Para narasumber dalam diskusi bertajuk Transformasi Digital dalam Perawatan Kardiovaskular: Kemajuan, Tantangan, dan Langkah ke Depan. (Sumber gambar: Desyinta Nuraini/Hypeabis.id)

Teknologi AI & Digital Jadi Jurus Jitu Bantu Kurangi Beban Layanan Penyakit Kardiovaskular

30 May 2025   |   13:00 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Teknologi pencitraan, pengobatan, dan pemantauan berbasis artificial intelligence (AI), serta integrasi data pasien lintas fasilitas menjadi solusi menjembatani kesenjangan layanan kesehatan, terutama dalam menangani penyakit kardiovaskular. Teknologi virtual berbasis AI juga memungkinkan penyedia layanan di daerah terpencil memberikan layanan lebih efektif.

Para pemimpin layanan kesehatan diketahui telah merencanakan integrasi teknologi ini. Menurut Philips Future Health Index 2024, sebanyak 74 persen pemimpin layanan kesehatan di Indonesia berencana untuk berinvestasi dalam teknologi generative AI dalam tiga tahun ke depan, jauh di atas rata-rata global sebesar 56 persen.

Baca juga: Keunggulan Operasi Jantung Robotik Pertama di Indonesia yang Minim Luka dan Rasa Sakit

Ketua Bidang Medis Yayasan Jantung Indonesia (YJI) dr. BRM. Ario Soeryo Kuncoro, mengatakan teknologi yang tepat sangat membantu para pekerja medis bekerja lebih cepat dan efisien. Teknologi ini menyederhanakan alur kerja, mempercepat proses diagnosis, dan mendukung pengambilan keputusan, terutama dalam menangani pasien kardiovaskular.

Artinya, lanjut Ario, pasien bisa didiagnosis lebih cepat, ditangani lebih awal, dan peluang hasil yang lebih baik juga meningkat.

“Secara keseluruhan, rumah sakit bisa melayani lebih banyak pasien, yang sangat penting di wilayah dengan sumber daya terbatas,” ujarnya dalam dialog bertajuk Transformasi Digital dalam Perawatan Kardiovaskular di bilangan Jakarta, Rabu (28/5/2025).
 
Diketahui, penyakit kardiovaskular menjadi tantangan besar bagi sistem kesehatan di Indonesia. Sekitar 650.000 orang didiagnosis setiap tahunnya dan penyakit ini menjadi penyebab kematian utama di Tanah Air. 

Penyakit jantung sendiri menyebabkan beban biaya kesehatan sebesar Rp10,3 triliun. Kondisi ini diperparah oleh keterbatasan jumlah dokter spesialis jantung dan fasilitas kesehatan yang tidak merata di seluruh wilayah Indonesia, yang terdiri atas lebih dari 17.000 pulau. 

Saat ini hanya terdapat sekitar 1.500 dokter spesialis jantung di seluruh Indonesia. Selain itu, rumah sakit yang memiliki layanan jantung lanjutan hanya terpusat di kota-kota besar, sehingga masyarakat di daerah terpencil sulit mendapatkan akses kesehatan yang memadai.
 
Selain keterbatasan tenaga medis, fasilitas kesehatan di wilayah yang belum berkembang juga sering kali kekurangan sarana untuk menangani penyakit jantung secara efektif. Tantangan sistemik ini menciptakan kesenjangan layanan yang signifikan dan berkontribusi pada meningkatnya beban penyakit secara nasional.

Ario menyebut, belum adanya dokter jantung di daerah tertentu di Indonesia serta belum lengkapnya fasilitas diagnostik penyakit jantung yang baik, berdampak pada keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan. “Akibatnya, pasien datang dalam kondisi yang sudah lebih parah dan sulit ditangani,” ungkap kardiologis di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita itu.

Oleh karenanya, teknologi AI dan digital dinilai sangat penting untuk menutup kesenjangan layanan jantung di Indonesia. Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI), drg. Iing Ichsan Hanafi, menyebut dengan menjadi pelopor transformasi digital dan berinvestasi pada inovasi dan teknologi kesehatan canggih, rumah sakit swasta dapat terus memenuhi kebutuhan pasien jantung saat ini dan di masa depan, sekaligus mendukung sistem kesehatan yang lebih efisien.
 
Di sisi lain, perusahaan teknologi global, Philips, telah bekerja sama dengan penyedia layanan kesehatan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi alur kerja di seluruh tahapan layanan. Solusi pencitraan berbasis AI, seperti ultrasonografi jantung, CT, dan MRI, membantu dokter mendeteksi kondisi jantung lebih awal dan lebih akurat, serta mempercepat proses diagnosis. 

Pengukuran otomatis dan wawasan waktu nyata juga menyederhanakan alur kerja klinis dan meningkatkan keyakinan dalam diagnosis. Platform informatika terintegrasi mendukung penanganan kasus jantung kompleks dengan menghubungkan data pencitraan dan data klinis lintas departemen. 

Tim multidisiplin, mulai dari kateterisasi jantung, ekokardiografi, CT, hingga MRI, dapat mengakses satu tampilan terpadu pasien untuk melacak perkembangan penyakit dan mengambil keputusan dengan lebih cepat dan tepat. Alat digital seperti pemantauan jarak jauh dan analitik prediktif juga memberdayakan tenaga kesehatan untuk mengelola kondisi kronis secara proaktif, mengurangi kunjungan rumah sakit yang tidak perlu, dan menjaga keterlibatan pasien dalam pengelolaan kesehatannya sendiri.
 
Astri Ramayanti Dharmawan, Presiden Direktur Philips Indonesia mengatakan, perjuangan Indonesia melawan penyakit jantung memerlukan lebih dari sekadar tenaga medis. “Kita memerlukan inovasi,” tegasnya. 

Dengan keterbatasan jumlah dokter spesialis jantung dan beban penyakit yang terus meningkat, butuh solusi teknologi kesehatan yang mampu mempercepat diagnosis dan intervensi. Philips lantas berkomitmen untuk membangun sistem kesehatan yang lebih kuat dan tangguh, sejalan dengan visi untuk memberikan perawatan yang lebih baik bagi lebih banyak orang.
 
“Untuk memberikan dampak nyata, inovasi ini harus dapat diakses, dapat diterapkan dalam skala yang lebih luas, dan dibangun berdasarkan kebutuhan para tenaga kesehatan dan pasien di seluruh Indonesia,” terangnya.

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

SEBELUMNYA

Menyemai Asa di Dasar Laut Waecicu Labuan Bajo

BERIKUTNYA

Menuju Marche du Film 2028, Indonesia Siapkan Langkah Jadi Country of Honour

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: