Menikmati Lukisan dengan Teknik Bakar pada Limbah Kayu Jati
31 December 2021 |
21:56 WIB
Limbah kayu jati dengan bermacam-macam tekstur seratnya ternyata bisa menjadi medium untuk melukis. Seperti yang dilakukan seorang pelukis di kota Brebes, Jawa Tengah. Melukis dengan teknik bakar (burning wood) di papan kayu menjadi sebuah karya lukisan yang berbeda. Salah satu seniman yang menekuni seni lukis burning wood ini adalah Surahman.
Pelukis yang akrab dipanggil Ebbo mulai melukis dengan media limbah papan kayu jati dalam satu tahun ini. Dengan terampil, Ebbo melukis sesuai pola yang ada di telepon pintarnya dengan menggunakan alat yang disebut dengan pirografy pen. Alat ini mirip solder berujung runcing seperti pena, yang dihubungkan dengan arus listrik.
Dia menyebut burning wood ini sebagai respons serat kayu. Kayu memiliki serat yang bervariasi, dan tingkat kesulitan dalam menghasilkan karyanya pun berbeda juga. Demikian juga bentuk setiap papan kayu itu berbeda, ada yang masih mulus, ada pula yang berlubang, sehingga setiap karyanya menyesuaikan dengan bentuk dan serat kayu tersebut.
Menurut Ebbo, karya yang dihasilkan tersebut sebagai lukisan organik dan berwawasan ekologi karena kayu yang dipakainya adalah limbah yang sudah tidak digunakan lagi. Setiap kayu akan merespon objek, menghasilkan warna, dan menciptakan imajinasinya sendiri.
Mengapa memilih melukis di papan limbah kayu jati? “Saya ingin berinovasi,” katanya saat berbincang dengan Hypeabis.id di workshop-nya yang berlokasi di Rest Area Heritage KM 260 B Banjaratma, Brebes, Jawa Tengah.
Ebbo mengatakan tidak kesulitan dalam mencari papan kayu jati yang akan digunakan sebagai media melukisnya. Limbah kayu jati tersebut langsung didapatnya di hutan. Kebetulan wilayah Brebes memiliki kawasa hutan kayu jati.
Menekuni kesenimannya dengan menekuni lukisan bakar limbah kayu di sebuah kota kecil ini, bagi dia merupakan bentuk ‘perlawananan’ yang maksudnya adalah suatu bentuk perlawanan pola pikir, menggali potensi, dan melukis yang tidak dibatasi oleh materi.
“Kalau saya ingin melukis dengan tujuan materi, saya bisa memilih melukis di kanvas, dan tidak di kota kecil, melainkan di Jakarta,” ungkapnya.
Ebbo memilih salah satu tempat di Rest Area Heritage KM 260 B Banjaratma, Brebes, sebagai tempat melukis dan menggelar hasil karyanya. Pengunjung rest area ini dapat menikmati hasil karyanya, dan banyak pula pengunjung yang tertarik untuk mengoleksinya.
“Di sini merupakan tempat pelintasan, orang yang tertarik akan beli,” ujarnya.
Adapun, harga lukisan karyanya pun bervariasi, tergantung dari besarnya media dan juga tingkat kesulitannya. Ada karyanya yang terjual Rp4 juta dan ada pula yang mencapai Rp15 juta.
Kendati tidak menjual lukisannya di media sosial, dia tetap mengenalkan karyanya di akun media sosial miliknya. “Setiap selesai satu lukisan, saya posting di akun istagaram saya,” ujarnya.
Namun demikian, bukanlah komersial yang menjadi tujuan, melainkan kepuasan batinnya. Makanya, Ebbo bangga ketika salah satu lukisan kayunya dibawa oleh seorang suster ke Vatikan dan dipajang di gereja di Negara tersebut.
Bagaimana Genhype, tertarik untuk mengoleksi lukisan bakar dengan media limbah kayu ini?
Editor: Fajar Sidik
Pelukis yang akrab dipanggil Ebbo mulai melukis dengan media limbah papan kayu jati dalam satu tahun ini. Dengan terampil, Ebbo melukis sesuai pola yang ada di telepon pintarnya dengan menggunakan alat yang disebut dengan pirografy pen. Alat ini mirip solder berujung runcing seperti pena, yang dihubungkan dengan arus listrik.
Dia menyebut burning wood ini sebagai respons serat kayu. Kayu memiliki serat yang bervariasi, dan tingkat kesulitan dalam menghasilkan karyanya pun berbeda juga. Demikian juga bentuk setiap papan kayu itu berbeda, ada yang masih mulus, ada pula yang berlubang, sehingga setiap karyanya menyesuaikan dengan bentuk dan serat kayu tersebut.
Salah satu lukisan burning wood (Dok. Indyah Sutriningrum
Menurut Ebbo, karya yang dihasilkan tersebut sebagai lukisan organik dan berwawasan ekologi karena kayu yang dipakainya adalah limbah yang sudah tidak digunakan lagi. Setiap kayu akan merespon objek, menghasilkan warna, dan menciptakan imajinasinya sendiri.
Mengapa memilih melukis di papan limbah kayu jati? “Saya ingin berinovasi,” katanya saat berbincang dengan Hypeabis.id di workshop-nya yang berlokasi di Rest Area Heritage KM 260 B Banjaratma, Brebes, Jawa Tengah.
Ebbo mengatakan tidak kesulitan dalam mencari papan kayu jati yang akan digunakan sebagai media melukisnya. Limbah kayu jati tersebut langsung didapatnya di hutan. Kebetulan wilayah Brebes memiliki kawasa hutan kayu jati.
Menekuni kesenimannya dengan menekuni lukisan bakar limbah kayu di sebuah kota kecil ini, bagi dia merupakan bentuk ‘perlawananan’ yang maksudnya adalah suatu bentuk perlawanan pola pikir, menggali potensi, dan melukis yang tidak dibatasi oleh materi.
“Kalau saya ingin melukis dengan tujuan materi, saya bisa memilih melukis di kanvas, dan tidak di kota kecil, melainkan di Jakarta,” ungkapnya.
Ebbo memilih salah satu tempat di Rest Area Heritage KM 260 B Banjaratma, Brebes, sebagai tempat melukis dan menggelar hasil karyanya. Pengunjung rest area ini dapat menikmati hasil karyanya, dan banyak pula pengunjung yang tertarik untuk mengoleksinya.
“Di sini merupakan tempat pelintasan, orang yang tertarik akan beli,” ujarnya.
Adapun, harga lukisan karyanya pun bervariasi, tergantung dari besarnya media dan juga tingkat kesulitannya. Ada karyanya yang terjual Rp4 juta dan ada pula yang mencapai Rp15 juta.
Kendati tidak menjual lukisannya di media sosial, dia tetap mengenalkan karyanya di akun media sosial miliknya. “Setiap selesai satu lukisan, saya posting di akun istagaram saya,” ujarnya.
Namun demikian, bukanlah komersial yang menjadi tujuan, melainkan kepuasan batinnya. Makanya, Ebbo bangga ketika salah satu lukisan kayunya dibawa oleh seorang suster ke Vatikan dan dipajang di gereja di Negara tersebut.
Bagaimana Genhype, tertarik untuk mengoleksi lukisan bakar dengan media limbah kayu ini?
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.