sumber : Dewi Andriani

Perjalanan Kreatif Ryan Adriandhy 5 Tahun Menghidupkan Animasi Jumbo

30 April 2025   |   12:30 WIB
Image
Dewi Andriani Jurnalis Hypeabis.id

Di balik kesuksesan film animasi Jumbo yang berhasil menembus angka 7,5 juta sekaligus mengukuhkannya sebagai film animasi terlaris se-Asia Tenggara, ada nama Ryan Adriandhy, sang sutradara yang kini tengah menjadi sorotan. Proses kreatifnya menghidupkan animasi berkelas box office itu menjadi inspirasi bagi kreator generasi muda.

Dalam sebuah diskusi bersama para mahasiswa dan alumni Binus University International, Ryan yang juga lulusan Graphic Design and New Media Binus University International menceritakan perjalanan kreatifnya dalam menghidupkan dunia imajinatif Jumbo.

Dia mengungkapkan bagaimana latar belakang pendidikannya dan pengalaman belajar dalam lingkungan berbahasa Inggris membentuk fondasi kuat untuk mengembangkan proyek ambisius ini.

“Kalau kamu bisa menyampaikan hal-hal yang tidak kasat mata yakni ide, konsep, emosi dalam bahasa Inggris, pintu ke banyak peluang langsung terbuka,” ujar Ryan yang sudah lama berkiprah di industri hiburan tanah air.

Baca juga: Cerita Cinta Laura soal Proses Kreatif Jadi Voice Cast di Film Animasi Jumbo

Kemampuan berkomunikasi lintas budaya itulah yang akhirnya membawanya menjelajah riset dan pengembangan cerita animasi hingga ke luar negeri.

Meskipun banyak yang menganggap animasi hanyalah 'film anak-anak,'  Ryan menegaskan bahwa Jumbo dibangun dengan pendekatan film yang utuh. “Saya tetap pakai editor film, penulis naskah, bahkan DOP (director of photography),” katanya. 

Dia menolak membuat karakter yang "statis". Dalam Jumbo, karakter berganti pakaian sesuai perkembangan cerita, sebuah detail kecil yang memperkuat realisme dan kedalaman cerita.

Ryan pun menceritakan bagaimana dari sisi produksi Jumbo memiliki alur kerja berbeda dari film action yang mengunci gambar (picture lock) di tahap akhir. Dalam film animasi,  justru melakukannya dua kali penguncian.  “Kita kunci dulu di tahap animatik, dari storyboard. Untuk mencegah buang-buang waktu membuat adegan yang akan dihapus,” jelasnya.

Menariknya, proses suara juga dilakukan lebih dulu. Para aktor tidak melihat hasil visual, tapi diberikan konsep dan arahan naratif agar mereka bisa mengekspresikan karakter secara bebas. Dari sanalah animator kemudian menyesuaikan gerakan dengan audio, bukan sebaliknya.

Selama 5 tahun produksi, tim Jumbo menghadapi banyak tantangan. “Titik nadir itu pasti ada. Apalagi waktu rendering, tiba-tiba mesin rusak, file korup, dan lain-lain,” kenangnya. 

Namun dengan tim Lighting, Rendering, dan Compositing (LRC) yang solid, mereka terus belajar dan menyempurnakan proses secara berkelanjutan. “Setiap shot kita review dengan tiga frame dari awal, tengah, dan akhir. Semua harus dicek ketat sebelum bisa lanjut,” ungkapnya.

Saat ditanya, kenapa Ryan memilih Visinema? Sebab ketika itu banyak studio yang ragu dengan skala proyek ini. Namun, Visinema melalui sang CEO, Angga Dwimas Sasongko jutsru memberikan dukungan penuh. “Kenapa kita enggak jadi success story-nya aja?” Kalimat sederhana yang menjadi titik balik yang akhirnya mengantar Jumbo menemukan rumah produksinya.

Kesuksesan film Jumbo juga akan dinikmati oleh para pecinta film animasi di seluruh dunia. Sebba, per Juni, Jumbo akan tayang di 17 negara dengan subtitle dalam bahasa Inggris, Mandarin, dan Spanyol. Namun Ryan tetap teguh mempertahankan identitasnya. “Saya bangga pakai Bahasa Indonesia. Ini cerminan siapa kita,” katanya. 

Baca juga: Hypeprofil Desainer Danny Satriadi, Proses Kreatif Merancang Cheongsam nan Kaya Filosofi Budaya

Film berdurasi 96 menit ini boleh jadi telah selesai diputar, tapi perjalanannya belum berakhir. Meski tidak akan ada versi director's cut, tim kreatif di Visinema Studios masih mengeksplorasi kelanjutan kisah Jumbo baik dalam bentuk sekuel maupun media lainnya. “Jelas, Jumbo tidak akan berhenti hanya di satu film,” tegasnya.

Ryan pun percaya dengan adanya dukungan infrastruktur digital yang mumpuni dan dukungan dari investor, film animasi akan terus berkembang. Apalagi Indonesia memiliki banyak talenta di bidang animasi.
 

SEBELUMNYA

Cerita di Balik 30 April Diperingati Sebagai Hari Jaz Internasional

BERIKUTNYA

Java Jazz Festival 2025 Umumkan Lineup Tambahan, Ada UMI hingga Lee Ritenour

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: