tahun lalu, saya baru buka bisnis di sini," kata Samad yang sudah melalang buana ke sejumlah negara ini. Dia fasih berbahasa Indonesia.
Beberapa bulan buka bisnis di kawasan tersebut, pagebluk Covid-19 menghantam habis-habisan bisnisnya. Pemberlakuan jam malam hingga pembatasan sosial, membuat warungnya sepi. Penghasilan pun menurun drastis. Padahal, seandainya tidak ada Covid-19, Samad sudah mendapatkan suntikan dana untuk scale up bisnis dari keluarga di Malabar.
Obrolan sempat terhenti beberapa saat, ketika seporsi besar nasi mandhi ayam, roti paratha dan dua cangkir tandoori chai dihidangkan di hadapan. Minuman satu ini disajikan extremely hot dalam cangkir tanah liat (Clay Mug), menghasilkan teh yang berbusa. Proses pembuatan tandoori chai cukup unik, setelah dimasak, kemudian di bakar lagi, menambah nilai khasnya karena menggunakan wajan dan panci dari tanah liat.
Tandoori chai terbuat dari racikan teh susu yang dicampur berbagai rempah aromatic yang dipesan langsung dari India, memiliki lima macam campuran bubuk rahasia resep keluarga, termasuk jahe, sedikit susu segar dan gula. Racikan ini dikenal dengan nama masala chai. Di India, masala chai adalah minuman khas yang tak bisa lepas dari tradisi kuliner India.
"Teh tandoori chai kami pertama di Aceh dan saya sangat yakin pertama di Indonesia. Banyak warga Aceh yang penasaran dengan teh bakar ini. Ini bagus bagi kesehatan terutama untuk lambung. Coba saja. Angin keluar dari tubuh,” tutur Samad melanjutkan obrolan.
Untuk diketahui, di India, teh merupakan minuman musim panas. Sementara kopi diseruput pada musim dingin.
Ada beberapa menu rekomendasi di Indian Coffee, nasi mandi ayam khas timur tengah, rasanya sedikit asam, bahrain bukhari rasanya hampir sama seperti nasi uduk. Kemudian, beef briyani, subhanallah mashaallah, kwait kakookah, qatar majbus dengan sedikit rasa lemon asam dan saudi kabsa. Sementara yang best seller paratha, tandoori chai dan teh sulaimani.
Samad mengatakan ada pengalaman menarik sejak dia membuka bisnis kuliner khas negara berjuluk Teardrop itu. Pernah suatu waktu warungnya dikunjungi orang Aceh yang pernah kuliah di Aligarh Moslem University, sebuah universitas tertua di Asia Selatan.
"Mereka datang ke sini, berbicara dengan saya. Jumlah mereka di Banda Aceh, kalau tidak salah ada sekitar 20 orang. Mereka menguasai banyak bahasa India, ketimbang saya," kata Samad sembari tersenyum.
Bilal, sahabat penulis, setelah mencicipi menu Indian Coffee House Aceh, mengatakan lidahnya sangat cocok dengan tiga menu yang dipesan. Pertama, roti paratha, makanan satu ini sangat renyah dan gurih, dicocol pakai saus. Kedua, nasi mandhi ayam, yang merupakan salah satu olahan nasi basmati khas Timur Tengah yang sangat populer. Sangat cocok untuk pelanggan yang datang dengan keluarga, tekstur ayamnya pun juicy dan tingkat kematangan nasi pas.
"Paling unik tandoori chai, minuman yang memiliki rasa hampir sama seperti teh tarik, namun lebih kaya akan rempah-rempah, terutama jahe," tutup Bilal.
Editor: Fajar Sidik
Pada Sabtu, 8 Januari 2022, saat menyusuri Jalan Prof Ali Hasyimi dari Jembatan Pango menuju Simpang BPKP, penulis bersama seorang sahabat, Bilal Faranov menemui kafe yang cuukup unik, Indian Coffee House Aceh. Seperti namanya, kafe satu ini berasal dari Negeri Bollywood. Tersusun rapi beberapa meja dan kursi di bagian depan kafe satu pintu itu.
Aroma kebab menembus indra penciuman. Tentu itu jadi penggugah selera ketika memilih tempat duduk bersebelahan dengan burner kebab. Deretan sajian dalam daftar menu begitu menggiurkan, setelah beberapa menit dibingungkan dengan menu yang asing, penulis dan Bilal akhirnya memesan nasi mandi ayam, roti paratha, dan teh tandoori chai.
Dua waiters muda tampak menyiapkan pesanan. Sembari menunggu pesanan, terkesima pada puluhan foto di bagian dinding kafe. Foto-foto tersebut memiliki ceritanya tersendiri, ada foto tokoh India ada juga foto ulama Aceh. Bagian dinding belakang meja bar ada logo besar bertuliskan 'Indian Coffee House Aceh' dengan font mahabharata.
Dari arah pintu masuk, muncul seorang pria, mengenakan kemeja kotak-kotak kecil, celana chinos panjang dan brewokan, mirip artis Bollywood. Pria itu, Abdussamad, Owner Indian Coffee House Aceh. Samad merupakan muslim yang berasal dari Malabar, India. Sebuah wilayah di India Selatan yang terbentang antara Ghats Barat dan Laut Arab, meliputi pesisir Maharashtra, Goa, Karnataka, dan Kerala.
Sudah 8 tahun Samad tinggal di Aceh. Dia menikah dengan salah seorang gadis Aceh keturunan Gayo, bernama Balqis. Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh menjadi saksi kisah cinta dua insan berbeda negara ini. Berawal saat menanyakan alamat, hingga berakhir di akad. Bersama Balqis, Samad merintis bisnis khas India di Aceh.
"Orang Malabar, India merupakan orang bisnis. Jadi dimanapun mereka menetap, pasti mereka akan berbisnis," ucap Samad kepada penulis, Sabtu, 8 Januari 2022. Samad meluangkan waktu, duduk semeja mengobrol.
Samad pernah mencoba peluang bisnis di Negeri Jiran, Malaysia. Tapi, kata Samad, warga Malaysia sedikit keras dan kurang ramah bagi pendatang. Lalu Samad pindah ke Jakarta dan bekerja di pabrik ekspor kertas A4. Sebelum akhirnya berlabuh ke Aceh dengan niat awal hanya liburan bukan bisnis, apalagi sampai bertemu dengan pujaan hati.
Samad yang memiliki darah bisnis dari keluarganya di Malabar, India, mengawali bisnis di Aceh pada tahun 2016 sebelum menikah. Bisnis khas India, kata Samad, saat itu belum ada di Banda Aceh. Padahal di Aceh banyak keturunan India dan Arab. Citarasa lidah masyarakat Aceh juga tidak jauh beda dengan India.
"Pertama aku buka usaha di Pante Raya. Di sana bisnis saya gagal, lalu tutup. Kemudian kali kedua pakai gerobak di Batoh, gagal juga. Setelah dua kali gagal. Dua tahun lalu, saya baru buka bisnis di sini," kata Samad yang sudah melalang buana ke sejumlah negara ini. Dia fasih berbahasa Indonesia.
Beberapa bulan buka bisnis di kawasan tersebut, pagebluk Covid-19 menghantam habis-habisan bisnisnya. Pemberlakuan jam malam hingga pembatasan sosial, membuat warungnya sepi. Penghasilan pun menurun drastis. Padahal, seandainya tidak ada Covid-19, Samad sudah mendapatkan suntikan dana untuk scale up bisnis dari keluarga di Malabar.
Obrolan sempat terhenti beberapa saat, ketika seporsi besar nasi mandhi ayam, roti paratha dan dua cangkir tandoori chai dihidangkan di hadapan. Minuman satu ini disajikan extremely hot dalam cangkir tanah liat (Clay Mug), menghasilkan teh yang berbusa. Proses pembuatan tandoori chai cukup unik, setelah dimasak, kemudian di bakar lagi, menambah nilai khasnya karena menggunakan wajan dan panci dari tanah liat.
Tandoori chai terbuat dari racikan teh susu yang dicampur berbagai rempah aromatic yang dipesan langsung dari India, memiliki lima macam campuran bubuk rahasia resep keluarga, termasuk jahe, sedikit susu segar dan gula. Racikan ini dikenal dengan nama masala chai. Di India, masala chai adalah minuman khas yang tak bisa lepas dari tradisi kuliner India.
"Teh tandoori chai kami pertama di Aceh dan saya sangat yakin pertama di Indonesia. Banyak warga Aceh yang penasaran dengan teh bakar ini. Ini bagus bagi kesehatan terutama untuk lambung. Coba saja. Angin keluar dari tubuh,” tutur Samad melanjutkan obrolan.
Untuk diketahui, di India, teh merupakan minuman musim panas. Sementara kopi diseruput pada musim dingin.
Ada beberapa menu rekomendasi di Indian Coffee, nasi mandi ayam khas timur tengah, rasanya sedikit asam, bahrain bukhari rasanya hampir sama seperti nasi uduk. Kemudian, beef briyani, subhanallah mashaallah, kwait kakookah, qatar majbus dengan sedikit rasa lemon asam dan saudi kabsa. Sementara yang best seller paratha, tandoori chai dan teh sulaimani.
Samad mengatakan ada pengalaman menarik sejak dia membuka bisnis kuliner khas negara berjuluk Teardrop itu. Pernah suatu waktu warungnya dikunjungi orang Aceh yang pernah kuliah di Aligarh Moslem University, sebuah universitas tertua di Asia Selatan.
"Mereka datang ke sini, berbicara dengan saya. Jumlah mereka di Banda Aceh, kalau tidak salah ada sekitar 20 orang. Mereka menguasai banyak bahasa India, ketimbang saya," kata Samad sembari tersenyum.
Bilal, sahabat penulis, setelah mencicipi menu Indian Coffee House Aceh, mengatakan lidahnya sangat cocok dengan tiga menu yang dipesan. Pertama, roti paratha, makanan satu ini sangat renyah dan gurih, dicocol pakai saus. Kedua, nasi mandhi ayam, yang merupakan salah satu olahan nasi basmati khas Timur Tengah yang sangat populer. Sangat cocok untuk pelanggan yang datang dengan keluarga, tekstur ayamnya pun juicy dan tingkat kematangan nasi pas.
"Paling unik tandoori chai, minuman yang memiliki rasa hampir sama seperti teh tarik, namun lebih kaya akan rempah-rempah, terutama jahe," tutup Bilal.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.