Ledakan Populasi Alga Picu Kepunahan Massal Makhluk Hidup
24 September 2021 |
21:36 WIB
Para ilmuwan mengatakan ancaman kepunahan massal meningkat setelah ditemukannya ganggang beracun yang sempat melenyapkan hampir 90 persen kehidupan di lautan, dan 70 persen kehidupan di darat pada 251 juta tahun yang lalu dan dikenal dengan istilah Great Dying.
Ledakan alga ini ditemukan di sungai dan danau dan para ahli percaya bahwa itu adalah indikator awal dari bencana ekologis yang sejajar dengan peristiwa kepunahan terburuk dalam sejarah Bumi.
Para peneliti dari Museum Sejarah Alam Swedia, yang dipimpin oleh ahli paleobotani Chris Mays, menyatakan bahwa konsentrasi ledakan populasi alga selama Great Dying sama produktifnya dengan keadaan ekosistem saat ini. Ledakan alga ini bisa memicu emisi gas rumah kaca, deforestasi, dan hilangnya tanah.
Saat peristiwa Great Dying kemungkinan ada peningkatan enam kali lipat karbon dioksida, namun peningkatannya jauh signifikan pada kondisi Bumi saat ini.
"Dan kemungkinan peristiwa pertumbuhan mikroba yang berbahaya, bersama dengan banyak aspek perubahan yang merusak lainnya misalnya, angin topan yang intens, banjir, kebakaran hutan, juga meningkat sampai ke lereng karbon dioksida yang curam ini,” tutur Mays.
Para peneliti mengatakan korelasi berulang dari ganggang dengan peristiwa kepunahan massal adalah sinyal yang mengkhawatirkan untuk perubahan lingkungan.
Mays menyebut ledakan alga adalah bagian integral dari ekosistem di seluruh dunia, tetapi efek dari perubahan iklim yang didorong oleh manusia menyebabkan peningkatan yang dapat mengubah habitat air tawar menjadi zona mati bagi spesies lain. Hal ini meningkatkan keparahan kepunahan dan menunda pemulihan ekosistem selama jutaan tahun.
“Tiga bahan utama untuk jenis sup beracun ini adalah percepatan emisi gas rumah kaca, suhu tinggi, dan nutrisi yang melimpah. Saat ini, manusia menyediakan ketiga bahan tersebut secara melimpah,” tegasnya.
Dia melanjutkan karbon dioksida dan pemanasan adalah produk sampingan yang tidak terelakkan dari pembakaran bahan bakar fosil selama ratusan tahun, namun manusia telah menyediakan banyak nutrisi ke saluran air, sebagian besar dari pertanian dan penebangan pohon.
"Bersama-sama, campuran ini telah menyebabkan peningkatan tajam ganggang beracun air tawar,” tambah Mays.
Editor: Fajar Sidik
Ledakan alga ini ditemukan di sungai dan danau dan para ahli percaya bahwa itu adalah indikator awal dari bencana ekologis yang sejajar dengan peristiwa kepunahan terburuk dalam sejarah Bumi.
Para peneliti dari Museum Sejarah Alam Swedia, yang dipimpin oleh ahli paleobotani Chris Mays, menyatakan bahwa konsentrasi ledakan populasi alga selama Great Dying sama produktifnya dengan keadaan ekosistem saat ini. Ledakan alga ini bisa memicu emisi gas rumah kaca, deforestasi, dan hilangnya tanah.
Saat peristiwa Great Dying kemungkinan ada peningkatan enam kali lipat karbon dioksida, namun peningkatannya jauh signifikan pada kondisi Bumi saat ini.
"Dan kemungkinan peristiwa pertumbuhan mikroba yang berbahaya, bersama dengan banyak aspek perubahan yang merusak lainnya misalnya, angin topan yang intens, banjir, kebakaran hutan, juga meningkat sampai ke lereng karbon dioksida yang curam ini,” tutur Mays.
Para peneliti mengatakan korelasi berulang dari ganggang dengan peristiwa kepunahan massal adalah sinyal yang mengkhawatirkan untuk perubahan lingkungan.
Mays menyebut ledakan alga adalah bagian integral dari ekosistem di seluruh dunia, tetapi efek dari perubahan iklim yang didorong oleh manusia menyebabkan peningkatan yang dapat mengubah habitat air tawar menjadi zona mati bagi spesies lain. Hal ini meningkatkan keparahan kepunahan dan menunda pemulihan ekosistem selama jutaan tahun.
“Tiga bahan utama untuk jenis sup beracun ini adalah percepatan emisi gas rumah kaca, suhu tinggi, dan nutrisi yang melimpah. Saat ini, manusia menyediakan ketiga bahan tersebut secara melimpah,” tegasnya.
Dia melanjutkan karbon dioksida dan pemanasan adalah produk sampingan yang tidak terelakkan dari pembakaran bahan bakar fosil selama ratusan tahun, namun manusia telah menyediakan banyak nutrisi ke saluran air, sebagian besar dari pertanian dan penebangan pohon.
"Bersama-sama, campuran ini telah menyebabkan peningkatan tajam ganggang beracun air tawar,” tambah Mays.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.