5 Alasan The Matrix Jadi Fenomena Budaya Pop
Generasi sekarang, terutama yang lahir setelah 2003, mungkin tidak terlalu familiar dengan The Matrix. Namun, percayalah, franchise yang satu ini layak untuk kembali hadir. Seperti halnya beberapa cerita yang dilahirkan kembali, misal Men in Black atau Blade Runner, The Matrix memiliki kualitas yang membuatnya terus hidup sebagai fenomena budaya pop. Berikut 5 alasannya:
1. Efek visual
The famous visual effect scene in this film is the “bullet-time”, where the action scene suddenly goes to slow-motion, but the camera movements are at normal speed. #BCM325 #TheMatrix pic.twitter.com/5njIevE1SU
— Jeffery Luk (@LukJeffery) February 9, 2021
Ketika mendengar The Matrix, seseorang yang pernah menontonnya mungkin akan langsung mengasosiasikannya dengan berbagai efek visual. Efek visual yang kemudian diganjar dengan Oscar tersebut memang terasa luar biasa pada masanya.
Salah satu yang paling terkenal tentu saja bullet time, ketika Neo yang diperankan oleh Keanu Reeves menghindari peluru dalam slow-mo. Namun, di luar itu, masih banyak efek visual lain yang mengagumkan, seperti matrix vision, the mirror, hingga transformasi agen.
2. Fighting scene
This feels like a good time to remind everyone that the Merovingian fight scene in Reloaded is sneaky the best in the Matrix franchise pic.twitter.com/XwoJBdoRbD
— Kenjac (@JackKennedy) September 7, 2021
Dengan sokongan efek visual yang ciamik, koreografi adegan kelahi dalam The Matrix jauh lebih liar daripada film-film pada masanya. Dalam hal ini, apresiasi yang tinggi patut diberikan kepada Yuen Woo-ping, koreografer adegan kelahi di The Matrix.
Berkatnya, perkelahian antara Neo vs. Morpheus di dojo atau Neo vs. Agen Smith di subway menjadi scene yang masih terkenang hingga kini. Keberhasilan Yuen Woo-ping di The Matrix ini pun berlanjut ke karya-karya lain, seperti Kill Bill ataupun Kungfu Hustle.
3. Perpaduan budaya
The dojo scene in The Matrix is one of the greatest scenes in cinema pic.twitter.com/U4WTe3nY2c
— Aniq ? (@aniqrahman) September 11, 2021
Latar The Matrix, yang cenderung tidak terikat pada satu budaya tertentu, memungkinkan munculnya berbagai macam pengaruh budaya. Genhype, misalnya, dapat melihat adegan perkelahian Neo vs. Morpheus atau Neo vs. Seraph yang kental dengan budaya Asia.
Menariknya lagi, selain referensi latarnya, nilai-nilai dalam The Matrix juga disebut-sebut lekat dengan budaya lain, terutama Budisme. Inilah salah satu faktor yang kemudian membuat The Matrix terasa relevan bagi orang-orang di seluruh dunia, terutama Asia.
4. Keanu Reeves
Keanu Reeves bukanlah pilihan pertama untuk memerankan the one alias Neo. Namun, nyatanya berkat dialah The Matrix dapat terus dicintai publik hingga sekarang.Keanu Reeves:
— Muhammad Lila (@MuhammadLila) June 13, 2019
- Starred in the Matrix
- Starred in John Wick
- Starring in #ToyStory4
- Has a net worth of $390 million dollars
- Is still the kind of guy who'll give his seat to you while riding the NYC subway train to work pic.twitter.com/UiadxdrogF
Karakternya yang loveable membuat Keanu Reeves menjadi sosok yang ideal, sehingga praktis membuat The Matrix turut dicintai. Di tengah badai cancel culture hari ini, Keanu Reeves adalah penawar yang hadir sebagai sosok yang rendah hati, dermawan, dan menghormati perempuan.
5. Pertanyaan filosofis
Faktor terakhir yang membuat The Matrix timeless dan jadi fenomena budaya pop tentu adalah nilai-nilai filosofis yang ada di dalamnya. Meski penuh dengan atraksi visual dan aksi perkelahian, The Matrix punya gagasan yang mendalam, mulai dari persoalan kebebasan, kesadaran, hingga apa yang nyata dan tak nyata.
Dimulai dari pilihan pil biru (tetap berada di ilusi yang menyenangkan) atau pil merah (mengejar kenyataan yang kemungkinan besar pahit), The Matrix menyeret kita ke pertanyaan-pertanyaan besar berbagai filsuf dari berbagai zaman, mulai dari Plato (Allegory of the Cave) hingga Jean Baudrillard (Simulacra and Simulation).
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.