Pengobatan Kemoterapi & Radioterapi untuk Kanker Berisiko Ganggu Jantung
30 October 2021 |
17:06 WIB
Sebagian dari Genhype menyadari bahwa kemoterapi dan radioterapi merupakan dua teknik pengobatan yang banyak digunakan masyarakat umum dalam upaya pemulihan penyakit kanker. Akan tetapi, tahu enggak kalau dua pengobatan ini berpotensi meningkatkan risiko penyakit pada jantung?
Menurut dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Ario Soeryo Kuncoro, hal ini karena pengobatan dengan metode kemoterapi dan radioterapi punya potensi risiko penyakit jantung secara langsung dan tidak langsung pada beberapa bagian di dalam jantung.
"Bisa menimbulkan kerusakan pada jantung dan otot jantung, sehigga ada gangguan fungsi," jelasnya pada Sabtu (30/10).
Kerusakan pada beberapa bagian di dalam jantung ini sendiri bisa terjadi pada jantung, katup jantung, otot jantung, dan beberapa bagian lainnya merupakan efek samping dari obat-obatan kemoterapi yang memengaruhi fungsi kardiovaskuler dan memiliki kecenderungan kardiotoksisitas (punya efek terhadap kardiovaskuler).
Menurut Ario, kardiotoksisitas ini bisa terjadi dalam empat keadaan: pertama, kardiotoksisitas akut yang terjadi sesaat setelah terapi kanker pertama; kedua, kardiotoksisitas subakut yang terjadi beberapa hari atau bulan setelah dosis terakhir dari kemoterapi atau radioterapi; ketiga, kardiotoksisitas kronik yang terjadi dalam beberapa pekan atau bulan setidaknya setahun setelah terapi kanker; dan keempat, kardiotoksisitas kanjut yang terjadi setelah lebih dari setahun setelah terapi.
Enggak hanya itu, kardiotoksisitas bisa mengakibatkan sejumlah komplikasi terkait jantung mulai dari gagal jantung, aritmia atau gangguan irama jantung, hipertensi, jantung koroner, hingga penyakit katup jantung.
Perlu diketahui bahwa penyakit komplikasi dari efek pengobatan kemoterapi dan radiologi mengancam pasien dan penyintas kanker dari segala usia, baik anak maupun dewasa. Hal ini perlu menjadi perhatian terutama bagi mereka yang memiliki dosis obat-obatan kemoterapi jenis anthracycline yang tinggi; memiliki dosis tinggi radioterapi yang mengenai jantung; dan dosis anthracycline rendah pada pasien rentan seperti lansia, mendapat radioterapi, serta memiliki riwayat penyakit kronis.
Ario menegaskan bahwa dalam pengobatan kanker seperti kemoterapi dan radioterapi perlu dilakukan skrining terlebih dahulu untuk melihat adanya tanda-tanda penyakit kanker, baik sebelum pemberian obat maupun saat sudah diberikan obat, serta adanya pemantauan berkala untuk melihat adanya risiko penyakit jantung.
"Evaluasi program per 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan, 12 bulan, sampai 15 bulan. Obat jantung diberikan tergantung hasil skrining, kalau ada efek pada otot jantung maka obat yang diberikan bisa sebatas untuk mengurangi risiko kerusakan," jelasnya.
Akan tetapi, efek ini sendiri bisa dilihat lebih dini melalui beberapa gejala penyakit jantung yang terlihat. Contohnya adalah gejala sesak nafas pada beberapa penyakit kardiovaskuler dan rasa berdebar-debar untuk penyakit gangguan irama jantung atau aritmia.
Selain itu, cara deteksi lain yang dilakukan untuk melihat risiko komplikasi juga bisa melalui pemeriksaan oleh tenaga medis profesional seperti pemeriksaan rekam jantung, ekokardiografi atau USG jantung, pemeriksaan faktor risiko penyakit jantung, pemeriksaan enzim jantung, dan pemeriksaan tambahan sesuai kebutuhan dokter.
Editor: M R Purboyo
Menurut dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Ario Soeryo Kuncoro, hal ini karena pengobatan dengan metode kemoterapi dan radioterapi punya potensi risiko penyakit jantung secara langsung dan tidak langsung pada beberapa bagian di dalam jantung.
"Bisa menimbulkan kerusakan pada jantung dan otot jantung, sehigga ada gangguan fungsi," jelasnya pada Sabtu (30/10).
Kerusakan pada beberapa bagian di dalam jantung ini sendiri bisa terjadi pada jantung, katup jantung, otot jantung, dan beberapa bagian lainnya merupakan efek samping dari obat-obatan kemoterapi yang memengaruhi fungsi kardiovaskuler dan memiliki kecenderungan kardiotoksisitas (punya efek terhadap kardiovaskuler).
Menurut Ario, kardiotoksisitas ini bisa terjadi dalam empat keadaan: pertama, kardiotoksisitas akut yang terjadi sesaat setelah terapi kanker pertama; kedua, kardiotoksisitas subakut yang terjadi beberapa hari atau bulan setelah dosis terakhir dari kemoterapi atau radioterapi; ketiga, kardiotoksisitas kronik yang terjadi dalam beberapa pekan atau bulan setidaknya setahun setelah terapi kanker; dan keempat, kardiotoksisitas kanjut yang terjadi setelah lebih dari setahun setelah terapi.
Enggak hanya itu, kardiotoksisitas bisa mengakibatkan sejumlah komplikasi terkait jantung mulai dari gagal jantung, aritmia atau gangguan irama jantung, hipertensi, jantung koroner, hingga penyakit katup jantung.
Ilustrasi seranga jantung/istimewa
Perlu diketahui bahwa penyakit komplikasi dari efek pengobatan kemoterapi dan radiologi mengancam pasien dan penyintas kanker dari segala usia, baik anak maupun dewasa. Hal ini perlu menjadi perhatian terutama bagi mereka yang memiliki dosis obat-obatan kemoterapi jenis anthracycline yang tinggi; memiliki dosis tinggi radioterapi yang mengenai jantung; dan dosis anthracycline rendah pada pasien rentan seperti lansia, mendapat radioterapi, serta memiliki riwayat penyakit kronis.
Ario menegaskan bahwa dalam pengobatan kanker seperti kemoterapi dan radioterapi perlu dilakukan skrining terlebih dahulu untuk melihat adanya tanda-tanda penyakit kanker, baik sebelum pemberian obat maupun saat sudah diberikan obat, serta adanya pemantauan berkala untuk melihat adanya risiko penyakit jantung.
"Evaluasi program per 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan, 12 bulan, sampai 15 bulan. Obat jantung diberikan tergantung hasil skrining, kalau ada efek pada otot jantung maka obat yang diberikan bisa sebatas untuk mengurangi risiko kerusakan," jelasnya.
Akan tetapi, efek ini sendiri bisa dilihat lebih dini melalui beberapa gejala penyakit jantung yang terlihat. Contohnya adalah gejala sesak nafas pada beberapa penyakit kardiovaskuler dan rasa berdebar-debar untuk penyakit gangguan irama jantung atau aritmia.
Selain itu, cara deteksi lain yang dilakukan untuk melihat risiko komplikasi juga bisa melalui pemeriksaan oleh tenaga medis profesional seperti pemeriksaan rekam jantung, ekokardiografi atau USG jantung, pemeriksaan faktor risiko penyakit jantung, pemeriksaan enzim jantung, dan pemeriksaan tambahan sesuai kebutuhan dokter.
Editor: M R Purboyo
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.