Kendaraan listrik BYD (Sumber gambar: BYD)

IMD Future Readiness Indicator Automotive 2025: BYD Salip Tesla untuk Pertama Kalinya

27 May 2025   |   17:03 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Laporan terbaru International Institute for Management Development menunjukkan bahwa pabrikan mobil listrik China, mulai BYD, Geely, sampai Li Auto mendominasi 4 besar dalam peringkat IMD Future Readiness Indicator Automotive 2025. Untuk pertama kalinya, merek BYD mengungguli Tesla, merek mobil listrik asal Amerika Serikat. 

Howard Yu, Profesor Manajemen dan Inovasi serta Direktur Pusat Kesiapan Masa Depan IMD, mengatakan bahwa posisi Tesla yang tidak tergoyahkan sejak 2019 pada akhirnya berhasil ditumbangkan oleh BYD.

Dia menuturkan, BYD yang berada di peringkat pertama dalam IMD Future Readiness Indicator Automotive 2025 memiliki skor 100. Angka ini lebih tinggi dari Tesla yang berada di peringkat, yakni 98,1.

Langkah BYD yang mampu menyalip merek otomotif asal Amerika Serikat dan menumbangkannya dari posisi paling atas dapat terjadi lantaran melakukan ekspansi teknologi secara masif dan ekspansi pabrik secara besar-besaran. 

Baca juga: Daftar Mobil Listrik Paling Laris Tahun 2025 di Indonesia 

BYD tidak sendirian, langkah agresif pabrikan otomotif asal China juga terlihat dari posisi merek kendaraan lain asal Negeri Tirai Bambu. Geely dan Li Auto masing-masing menempati posisi 3 dan 4 dalam peringkat IMD Future Readiness Indicator Automotive 2025.

Geely tercatat mendapat skor 82. Sementara itu, Li Auto mencatatkan nilai 56,1. Kedua merek ini berhasil mendepak VW dan Stellantis dari peringkat 5 besar. Tidak hanya itu, perubahan peringkat yang terjadi juga membuat posisi merek lainnya, yakni Hyundai, Ford, General Motors, Toyota, dan Mercedez makin terpuruk.

Selain Geely dan Li Auto, laporan IMD Future Readiness Indicator Automotive 2025 juga menunjukkan merek asal China lainnya, yakni Xpeng berada di peringkat 8 dengan skor 48,3 – mengalahkan General Motors (47,2) dan Ford (43,1) yang masing-masing berada di posisi 9 dan 10.

Yu mengungkapkan Geely, Li Auto, dan Xpeng telah tumbuh sangat cepat. Kondisi ini memberikan tekanan besar terhadap peta persaingan industri otomotif.

Dia menuturkan, berbagai inovasi yang telah dilakukan oleh BYD, Geely, Li Auto, dan Xpeng terbukti diminati oleh konsumen, sehingga berdampak langsung terhadap pertumbuhan pendapatan. Pada akhirnya, mereka berhasil menggeser merek-merek mobil dari Eropa dan Jepang.

Cara pabrikan mobil asal China memiliki perbedaan dengan para pemain tradisional dalam mengembangkan mobil listrik. Mereka mengutamakan desain mobil berdasarkan pengembangan software dan integrasi digital. Sementara itu, para pemain lama biasanya terlalu menitikberatkan terhadap sisi hardware.

“Efeknya, mereka tak perlu melakukan recall ketika mobil perlu melakukan kalibrasi kendaraan. Perbaikan suspensi hingga fitur keamanan, bisa dilakukan hanya dengan melakukan update software saja. Hal ini tentu menekan biaya produsen dan terasa lebih nyaman bagi konsumen ketimbang cara konvensional,” ujarnya.

Dia menambahkan, digitalisasi juga mempengaruhi cara merak asal China mengawasi dan mengamankan rantai pasokan dan distribusi. Dengan digital tracking system, pengiriman bisa dilacak dengan lebih presisi dan transparan.

Para pabrikan asal China itu mendapatkan keuntungan dari rantai pasok yang lebih fleksibel meskipun kendaraan listrik memerlukan komponen canggih, seperti baterai dan semikonduktor. “Sementara itu, kompleksitas rantai pasokan produsen mobil tradisional lebih rumit,” ujarnya.

Pabrikan mobil asal China juga terbukti piawai dalam membuat perbaikan dan penyesuaian pada waktu singkat. Sebagai contoh, mereka dapat meluncurkan model baru atau pembaruan software dengan kecepatan yang sulit disaingi oleh produsen mobil Barat. 

Pabrikan Barat kemungkinan memerlukan waktu sekitar 5-7 tahun untuk membuat mobil generasi baru. Sementara itu, produsen mobil China seperti Li Auto dapat meluncurkan mobil baru setengah dari waktu yang dibutuhkan pabrikan Barat imbas lantaran sistem organisasi yang lincah seperti startup.

Para pembuat mobil asal China juga bisa melakukan pembaruan software setiap tahun di beberapa lini model EV-SUV mereka. Mereka sangat gesit meraup pasar ketika permintaan mobil listrik mengalami peningkatan.

“Mereka mengakali dengan segera meningkatkan produksi untuk model-model entry-level terlebih dahulu agar bisa mencuri start dan mengambil konsumen ketika lawan-lawan mereka masih sibuk memperbesar dan merombak pabrik,” ujarnya.

Di sisi lain, para pemain otomotif lain menghadapi krisis ganda. Pertama, terkait penurunan keuntungan di China. Padahal, China adalah pasar kunci untuk pertumbuhan mereka. Masalah kedua, mereka tidak sanggup membiayai riset dan pengembangan mobil listrik yang butuh pendanaan besar. 

Sebagai contoh merek Volkswagen. Yu mengatakan bahwa merek ini menghadapi kesulitan akibat pendapatan yang terus mengalami penurunan dan ketergantungan terhadap model yang terlalu hardware-centric. Padahal, Volkswagen didapuk sebagai pemain tradisional yang punya kesiapan masa depan paling baik. 

Yu menilai produsen otomotif lawas mesti melakukan strategi baru agar bisa bersaing dengan  mengikuti tren industri otomotif yang kini membuat mobil sebagai komputer berjalan.

“Selain itu, para pemain lama ini memiliki keuntungan karena merek mereka sudah lebih dikenal dan dipercaya masyarakat di berbagai belahan dunia. Sementara para pemain China dan Tesla saat ini masih terkonsentrasi di beberapa negara tertentu saja,” ujarnya. 

Baca juga: Minat Beli Mobil Listrik Bakal Naik pada 2025, Ini Alasannya! 

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

SEBELUMNYA

Sebanyak 253.421 Peserta Dinyatakan Lulus Seleksi UTBK SNBT 2025

BERIKUTNYA

BLACKPINK Siap Konser Lagi di GBK 1 & 2 November 2025, Cek Jadwal Beli Tiketnya

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: