Kasus Covid-19 pada Akhir Tahun Diprediksi Tidak Akan Melonjak Terlalu Tinggi
26 November 2021 |
11:02 WIB
Lonjakan penambahan kasus Covid-19 yang digadang-gadang akan terjadi pada akhir tahun ini hingga awal tahun depan kemungkinan akan terjadi. Namun, lonjakan tersebut tidak akan sebesar yang terjadi pada pertengahan tahun ini, yang nyaris membuat fasilitas layanan kesehatan kewalahan.
Menurut ahli patologi klinis sekaligus Wakil Direktur Pendidikan dan Penelitian RS Universitas Sebelas Maret Surakarta, Tonang Dwi Ardyanto, lonjakan kasus akan tetap terjadi walaupun tidak tinggi. Sebab, lonjakan tersebut merupakan hal yang terjadi secara alamiah akibat dari gelombang siklus imunitas terhadap virus.
"Juga peluang varian virus atau selection pressure: setelah beberapa lama kasus rendah, ada risiko virus yang berhasil lolos dan menjadi varian baru. Jadi memang alamiah akan ada lonjakan. Hanya saja tidak tinggi," katanya dalam sebuah forum diskusi baru-baru ini.
Lantas, apa yang menyebabkan lonjakan kasus pada akhir tahun ini hingga awal tahun depan tidak tinggi?
Pertama, menurut Tonang prevalensi antibodi sudah relatif tinggi, baik dari infeksi alami, maupun vaksinasi. Kondisi ini mempersempit peluang gerak virus, sekaligus mempersempit ruang bermutasi.
"Prevalensi dari infeksi alami, tidak mudah kita ukur secara akurat. Diprediksi bervariasi antartempat. Cakupan vaksinasi, lebih mudah dihitung secara lebih akurat," papar Tonang.
(Baca juga: Lebih Menular, Varian Baru Covid-19 B.1.1.529 Terdeteksi di 3 Negara)
Antarkeduanya ada area bercampur, karena sebagian dari yang pernah terinfeksi, sudah mendapat vaksinasi. Pemberian vaksinasi pada penyintas ini ada dasar ilmiahnya juga.
Maka biasanya, angka cakupan vaksinasi 40 persen sebagai ambang psikologis. Dengan estimasi proporsi orang dengan antibodi dari infeksi alami tapi belum mendapatkan vaksinasi sekitar 10-20 persen populasi.
"Dengan modal tersebut, kasus mulai bisa kita kontrol. Selanjutnya ketika cakupan makin tinggi, kontrol makin kuat, sampai akhirnya pandemi bisa kita kendalikan. Belum tentu, dan sangat mungkin, tidak bisa sampai benar-benar nol kasus," tutur Tonang.
Saat ini, terhadap populasi, 32,62 persen di antaranya sudah mendapatkan 2 dosis vaksin Covid-19. Sebanyak 16,64 persen lainnya sudah mendapatkan 1 dosis.
Tonang menyebut target sebenarnya pemerintah di akhir 2021 ini ada 62 persen dari sasaran atau 47,48 persen dari populasi sudah tervaksinasi 2 dosis dan ada penjelasan tersendiri soal target-target ini.
"Melihat capaian per hari ini, kita berharap bisa mencapai minimal 40 persen dosis lengkap di akhir 2021 ini. Perlu usaha keras mencapainya. Realistis, sulit kita mencapai 47,48 persen di akhir 2021," ujarnya.
Dia menilai modal minimal 40 persen di akhir tahun tersebut, sangat berharga untuk menghadapi risiko lonjakan di awal 2022 setelah periode libur nataru.
Kedua, karena bagaimanapun masih relatif banyak juga yang belum punya antibodi, maka ruang gerak virus masih ada. Maka harus dipersempit dengan protokol kesehatan.
"Melihat pergerakan cakupan vaksinasi, maka protkes harus tetap dijaga. Jangan sampai virus mendapatkan ruang nyaman untuk bermutasi. Dengan demikian, risiko munculnya varian baru yang signifikan, dapat kita kurangi," tegasnya.
Editor: Avicenna
Menurut ahli patologi klinis sekaligus Wakil Direktur Pendidikan dan Penelitian RS Universitas Sebelas Maret Surakarta, Tonang Dwi Ardyanto, lonjakan kasus akan tetap terjadi walaupun tidak tinggi. Sebab, lonjakan tersebut merupakan hal yang terjadi secara alamiah akibat dari gelombang siklus imunitas terhadap virus.
"Juga peluang varian virus atau selection pressure: setelah beberapa lama kasus rendah, ada risiko virus yang berhasil lolos dan menjadi varian baru. Jadi memang alamiah akan ada lonjakan. Hanya saja tidak tinggi," katanya dalam sebuah forum diskusi baru-baru ini.
Lantas, apa yang menyebabkan lonjakan kasus pada akhir tahun ini hingga awal tahun depan tidak tinggi?
Pertama, menurut Tonang prevalensi antibodi sudah relatif tinggi, baik dari infeksi alami, maupun vaksinasi. Kondisi ini mempersempit peluang gerak virus, sekaligus mempersempit ruang bermutasi.
"Prevalensi dari infeksi alami, tidak mudah kita ukur secara akurat. Diprediksi bervariasi antartempat. Cakupan vaksinasi, lebih mudah dihitung secara lebih akurat," papar Tonang.
(Baca juga: Lebih Menular, Varian Baru Covid-19 B.1.1.529 Terdeteksi di 3 Negara)
Antarkeduanya ada area bercampur, karena sebagian dari yang pernah terinfeksi, sudah mendapat vaksinasi. Pemberian vaksinasi pada penyintas ini ada dasar ilmiahnya juga.
Maka biasanya, angka cakupan vaksinasi 40 persen sebagai ambang psikologis. Dengan estimasi proporsi orang dengan antibodi dari infeksi alami tapi belum mendapatkan vaksinasi sekitar 10-20 persen populasi.
"Dengan modal tersebut, kasus mulai bisa kita kontrol. Selanjutnya ketika cakupan makin tinggi, kontrol makin kuat, sampai akhirnya pandemi bisa kita kendalikan. Belum tentu, dan sangat mungkin, tidak bisa sampai benar-benar nol kasus," tutur Tonang.
Saat ini, terhadap populasi, 32,62 persen di antaranya sudah mendapatkan 2 dosis vaksin Covid-19. Sebanyak 16,64 persen lainnya sudah mendapatkan 1 dosis.
Tonang menyebut target sebenarnya pemerintah di akhir 2021 ini ada 62 persen dari sasaran atau 47,48 persen dari populasi sudah tervaksinasi 2 dosis dan ada penjelasan tersendiri soal target-target ini.
"Melihat capaian per hari ini, kita berharap bisa mencapai minimal 40 persen dosis lengkap di akhir 2021 ini. Perlu usaha keras mencapainya. Realistis, sulit kita mencapai 47,48 persen di akhir 2021," ujarnya.
Dia menilai modal minimal 40 persen di akhir tahun tersebut, sangat berharga untuk menghadapi risiko lonjakan di awal 2022 setelah periode libur nataru.
Kedua, karena bagaimanapun masih relatif banyak juga yang belum punya antibodi, maka ruang gerak virus masih ada. Maka harus dipersempit dengan protokol kesehatan.
"Melihat pergerakan cakupan vaksinasi, maka protkes harus tetap dijaga. Jangan sampai virus mendapatkan ruang nyaman untuk bermutasi. Dengan demikian, risiko munculnya varian baru yang signifikan, dapat kita kurangi," tegasnya.
Editor: Avicenna
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.