Survei Google: Orang Indonesia Pakai Password Lemah & Suka Berbagi Sandi
03 November 2021 |
20:25 WIB
Google bekerja sama dengan agensi riset pasar YouGov melakukan survei mengenai keamanan siber menjelang hari belanja tahunan terbesar 11.11 di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia. Pada periode ini, aktivitas berbelanja daring diperkirakan meningkat sebesar 20 persen sehingga lebih banyak orang akan rentan terkena penipuan.
Survei bertujuan mempelajari kebiasaan digital yang kurang aman dan membantu meningkatkan perhatian untuk lebih berhati-hati.
Hasilnya menunjukkan bahwa aktivitas daring bertumbuh pesat dengan rerata pengguna internet saat ini memiliki 25 persen lebih banyak sandi dibandingkan masa sebelum pandemi. Rata-rata pengguna saat ini memiliki sekitar 80 sandi.
Di tengah kondisi ini, survei juga mendapati bahwa 79 persen responden di Indonesia memakai sandi yang sama untuk beberapa situs layanan. Bahkan 2 dari 5 orang mengaku menggunakan sandi yang sama untuk lebih dari 10 situs.
Selain itu, lebih dari setengah responden lokal mengaku memakai sandi yang mudah ditebak, misalnya dengan memadukan tanggal lahir, nama pasangan, atau kode pos. Hampir 1 dari 4 pengguna juga menyimpan sandi dalam aplikasi catatan di ponsel.
Lebih lanjut, survei menunjukkan 3 dari 5 responden membagikan kata sandinya kepada keluarga, teman, dan orang terdekatnya. Ini termasuk untuk platform video streaming, layanan pesan antar makanan, dan situs e-commerce.
Google mencatat sekitar 74 persen responden survei yang menyimpan informasi keuangan secara daring, juga membagikan sandinya kepada teman dan keluarga. Padahal, hal ini dapat meningkatkan kerentanan terhadap pelanggaran data pribadi.
Product Marketing Manager Google Indonesia Amanda Chan mengatakan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa orang yang pernah menjadi korban pelanggaran data memiliki kemungkinan 10 kali lebih besar menjadi korban peretasan.
"Saat kita mengorbankan keamanan demi kemudahan dengan membagikan sandi kepada orang lain, memakai sandi yang sama untuk berbagai layanan, dan membuat sandi yang gampang ditebak, kita membuat informasi pribadi kita sangat tidak aman," tuturnya dalam acara virtual, Rabu (3/11).
Di luar informasi yang kurang mengenakkan terkait keamanan siber di dalam negeri, survei yang sama juga menunjukkan bahwa responden memiliki kesadaran dan keinginan lebih untuk mengamankan akun mereka di masa mendatang.
Sekitar 67 persen responden mengatakan ke depan mereka sangat mungkin mulai menggunakan autentifikasi dua faktor untuk akun mereka. 27 persen juga menyebut akan lebih berhati-hati dengan berbagai jenis penipuan.
Selain itu, 4 dari 5 responden juga mengatakan bakal segera mengubah kata sandi jika ada risiko pencurian data. 2 dari 3 orang berkata sangat mungkin untuk mulai menggunakan layanan pengelola sandi (password manager).
"Terlihat jelas dari temuan kami bahwa pengguna internet di Indonesia ingin lebih baik dalam menjaga keamanan digital mereka. Ini adalah berita yang menggembirakan," ujarnya.
Editor : Fajar Sidik
Survei bertujuan mempelajari kebiasaan digital yang kurang aman dan membantu meningkatkan perhatian untuk lebih berhati-hati.
Hasilnya menunjukkan bahwa aktivitas daring bertumbuh pesat dengan rerata pengguna internet saat ini memiliki 25 persen lebih banyak sandi dibandingkan masa sebelum pandemi. Rata-rata pengguna saat ini memiliki sekitar 80 sandi.
Di tengah kondisi ini, survei juga mendapati bahwa 79 persen responden di Indonesia memakai sandi yang sama untuk beberapa situs layanan. Bahkan 2 dari 5 orang mengaku menggunakan sandi yang sama untuk lebih dari 10 situs.
Selain itu, lebih dari setengah responden lokal mengaku memakai sandi yang mudah ditebak, misalnya dengan memadukan tanggal lahir, nama pasangan, atau kode pos. Hampir 1 dari 4 pengguna juga menyimpan sandi dalam aplikasi catatan di ponsel.
Lebih lanjut, survei menunjukkan 3 dari 5 responden membagikan kata sandinya kepada keluarga, teman, dan orang terdekatnya. Ini termasuk untuk platform video streaming, layanan pesan antar makanan, dan situs e-commerce.
Google mencatat sekitar 74 persen responden survei yang menyimpan informasi keuangan secara daring, juga membagikan sandinya kepada teman dan keluarga. Padahal, hal ini dapat meningkatkan kerentanan terhadap pelanggaran data pribadi.
Product Marketing Manager Google Indonesia Amanda Chan mengatakan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa orang yang pernah menjadi korban pelanggaran data memiliki kemungkinan 10 kali lebih besar menjadi korban peretasan.
"Saat kita mengorbankan keamanan demi kemudahan dengan membagikan sandi kepada orang lain, memakai sandi yang sama untuk berbagai layanan, dan membuat sandi yang gampang ditebak, kita membuat informasi pribadi kita sangat tidak aman," tuturnya dalam acara virtual, Rabu (3/11).
Di luar informasi yang kurang mengenakkan terkait keamanan siber di dalam negeri, survei yang sama juga menunjukkan bahwa responden memiliki kesadaran dan keinginan lebih untuk mengamankan akun mereka di masa mendatang.
Sekitar 67 persen responden mengatakan ke depan mereka sangat mungkin mulai menggunakan autentifikasi dua faktor untuk akun mereka. 27 persen juga menyebut akan lebih berhati-hati dengan berbagai jenis penipuan.
Selain itu, 4 dari 5 responden juga mengatakan bakal segera mengubah kata sandi jika ada risiko pencurian data. 2 dari 3 orang berkata sangat mungkin untuk mulai menggunakan layanan pengelola sandi (password manager).
"Terlihat jelas dari temuan kami bahwa pengguna internet di Indonesia ingin lebih baik dalam menjaga keamanan digital mereka. Ini adalah berita yang menggembirakan," ujarnya.
Editor : Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.