Ilustrasi (Dok. Clay Banks/Unsplash)

Ini Alasan Tingkat Literasi Keuangan di Indonesia Masih Rendah

01 December 2021   |   09:25 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Banyak orang kini semakin gemar bertransaksi menggunakan uang elektronik atau secara cashless. Berdasarkan catatan Bank Indonesia (BI) pada April 2021, nilai transaksi penggunaan uang elektronik mencapai Rp 21,4 triliun, di mana jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 30,7 persen.

Sayangnya, minat masyarakat yang tinggi itu belum berbanding lurus dengan literasi keuangan masyarakat di Indonesia. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), baru 38 persen masyarakat Indonesia yang paham mengenai lembaga dan produk keuangan. 

“Yang lebih sedihnya lagi, sebuah survei menunjukkan bahwa hanya 9 persen masyarakat Indonesia yang memiliki dana darurat untuk bertahan sampai 6 bulan, sementara sebanyak 46 persennya memiliki dana darurat yang mampu bertahan hanya satu minggu,” ujar Certified Financial Planner, Annisa Steviani, dalam suatu diskusi virtual, Selasa (30/11/2021).
 

Ilustrasi (Dok. ardMapr/Unsplash)

Ilustrasi (Dok. ardMapr/Unsplash)

Padahal, menurut Annisa, tingkatan literasi keuangan masyarakat bisa mendukung kemajuan ekonomi suatu negara. Dengan begitu, kondisi perputaran uang akan baik sehingga mendukung efektivitas kemajuan ekonomi, memperkuat ketahanan ekonomi, kemandirian bangsa dan lebih kuat menghadapi ketidakpastian global, serta kehidupan secara umum lebih sejahtera karena siap menghadapi kondisi darurat.

Selain itu, masyarakat juga menjadi tidak mudah tertipu investasi bodong, tergoda pinjaman online, memahami akan pentingnya investasi dan asuransi sehingga bisa mandiri hingga usia pensiun, dan mengurangi kesenjangan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga berujung pada penurunan tingkat kemiskinan.

Annisa mengatakan masih banyak kendala yang menghambat laju transformasi digital dan literasi keuangan di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah khawatir atas keamanan transaksi digital, belum merasakan kemudahan dan manfaat dari mengelola keuangan di era digital, khawatir pada kehalalan produk dan layanan jasa keuangan, serta faktor budaya dan menolak pemahaman baru.

“Hal-hal semacam itu masih menjadi PR untuk menjelaskan bahwa aplikasi ini hanya sekadar marketplace, yang punya kantor sekuritasnya dan uang kamu tidak akan hilang,” imbuhnya.


Editor: Avicenna

SEBELUMNYA

Lengkapi Layanan Keuangan, OVO Sediakan Fitur-Fitur Baru

BERIKUTNYA

Kampanye Make It Last Ajak Masyarakat Beralih ke Pola Makan Berkelanjutan

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: