Tantangan Industri Perhotelan di Tengah Efisiensi Anggaran Pemerintah
25 February 2025 |
22:00 WIB
Industri perhotelan di Indonesia tengah menghadapi tantangan berat seiring dengan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah. Kebijakan ini berdampak langsung pada tingkat okupansi hotel, terutama yang selama ini bergantung pada segmen pasar pemerintahan.
Galuh Wijayanti, General Manager Ibis Styles Jakarta Simatupang, mengatakan bahwa kebijakan efisiensi anggaran pemerintah berdampak signifikan pada okupansi hotel.
"Di hotel kami ini benar-benar sangat berpengaruh. Salah satu segmen kami dari pemerintahan sekitar 30 persen, dan kami sudah kehilangan segmen itu sejak Januari," ungkapnya saat media visit ke Bisnis Indonesia, Selasa (25/2/2025).
Baca juga: Strategi Kemenekraf Wujudkan Program Kerja Setelah Kena Efisiensi Anggaran Rp90,5 miliar
Galuh menjelaskan bahwa secara keseluruhan, hotel di kawasan Jakarta Selatan masih didominasi oleh segmen swasta dengan persentase sekitar 70 persen), sedangkan 30 persen sisanya berasal dari pemerintahan. Akan tetapi, dengan kebijakan efisiensi anggaran, segmen pemerintahan hampir menghilang, menyebabkan performa hotel tertinggal dari target.
"Jika sebuah hotel memiliki ketergantungan 70-80 persen pada segmen pemerintahan, maka dampaknya bisa lebih parah. Bahkan, beberapa hotel di luar kota mulai mengalami layoff atau unpaid leave," jelasnya, seraya membandingkan kondisi ini dengan dampak pandemi Covid-19.
Selain kehilangan segmen pemerintahan, persaingan antarhotel pun kian ketat. Dengan banyaknya hotel yang mengalihkan fokus ke segmen swasta, terjadi perang harga (price war) yang cukup agresif.
"Hotel-hotel bintang 5 mulai menurunkan harga ke level bintang 4 atau 3, sehingga hotel yang di bawahnya juga harus ikut menyesuaikan harga. Jika tidak, mereka bisa kehilangan pasar," jelas Galuh.
Ibis Styles Jakarta Simatupang, misalnya, menyesuaikan harga dengan strategi mempertahankan loyalitas pelanggan swasta. Galuh mengaku acap kali 'mengintip' harga hotel bintang 5, lalu menyesuaikan harga hotel mereka agar tetap kompetitif. "Selain itu, kami juga menawarkan benefit tambahan untuk menarik tamu agar tetap memilih kami," ujarnya.
"Kami menawarkan paket buka puasa dengan harga early bird Rp200.000 hingga 27 Februari, dan harga reguler Rp288.000 dengan promo Pay 4 Get 5. Selain itu, ada juga opsi menggunakan meeting room untuk acara berbuka bersama yang bisa dinegosiasikan lebih lanjut," jelasnya.
Namun, meski okupansi hotel saat ini berada di angka 80 persen untuk Februari, Galuh memperkirakan angka ini akan menurun saat Ramadan dan libur Lebaran. Dia memperkirakan pada bulan Ramadan biasanya okupansi berada di sekitar angka 60 persen.
"Itu saja sudah bagus, tetapi meeting room yang biasanya ramai kini mengalami penurunan drastis karena banyaknya pemangkasan anggaran pemerintah," tambahnya.
Meskipun industri perhotelan menghadapi tantangan besar, ekspansi tetap berjalan. Jaringan hotel Accor, misalnya, masih membuka beberapa properti baru di Indonesia.
Menurutnya, akan ada beberapa hotel baru yang segera dibuka pada tahun ini di antaranya Mercure Garut, Novotel Pulomas, dan Novotel BSD. Hal ini, lanjutnya, menunjukkan bahwa industri perhotelan tetap optimis dengan pertumbuhan jangka panjang meskipun saat ini harus beradaptasi dengan kondisi pasar yang menantang.
Baca juga: Ragam Paket Bukber di Hotel Jaringan Accor, Kambing Guling hingga Masakan Peranakan
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Galuh Wijayanti, General Manager Ibis Styles Jakarta Simatupang, mengatakan bahwa kebijakan efisiensi anggaran pemerintah berdampak signifikan pada okupansi hotel.
"Di hotel kami ini benar-benar sangat berpengaruh. Salah satu segmen kami dari pemerintahan sekitar 30 persen, dan kami sudah kehilangan segmen itu sejak Januari," ungkapnya saat media visit ke Bisnis Indonesia, Selasa (25/2/2025).
Baca juga: Strategi Kemenekraf Wujudkan Program Kerja Setelah Kena Efisiensi Anggaran Rp90,5 miliar
Galuh menjelaskan bahwa secara keseluruhan, hotel di kawasan Jakarta Selatan masih didominasi oleh segmen swasta dengan persentase sekitar 70 persen), sedangkan 30 persen sisanya berasal dari pemerintahan. Akan tetapi, dengan kebijakan efisiensi anggaran, segmen pemerintahan hampir menghilang, menyebabkan performa hotel tertinggal dari target.
"Jika sebuah hotel memiliki ketergantungan 70-80 persen pada segmen pemerintahan, maka dampaknya bisa lebih parah. Bahkan, beberapa hotel di luar kota mulai mengalami layoff atau unpaid leave," jelasnya, seraya membandingkan kondisi ini dengan dampak pandemi Covid-19.
Selain kehilangan segmen pemerintahan, persaingan antarhotel pun kian ketat. Dengan banyaknya hotel yang mengalihkan fokus ke segmen swasta, terjadi perang harga (price war) yang cukup agresif.
"Hotel-hotel bintang 5 mulai menurunkan harga ke level bintang 4 atau 3, sehingga hotel yang di bawahnya juga harus ikut menyesuaikan harga. Jika tidak, mereka bisa kehilangan pasar," jelas Galuh.
Ibis Styles Jakarta Simatupang, misalnya, menyesuaikan harga dengan strategi mempertahankan loyalitas pelanggan swasta. Galuh mengaku acap kali 'mengintip' harga hotel bintang 5, lalu menyesuaikan harga hotel mereka agar tetap kompetitif. "Selain itu, kami juga menawarkan benefit tambahan untuk menarik tamu agar tetap memilih kami," ujarnya.
Strategi Bertahan di Tengah Tantangan
Salah satu strategi yang diterapkan adalah meningkatkan layanan berbasis kebutuhan segmen swasta. Hotel juga mulai fokus pada momen-momen tertentu, seperti bulan Ramadan, dengan menawarkan paket spesial untuk buka puasa dan penggunaan meeting room."Kami menawarkan paket buka puasa dengan harga early bird Rp200.000 hingga 27 Februari, dan harga reguler Rp288.000 dengan promo Pay 4 Get 5. Selain itu, ada juga opsi menggunakan meeting room untuk acara berbuka bersama yang bisa dinegosiasikan lebih lanjut," jelasnya.
Namun, meski okupansi hotel saat ini berada di angka 80 persen untuk Februari, Galuh memperkirakan angka ini akan menurun saat Ramadan dan libur Lebaran. Dia memperkirakan pada bulan Ramadan biasanya okupansi berada di sekitar angka 60 persen.
"Itu saja sudah bagus, tetapi meeting room yang biasanya ramai kini mengalami penurunan drastis karena banyaknya pemangkasan anggaran pemerintah," tambahnya.
Meskipun industri perhotelan menghadapi tantangan besar, ekspansi tetap berjalan. Jaringan hotel Accor, misalnya, masih membuka beberapa properti baru di Indonesia.
Menurutnya, akan ada beberapa hotel baru yang segera dibuka pada tahun ini di antaranya Mercure Garut, Novotel Pulomas, dan Novotel BSD. Hal ini, lanjutnya, menunjukkan bahwa industri perhotelan tetap optimis dengan pertumbuhan jangka panjang meskipun saat ini harus beradaptasi dengan kondisi pasar yang menantang.
Baca juga: Ragam Paket Bukber di Hotel Jaringan Accor, Kambing Guling hingga Masakan Peranakan
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.