Planet Pluto (dok. NASA)

Atmosfer Planet Pluto Mulai Menghilang, Ada Apa?

12 October 2021   |   10:13 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Para astronom menangkap keanehan pada planet Pluto. Mereka menemukan bukti bahwa atmosfer di planet yang terletak lebih dari 3 miliar mil (4,8 miliar kilometer) dari Bumi itu mulai menghilang. Adapun pengamatan dilakukan menggunakan teleskop di beberapa lokasi Amerika Serikat dan Meksiko.  

Sebelumnya, Pluto menarik perhatian para astronom saat melintas di depan sebuah bintang pada 2018. Kemudian, tim astronom tersebut mengamati Pluto dan atmosfer tipisnya, yang terutama terbuat dari nitrogen seperti yang ada di Bumi. 

Melansir Live Science, Selasa (12/10/021), tim peneliti yang berasal dari Southwest Research Institute (SwRI) mengatakan atmosfer Pluto didukung oleh tekanan uap es di permukaan. Jadi, jika es menghangat, planet tersebut secara dramatis mengubah kepadatan atmosfernya.

Selama sekitar 25 tahun, Pluto diamati bergerak semakin jauh dari matahari, sehingga suhu permukaannya telah turun. Dengan pengamatan baru-baru ini, para peneliti menemukan bukti yang menunjukkan bahwa atmosfer Pluto sebenarnya membeku kembali ke permukaannya saat planet kerdil itu semakin dingin. 

Pluto begitu jauh dari matahari sehingga, seiring berjalannya waktu, dia akan jauh lebih dingin sebelum mendekati matahari di wilayah lain dari orbitnya yang sangat besar.

Berkat fenomena yang dikenal sebagai inersia termal, tekanan permukaan dan kerapatan atmosfer Pluto terus meningkat hingga 2018. Pada dasarnya, Pluto memiliki sisa panas sejak dekat dengan matahari. Namun, inersia mulai berkurang dan saat Pluto semakin dingin, semakin banyak atmosfernya yang membeku kembali ke permukaannya dan menghilang.

"Analogi untuk ini adalah cara matahari memanaskan pasir di pantai," ujar staf ilmuwan SwRI Leslie Young, seperti dilansir dari Live Science, Selasa (12/10/2021).

Ilmuan yang mempelajari interaksi antara badan tata surya yang dingin, permukaan, serta atmosfernya ini menjelaskan lebih lanjut bahwa sinar matahari paling intens pada siang hari, tetapi pasir kemudian terus menyerap panas sepanjang sore, sehingga menjadi paling panas di sore hari. 

“Bertahannya atmosfer Pluto menunjukkan bahwa reservoir es nitrogen di permukaan Pluto tetap terjaga, hangat oleh panas yang tersimpan di bawah permukaan. Data baru menunjukkan bahwa mereka mulai mendingin," kata Young.

Sementara itu, Eliot Young, manajer program senior SwRI menjelaskan bintang yang sempat dilintasi para peneliti sebelumnya terlihat memudar saat Pluto bergerak di depannya dan kemudian kembali terlihat setelah planet kerdil itu lewat. Dengan menggunakan kecepatan bintang masuk dan keluar dari pandangan, melalui transisi yang berlangsung sekitar 2 menit, para astronom dapat menentukan kepadatan atmosfer planet kerdil itu.

Metode ini katanya bergantung pada sebuah peristiwa yang terjadi ketika satu objek kosmik disembunyikan oleh objek lain yang lewat di depannya. “Mempelajari okultasi adalah teknik lama dan usang di dunia astronomi, dan para peneliti telah menggunakannya untuk mempelajari atmosfer Pluto sejak 1988,” sebut Eliot.

Dalam mengamati Pluto saat melintas di depan bintang, tim melihat kilatan pusat di tengah jalur bayangan planet kerdil tersebut. Kilatan yang disebabkan oleh atmosfer Pluto yang membiaskan cahaya ke pusat bayangan, mengubah kurva cahaya yang biasanya terjadi selama okultasi dari "bentuk-u" menjadi "bentuk-w".

"Kilat pusat yang terlihat pada 2018 sejauh ini adalah yang terkuat yang pernah dilihat siapa pun dalam okultasi Pluto.Lampu kilat pusat memberi kita pengetahuan yang sangat akurat tentang jalur bayangan Pluto di Bumi,” jelas Eliot.

SEBELUMNYA

5 Tips Sederhana Mencegah Penyakit Jantung

BERIKUTNYA

7 Hal Ini Bikin Rumah Lebih Ramah Anak

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: