Puluhan Tahun Nyaris Tak Berubah, Begini Nasib Taman Hiburan Pelat Merah
26 October 2021 |
08:54 WIB
Pengelola taman hiburan milik pemerintah, baik badan usaha milik negara (BUMN) maupun badan usaha milik daerah (BUMD) dituntut untuk berinovasi agar tak ditinggalkan oleh pengunjung yang kini didominasi oleh generasi milenial dan generasi Z. Menurut Managing Director Inventure Yuswohady Siwo, pengelola taman hiburan pelat merah seperti halnya Taman Impian Jaya Ancol dan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) tidak bisa lagi hanya mengandalkan konsep yang digunakan saat ini.
Pasalnya, konsep tersebut terbilang usang lantaran nyaris tak mengalami perubahan sejak awal taman hiburan itu berdiri.
“Sudah ketinggalan, karena sudah tidak relevan lagi dengan generasi milenial dan seterusnya yang perilakunya sudah berubah jauh dari generasi pendahulunya. Mereka menyukai sesuatu yang baru atau viral. Konsep taman hiburan seperti [Taman Impian Jaya] Ancol dan TMII itu kan konsep sejak tahun 1970-an yang tak berubah. Oleh karena itu, animo masyarakat sudah tak seperti dahulu,” katanya kepada Hypeabis belum lama ini.
Lebih lanjut, Yuswohady menyebut dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) kreatif dan mampu melihat peluang dari tren yang ada di tengah masyarakat untuk mengembangkan taman hiburan, baik milik pemerintah maupun swasta. Tentunya, tren tersebut menjadi pertimbangan untuk mengubah atau menambah wahana permainan maupun atraksi.
Namun yang jelas, tidak semua tren harus disikapi dengan perubahan atau penambahan kedua hal tersebut mengingat ada kemungkinan tren tidak akan bertahan lama.
“Kalau tren seperti sekarang yang viral itu kan cepat muncul kemudian terkenalnya, tetapi cepat juga hilangnya atau dilupakan. Nah, itu juga perlu jadi pertimbangan bagi pengelola taman hiburan untuk mengubah atau menambah atraksi atau wahana permainan, apalagi yang membutuhkan biaya besar atau teknologi tertentu,” tuturnya.
Yuswohady menyarankan pengelola taman hiburan, khususnya taman hiburan milik pemerintah belajar dari Walt Disney mengelola sejumlah Disneyland yang masih jadi primadona pelancong dari seluruh dunia. Menurutnya, Walt Disney berhasil membuat Disneyland menjadi sebuah taman hiburan dengan jenama yang begitu kuat.
“Brand-nya sangat kuat, itu yang perlu dipelajari dan diikuti caranya. Kalau kita lihat di Disneyland itu setiap harinya seperti ada acara atau sesuatu yang spesial dan tentunya baru. Wahana permainannya ya memang tak banyak berubah tetapi atraksi atau acaranya itu bisa kita lihat bagaimana,” ujarnya.
Terakhir, apabila taman hiburan milik pemerintah tetap dibiarkan seperti saat ini, selain berpotensi tutup, pengunjung yang datang akan didominasi oleh kalangan menengah ke bawah. Tentu saja, hal ini akan menurunkan citra dari taman hiburan tersebut.
“Nantinya yang datang ya dari kalangan menengah ke bawah saja, apalagi kalau banyak promosi-promosi. Bukannya apa-apa, ini tentunya akan berpengaruh pada brand-nya. Belum lagi kebanyakan mereka itu maaf-maaf agak jorok dan membuat tempatnya jadi kumuh atau kotor. Kalangan menengah ke atas tentunya bakal tidak mau datang kalau begitu,” tutupnya.
Head of Unit Media Relations PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. Ariyandi Eko Nugroho mengungkapkan bahwa persaingan bisnis antartaman hiburan pada dasarnya terbilang rendah. Bisnis tersebut justru bersaing dengan pusat perbelanjaan atau mal yang lokasinya lebih mudah dijangkau oleh masyarakat dari tempat tinggalnya.
“Industri [taman] rekreasi atau taman hiburan ini ancaman dari pemain baru cenderung rendah. Namun, saat ini kompetitor bukan hanya dari taman hiburan, pusat perbelanjaan atau mall sudah bisa disebut sebagai kompetitor kami,” katanya kepada Hypeabis baru-baru ini.
Tantangan lain yang harus dihadapi oleh bisnis taman hiburan adalah regulasi yang kerap berubah, terutama pada masa pandemi Covid-19. Selain itu, kondisi politik dan perekonomian nasional juga ikut mempengaruhi bisnis yang satu ini.
Khusus untuk Taman Impian Jaya Ancol, menurut Eko wajib mematuhi seluruh kebijakan yang diberlakukan oleh Pemprov DKI Jakarta tanpa terkecuali.
“Ancol [Pembangunan Jaya Ancol] 72% sahamnya dimiliki oleh Pemprov DKI Jakarta. Oleh karena itu, kami wajib mematuhi semua kebijakan yang diberlakukan oleh Pemprov DKI,” ungkapnya.
Lebih lanjut, agar tak ditinggalkan pengunjung, Eko menyebut pihaknya sudah menyiapkan sejumlah inovasi yang berorientasi pada peningkatan layanan. Inovasi tersebut dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan teknologi digital.
“Keunggulan Ancol adalah terletak di ibukota, merupakan milik Pemprov DKI Jakarta, memiliki unit rekreasi yang beragam, disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat serta dengan harga yang terjangkau” tutupnya.
Sementara itu, Komisaris PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) Triawan Munaf menyebut salah satu rencana strategis dari holding badan usaha milik negara (BUMN) pariwisata dan penerbangan itu adalah menjadikan TMII menjadi destinasi wisata yang lebih modern. Adapun, saat ini TMII dikelola oleh PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (Persero).
Menurut Triawan, pihaknya akan segera membahas rencana tersebut setelah merampungkan proses inbreng di antara tujuh anggotanya. Selain, modernisasi TMII, rencana strategis Aviasi Pariwisata Indonesia lainnya adalah revitalisasi Sarinah secara keseluruhan, mulai dari bangunan, manajemen, hingga konsep bisnisnya.
“Semuanya [modernisasi TMII dan revitalisasi Sarinah] prioritas. Revitalisasi TMII harus direncanakan dengan sangat seksama dari berbagai aspek. Akan kami bicarakan dalam waktu mendatang ini,” katanya.
Sebagai catatan, sebelumnya taman hiburan bertema budaya Indonesia itu dikelola oleh oleh Yayasan Harapan Kita yang didirikan oleh mendiang istri Presiden RI ke-2 Soeharto berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 51 Tahun 1977 tentang TMII. Setelah diambil alih oleh pemerintah pada April 2021, akhirnya diputuskan pada 1 Juli 2021 pengelolaan resmi beralih ke TWC Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko.
Editor Fajar Sidik
Editor Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.