Mau Bisnis Kuliner Berkembang? Perhatikan 7 Hal Ini
14 January 2022 |
21:57 WIB
Meningkatkan skala bisnis bagi para pelaku usaha kuliner tidak boleh asal. Menurut Co-Founder Foodizz Sarita Sutedja, ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan foodpreneur yang tidak boleh diabaikan agar bisnisnya terus berkembang dan tidak stagnan.
Pertama, rencana bisnis yang memang sejak awal usaha dibangun bertujuan untuk naik kelas. Dari situ strategi dan keuangan harus sudah tergambar jelas.
Kedua, bahan baku. Foodpreneur perlu mencari produk yang memang cocok untuk bisnis yang ingin dikembangkan, khususnya terkait supply bahan baku yang mudah di dapat. Ketiga, target segmen pasar yang memang besar sehingga usaha bisa dikembangkan di banyak lokasi.
“Jika menjual steak seharga Rp300.000 tentu akan lebih sulit scale up dalam ratusan cabang dibandingkan menjual steak dengan tepung harga Rp20.000,” ujar Sarita saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Keempat adalah membangun brand. Menurut Sarita, branding sangat penting karena dengan melakukan scale up bisnis, berarti pelaku usaha itu akan masuk ke banyak lokasi dengan market yang punya karakter berbeda-beda. “Penitng sekali untuk diperkuat dengan brand. Ini tentu akan memberikan impact yang berbeda,” jelasnya.
Kelima adalah fundamental perusahaan. Seperti organisasi yang memperkuat seluruh divisi dengan orang-orang yang memiliki kompetensi, melakukan adopsi teknologi, hingga membangun budaya yang kuat. Fundamental adalah kunci penting apakah seorang foodpreneur bisa melakukan scale up bisnisnya dengan cepat, tepat, dan keberlanjutan atau sebaliknya.
Keenam, yang tidak boleh terlupa adalah inovasi. Menurut GM Corporte Communication Foodizz itu, inovasi harus dijadikan budaya perusahaan sehingga foodpreneur bisa bergerak dengan cepat atau beradaptasi dengan perubahan yang ada. Ya, perubahan pasti terjadi. Datangnya bisa dari internal, pesaing, pelanggan, kebijakan pemerintah, hingga masa sulit atau situasi yang terjadi dalam sebuah negara.
Ketujuh, foodpreneur juga perlu memperbanyak kolaborasi. Sarita menyebut kolaborasi dapat menurunkan biaya namun meningkatkan efektivitas untuk menjangkau market yang lebih luas.
Dalam menghadapi masa sulit, pelaku usaha di bidang kuliner penting mengatur cash flow dengan ketat, efektif, dan efisien, terutama dalam pengeluaran. “Tinggalkan dulu sesuatu yang tidak produktif dan tidak memberikan kontribusi terhadap revenue perusahaan,” imbuhnya.
Jangan pula tergantung pada satu sumber pendapatan bisnis, misalnya 100% mengandalkan online delivery. Omni channel perlu dilakukan seperti terima order melalui WhatsApp hingga membangun reseller.
Satu lagi yang terpenting untuk bertahan dan tetap bisa mengembangkan bisnis dalam situasi apapun, yakni support yang besar dari tim, baik yang datang dari keluarga, teman, ataupun karyawan. “Lakukan komunikasi terbuka dan terencana sehingga super tim bisa terbentuk untuk sama-sama berlayar menaklukan samudra,” tutur Sarita.
Editor: Gita
Pertama, rencana bisnis yang memang sejak awal usaha dibangun bertujuan untuk naik kelas. Dari situ strategi dan keuangan harus sudah tergambar jelas.
Kedua, bahan baku. Foodpreneur perlu mencari produk yang memang cocok untuk bisnis yang ingin dikembangkan, khususnya terkait supply bahan baku yang mudah di dapat. Ketiga, target segmen pasar yang memang besar sehingga usaha bisa dikembangkan di banyak lokasi.
“Jika menjual steak seharga Rp300.000 tentu akan lebih sulit scale up dalam ratusan cabang dibandingkan menjual steak dengan tepung harga Rp20.000,” ujar Sarita saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Keempat adalah membangun brand. Menurut Sarita, branding sangat penting karena dengan melakukan scale up bisnis, berarti pelaku usaha itu akan masuk ke banyak lokasi dengan market yang punya karakter berbeda-beda. “Penitng sekali untuk diperkuat dengan brand. Ini tentu akan memberikan impact yang berbeda,” jelasnya.
Kelima adalah fundamental perusahaan. Seperti organisasi yang memperkuat seluruh divisi dengan orang-orang yang memiliki kompetensi, melakukan adopsi teknologi, hingga membangun budaya yang kuat. Fundamental adalah kunci penting apakah seorang foodpreneur bisa melakukan scale up bisnisnya dengan cepat, tepat, dan keberlanjutan atau sebaliknya.
Keenam, yang tidak boleh terlupa adalah inovasi. Menurut GM Corporte Communication Foodizz itu, inovasi harus dijadikan budaya perusahaan sehingga foodpreneur bisa bergerak dengan cepat atau beradaptasi dengan perubahan yang ada. Ya, perubahan pasti terjadi. Datangnya bisa dari internal, pesaing, pelanggan, kebijakan pemerintah, hingga masa sulit atau situasi yang terjadi dalam sebuah negara.
Ketujuh, foodpreneur juga perlu memperbanyak kolaborasi. Sarita menyebut kolaborasi dapat menurunkan biaya namun meningkatkan efektivitas untuk menjangkau market yang lebih luas.
Dalam menghadapi masa sulit, pelaku usaha di bidang kuliner penting mengatur cash flow dengan ketat, efektif, dan efisien, terutama dalam pengeluaran. “Tinggalkan dulu sesuatu yang tidak produktif dan tidak memberikan kontribusi terhadap revenue perusahaan,” imbuhnya.
Jangan pula tergantung pada satu sumber pendapatan bisnis, misalnya 100% mengandalkan online delivery. Omni channel perlu dilakukan seperti terima order melalui WhatsApp hingga membangun reseller.
Satu lagi yang terpenting untuk bertahan dan tetap bisa mengembangkan bisnis dalam situasi apapun, yakni support yang besar dari tim, baik yang datang dari keluarga, teman, ataupun karyawan. “Lakukan komunikasi terbuka dan terencana sehingga super tim bisa terbentuk untuk sama-sama berlayar menaklukan samudra,” tutur Sarita.
Editor: Gita
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.