Ilustrasi autisme (Sumber gambar: Tara Winstead/Pexels)

Mengupayakan Dunia Kerja yang Lebih Inklusif, Autisme Tak Jadi Hambatan

23 May 2025   |   20:00 WIB
Image
Dewi Andriani Jurnalis Hypeabis.id

Jumlah penderita autisme atau Autism Spectrum Disorder (ASD) di Indonesia terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data terbaru, jumlah penderita autisme mencapai 2,4 juta pada 2024, meningkat cukup signifikan dari 2020 yang hanya sekitar 1,2 juta orang. 

Tantangan utama bagi penyandang autisme ini bukan hanya mengenai terapi dan pendidikan tetapi juga akses terhadap pekerjaan yang layak terutama setelah memasuki usia produktif.

“Banyak orang tua yang bingung. Setelah anaknya lulus sekolah, pertanyaannya adalah: bisa kerja di mana? Apa yang bisa mereka lakukan?” ungkap Ketua Yayasan Autisme Indonesia Adriana Ginanjar dalam sambutannya di talkshow
Autisme Bukan Hambatan: Dukungan dan Inovasi dalam Menciptakan Peluang Kerja, Kamis (22/5/2025). 

Baca juga: Begini Karakteristik, Cara Mengasuh dan Terapi Anak Autisme

Menurutnya, ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh penyandang autisme. Mulai dari stigma bahwa penyandang autisme tidak mampu bekerja, kurangnya pemahaman dari pemberi kerja tentang spektrum autisme, hingga minimnya realisasi dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, terutama dalam aspek ketenagakerjaan. 

Namun, menurut Adriana, semua tantangan tersebut bukanlah hal yang tidak bisa diatasi. Akan tetapi, untuk mencapainya, diperlukan kerja sama jangka panjang antara pemerintah, sektor swasta, komunitas autisme, dan masyarakat luas untuk menciptakan sistem yang inklusif.

“Saya berharap acara ini adalah another important stepping stone untuk mendukung penyandang autism meraih masa depan yang lebih indah,” tuturnya.

Sementara itu, Prita Kemal Ghani, Sekretaris Jenderal ASEAN Autism Network (AAN) menyampaikan bahwa individu dengan autisme justru memiliki keunggulan yang berharga di dunia kerja.

"Mereka biasanya sangat tekun, fokus, dan detail. Pekerjaan repetitif yang membosankan bagi sebagian besar orang, justru mereka lakukan dengan senang hati," ujarnya.

Selain itu, mereka dikenal jujur, tidak mudah terlibat dalam gosip, serta tidak memiliki ambisi politik yang destruktif di tempat kerja.

Meski begitu, Prita juga mengakui bahwa perusahaan sering ragu merekrut penyandang autisme karena kekhawatiran terkait komunikasi, interaksi sosial, dan fleksibilitas dalam beradaptasi.

Oleh sebab itulah, dia menekankan pentingnya pelatihan bagi karyawan perusahaan untuk menciptakan lingkungan kerja yang ramah autisme, seperti penggunaan noise-cancelling headset, ruang kerja tenang, dan adaptasi instruksi kerja. 

Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Veronica Tan mengatakan bahwa pemerintah telah menetapkan kebijakan inklusif, yakni kewajiban mempekerjakan minimal 2 persen penyandang disabilitas di sektor publik dan 1 persen di sektor swasta.

Namun, realisasinya masih menemui hambatan. “Secara hukum sudah ada tapi kenyataannya banyak perusahaan belum siap. Kami menemukan ada mislink antara pelatihan pemerintah dan kebutuhan nyata dunia kerja,” jelasnya. 

Menurutnya, pemerintah tengah mengembangkan model pelatihan berbasis kebutuhan industri, termasuk menggandeng bank dan perusahaan besar untuk menyusun kriteria dan modul pelatihan yang relevan, bukan berbasis kurikulum pendidikan umum semata.

Selain itu, tantangan sosial seperti minimnya dukungan keluarga atau keterbatasan akses transportasi ke pusat pelatihan juga menjadi fokus perhatian. “Kami ingin pastikan bahwa negara hadir. Forum ini jadi langkah awal untuk sinergi ke depan,” tandasnya.

Yayasan Autisme Indonesia menegaskan bahwa keberagaman bukanlah penghalang, melainkan kekuatan. Acara ini menjadi momentum penting untuk menciptakan dunia kerja yang inklusif, adil, dan berkelanjutan.

“Memberikan pekerjaan bagi penyandang autisme bukan hanya tentang memberi kesempatan, tapi juga menciptakan lingkungan kerja yang saling menguntungkan. Kita semua punya peran dalam menciptakan perubahan,” tutup Prita. 

Baca juga: 5 Aktivitas Menarik Untuk Anak dengan Gangguan Spektrum Autisme

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

SEBELUMNYA

Elle Fanning Perankan Effie Trinket di The Hunger Games: Sunrise on the Reaping

BERIKUTNYA

Pentingnya Detoks Digital saat Menghadapi Tekanan Psikis di Media Sosial

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: