Waspada! Gangguan Irama Jantung Bisa Berujung Stroke
01 October 2021 |
09:00 WIB
Kamu pernah merasakan jantung berdetak terlalu lambat, terlalu cepat, atau tidak beraturan? Hati-hati, itu bisa menjadi tanda gangguan pada irama jantung. Bahkan kondisi ini bisa memicu terjadinya stroke. Gangguan irama jantung ini dikenal sebagai aritmia.
Dr. Sony Hilal Wicaksono, spesialis jantung dan pembuluh darah dari RSUI mengatakan ganguan irama jantung ada beberapa jenis, namun yang paling sering adalah atrial fibrillation. Gangguan ini menjadi penyebab utama dari banyak kejadian stroke.
Atrial fibrillation terjadi saat ruang jantung bagian atas dan bawah tidak berkoordinasi dengan baik, sehingga menyebabkan jantung berdetak terlalu lambat, terlalu cepat, atau tidak beraturan.
“Irama jantung (aritmia) bisa tidak teratur dan juga bisa teratur (terlalu cepat atau terlalu lambat). Irama jantung dikatakan normal jika denyutnya teratur dengan laju 40-110 kali per menit,” ujarnya.
Beberapa gejala aritmia di antaranya muncul rasa berdebar, sesak, lemas, pusing, bahkan hingga pingsan. Kemampuan bantuan hidup dasar (basic life support) sangat dibutuhkan jika ada orang-orang di sekitar kita yang mengalami gejala ini.
Adapun bantuan hidup dasar ang dimaksud Sony diantaranya cek terlebih dahulu bahaya di sekitar kita, cek respon orang yang pingsan tersebut, hubungi ambulan, bebaskan jalan napas, cek pernapasan, jika tidak ada pergerakan napas lakukan mekanisme CPR, pasang defibrillator sesegera mungkin jika tersedia sambil menunggu ambulan datang..
Untuk menghindari terjadinya atrial fibrillation salah satu tipsnya yakni dengan memeriksa nadi mandiri dengan jari. Kendati demikian, memang tidak semua orang terlatih untuk mengukurnya, sehingga disarankan lebih baik datang ke rumah sakit untuk melakukan check-up EKG 12 lead.
Selain itu, di era kemajuan teknologi saat ini, smartwatch yang dikoneksikan ke smartphone juga dapat menjadi salah satu alternatif mudah untuk mendeteksi gangguan irama jantung.
Dr. Rakhmad Hidayat, spesialis saraf di RSUI menuturkan penyebab gangguan irama jantung diantaranya akibat faktor genetik, sinyal elektrik jantung tidak normal, dan perubahan jaringan jantung normal. Angka kejadian stroke iskemik pada pasien aritmia lebih tinggi 5 kali lipat.
Pria yang disapa dr. Dayat menjelaskan aritmia sering dikaitkan dengan stroke. Hal ini diawali dari adanya gangguan kontraksi jantung, sehingga membuat aliran darah tertahan. Aliran darah yang tertahan akan membentuk gumpalan (tromboemboli), yang dapat terbawa ke otak. Hal ini dapat menyumbat pembuluh darah di otak, yang akhirnya menyebabkan stroke.
“Stroke juga dapat memicu terjadinya aritmia, sebanyak 52 persen pasien stroke yang tidak memiliki penyakit jantung sebelumnya mengalami aritmia,” tegasnya.
Lebih lanjut Dayat menjelaskan kerusakan pada jaringan otak mempengaruhi sistem saraf autonom pada tubuh yang mengatur irama dan laju jantung. Kematian sel otak juga dapat merangsang respon peradangan umum tubuh yang memicu aritmia. “Aritmia ditemukan lebih banyak pada stroke yang melibatkan otak sisi kanan dan area insula pada otak,” paparnya.
Untuk mencegah stroke pada pasien aritmia, Dayat menyarankan agar sebagainya menerapkan gaya hidup sehat, seperti tidak merokok, tidak mengonsumsi minuman beralkohol, hindari makanan yang berlemak dan mengandung natrium tinggi.
Kemudian, lakukan olahraga rutin, kontrol tekanan darah dan gula darah, menjaga berat badan agar ideal, serta rutin meminum obat yang diresepkan oleh dokter.
“Pasien juga sebaiknya minum obat rutin yang telah diresepkan dokter, perbaiki irama dan laju jantung dengan mengonsumsi obat laju jantung (beta bloker) atau irama jantung (digoksin), atau obat yang mencegah penggumpalan darah yaitu obat pengencer darah (aspirin/warfarin),” tutur Dayat.
Editor: Dika Irawan
Dr. Sony Hilal Wicaksono, spesialis jantung dan pembuluh darah dari RSUI mengatakan ganguan irama jantung ada beberapa jenis, namun yang paling sering adalah atrial fibrillation. Gangguan ini menjadi penyebab utama dari banyak kejadian stroke.
Atrial fibrillation terjadi saat ruang jantung bagian atas dan bawah tidak berkoordinasi dengan baik, sehingga menyebabkan jantung berdetak terlalu lambat, terlalu cepat, atau tidak beraturan.
“Irama jantung (aritmia) bisa tidak teratur dan juga bisa teratur (terlalu cepat atau terlalu lambat). Irama jantung dikatakan normal jika denyutnya teratur dengan laju 40-110 kali per menit,” ujarnya.
Beberapa gejala aritmia di antaranya muncul rasa berdebar, sesak, lemas, pusing, bahkan hingga pingsan. Kemampuan bantuan hidup dasar (basic life support) sangat dibutuhkan jika ada orang-orang di sekitar kita yang mengalami gejala ini.
Adapun bantuan hidup dasar ang dimaksud Sony diantaranya cek terlebih dahulu bahaya di sekitar kita, cek respon orang yang pingsan tersebut, hubungi ambulan, bebaskan jalan napas, cek pernapasan, jika tidak ada pergerakan napas lakukan mekanisme CPR, pasang defibrillator sesegera mungkin jika tersedia sambil menunggu ambulan datang..
Untuk menghindari terjadinya atrial fibrillation salah satu tipsnya yakni dengan memeriksa nadi mandiri dengan jari. Kendati demikian, memang tidak semua orang terlatih untuk mengukurnya, sehingga disarankan lebih baik datang ke rumah sakit untuk melakukan check-up EKG 12 lead.
Selain itu, di era kemajuan teknologi saat ini, smartwatch yang dikoneksikan ke smartphone juga dapat menjadi salah satu alternatif mudah untuk mendeteksi gangguan irama jantung.
Dr. Rakhmad Hidayat, spesialis saraf di RSUI menuturkan penyebab gangguan irama jantung diantaranya akibat faktor genetik, sinyal elektrik jantung tidak normal, dan perubahan jaringan jantung normal. Angka kejadian stroke iskemik pada pasien aritmia lebih tinggi 5 kali lipat.
Pria yang disapa dr. Dayat menjelaskan aritmia sering dikaitkan dengan stroke. Hal ini diawali dari adanya gangguan kontraksi jantung, sehingga membuat aliran darah tertahan. Aliran darah yang tertahan akan membentuk gumpalan (tromboemboli), yang dapat terbawa ke otak. Hal ini dapat menyumbat pembuluh darah di otak, yang akhirnya menyebabkan stroke.
“Stroke juga dapat memicu terjadinya aritmia, sebanyak 52 persen pasien stroke yang tidak memiliki penyakit jantung sebelumnya mengalami aritmia,” tegasnya.
Lebih lanjut Dayat menjelaskan kerusakan pada jaringan otak mempengaruhi sistem saraf autonom pada tubuh yang mengatur irama dan laju jantung. Kematian sel otak juga dapat merangsang respon peradangan umum tubuh yang memicu aritmia. “Aritmia ditemukan lebih banyak pada stroke yang melibatkan otak sisi kanan dan area insula pada otak,” paparnya.
Untuk mencegah stroke pada pasien aritmia, Dayat menyarankan agar sebagainya menerapkan gaya hidup sehat, seperti tidak merokok, tidak mengonsumsi minuman beralkohol, hindari makanan yang berlemak dan mengandung natrium tinggi.
Kemudian, lakukan olahraga rutin, kontrol tekanan darah dan gula darah, menjaga berat badan agar ideal, serta rutin meminum obat yang diresepkan oleh dokter.
“Pasien juga sebaiknya minum obat rutin yang telah diresepkan dokter, perbaiki irama dan laju jantung dengan mengonsumsi obat laju jantung (beta bloker) atau irama jantung (digoksin), atau obat yang mencegah penggumpalan darah yaitu obat pengencer darah (aspirin/warfarin),” tutur Dayat.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.