The Matrix (Dok. Warner Bros)

5 Alasan The Matrix Jadi Fenomena Budaya Pop

14 September 2021   |   14:43 WIB

Setelah 18 tahun berlalu, franchise The Matrix akan berlanjut dengan kehadiran The Matrix 4: Resurrection. Keberlanjutan franchise ini bukan tanpa alasan; The Matrix masih menjadi salah satu produk budaya populer yang marak dibicarakan. Hingga kini kita masih bisa melihatnya dalam berbagai film, meme, hingga kajian ilmiah.

Generasi sekarang, terutama yang lahir setelah 2003, mungkin tidak terlalu familiar dengan The Matrix. Namun, percayalah, franchise yang satu ini layak untuk kembali hadir. Seperti halnya beberapa cerita yang dilahirkan kembali, misal Men in Black atau Blade Runner, The Matrix memiliki kualitas yang membuatnya terus hidup sebagai fenomena budaya pop. Berikut 5 alasannya:

1. Efek visual
Ketika mendengar The Matrix, seseorang yang pernah menontonnya mungkin akan langsung mengasosiasikannya dengan berbagai efek visual. Efek visual yang kemudian diganjar dengan Oscar tersebut memang terasa luar biasa pada masanya.

Salah satu yang paling terkenal tentu saja bullet time, ketika Neo yang diperankan oleh Keanu Reeves menghindari peluru dalam slow-mo. Namun, di luar itu, masih banyak efek visual lain yang mengagumkan, seperti matrix vision, the mirror, hingga transformasi agen.

2. Fighting scene
 
Dengan sokongan efek visual yang ciamik, koreografi adegan kelahi dalam The Matrix jauh lebih liar daripada film-film pada masanya. Dalam hal ini, apresiasi yang tinggi patut diberikan kepada Yuen Woo-ping, koreografer adegan kelahi di The Matrix. 

Berkatnya, perkelahian antara Neo vs. Morpheus di dojo atau Neo vs. Agen Smith di subway menjadi scene yang masih terkenang hingga kini. Keberhasilan Yuen Woo-ping di The Matrix ini pun berlanjut ke karya-karya lain, seperti Kill Bill ataupun Kungfu Hustle

3. Perpaduan budaya
 
Latar The Matrix, yang cenderung tidak terikat pada satu budaya tertentu, memungkinkan munculnya berbagai macam pengaruh budaya. Genhype, misalnya, dapat melihat adegan perkelahian Neo vs. Morpheus atau Neo vs. Seraph yang kental dengan budaya Asia. 

Menariknya lagi, selain referensi latarnya, nilai-nilai dalam The Matrix juga disebut-sebut lekat dengan budaya lain, terutama Budisme. Inilah salah satu faktor yang kemudian membuat The Matrix terasa relevan bagi orang-orang di seluruh dunia, terutama Asia.

4. Keanu Reeves Keanu Reeves bukanlah pilihan pertama untuk memerankan the one alias Neo. Namun, nyatanya berkat dialah The Matrix dapat terus dicintai publik hingga sekarang. 

Karakternya yang loveable membuat Keanu Reeves menjadi sosok yang ideal, sehingga praktis membuat The Matrix turut dicintai. Di tengah badai cancel culture hari ini, Keanu Reeves adalah penawar yang hadir sebagai sosok yang rendah hati, dermawan, dan menghormati perempuan.

5. Pertanyaan filosofis
 
Website interaktif What is The Matrix (Dok. tangkapan layar whatisthematrix.com)


Faktor terakhir yang membuat The Matrix timeless dan jadi fenomena budaya pop tentu adalah nilai-nilai filosofis yang ada di dalamnya. Meski penuh dengan atraksi visual dan aksi perkelahian, The Matrix punya gagasan yang mendalam, mulai dari persoalan kebebasan, kesadaran, hingga apa yang nyata dan tak nyata.

Dimulai dari pilihan pil biru (tetap berada di ilusi yang menyenangkan) atau pil merah (mengejar kenyataan yang kemungkinan besar pahit), The Matrix menyeret kita ke pertanyaan-pertanyaan besar berbagai filsuf dari berbagai zaman, mulai dari Plato (Allegory of the Cave) hingga Jean Baudrillard (Simulacra and Simulation).

Editor: Fajar Sidik

SEBELUMNYA

Rappper Saweetie Kenakan Gaun dengan 10 Juta Kristal saat Met Gala 2021

BERIKUTNYA

The Panturas Lebih Eksploratif di Album Ombak Banyu Asmara

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: