Belakangan ini Kabur Aja Dulu atau #KaburAjaDulu menjadi fenomena yang ramai dibicarakan publik di media sosial. (Sumber gambar: Shvetsa/Pexels)

Tagar Kabur Aja Dulu Ramai di Medsos, Begini Kata Sosiolog

19 February 2025   |   11:58 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Belakangan ini tagar Kabur Aja Dulu atau #KaburAjaDulu menjadi fenomena yang ramai dibicarakan publik di media sosial. Tagar ini merupakan ungkapan atau seruan dari masyarakat khususnya anak muda untuk meninggalkan atau 'kabur' dari Indonesia demi bekerja maupun melanjutkan studi di luar negeri.

Fenomena Kabur Aja Dulu dianggap sebagai bentuk kekecewaan masyarakat Indonesia terhadap kondisi ekonomi, sosial, dan keadilan di dalam negeri. Situasi tersebut terjadi diduga karena banyaknya kebijakan pemerintah belakangan ini yang dinilai tidak berpihak pada kesejahteraan masyarakat. 

Baca juga: Trend #KaburAjaDulu Viral di Medsos: Berikut 8 Negara Favorit Orang Indonesia untuk Bekerja

Tagar #KaburAjaDulu awalnya muncul hingga beredar masif di media sosial X. Penggunaan tagar tersebut oleh warganet disertai dengan ajakan untuk para anak muda agar mengambil pendidikan, bekerja, ataupun sekadar tinggal di luar negeri.

Fenomena Kabur Aja Dulu dikaitkan dengan sistem pendidikan di Tanah Air yang cenderung memiliki biaya mahal, rendahnya ketersediaan lapangan kerja, dan gaji per bulan yang rendah. 

Bahkan, banyak netizen yang menggunakan tagar #KaburAjaDulu untuk mengunggah informasi terkait kesempatan studi atau bekerja di luar negeri untuk "kabur" dari Indonesia. Mereka berbagi informasi seputar lowongan kerja, beasiswa, les bahasa, serta pengalaman berkarier dan kisah hidup di luar negeri dengan menggunakan tagar Kabur Aja Dulu.
 

Guru Besar Ilmu Sosiologi Universitas Nasional (Unas) Sigit Rochadi menilai fenomena tagar Kabur Aja Dulu merupakan bentuk penilaian generasi muda khususnya kalangan terdidik kepada pemerintah saat ini, yang dianggap kurang memperhatikan hak-hak warga negara khususnya dalam hal mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Penilaian itu lantas berkembang menjadi satu sikap bahwa peluang mendapatkan kerja di dalam negeri saat ini kian menyempit. Kondisi tersebut makin diperparah dengan kebijakan pemerintah untuk melakukan efisiensi anggaran, sehingga perusahaan-perusahaan yang selama ini mengandalkan kerja sama dengan pemerintah harus mengurangi tenaga kerja. 

"Misalnya pekerja hotel jelas sebentar lagi akan dikurangi. Kemudian perusahaan-perusahaan swasta yang biasa bekerja sama dengan pemerintah pasti sebentar lagi akan kehilangan proyek-proyek yang biasanya datang dari pemerintah. Jadi pengurangan tenaga kerja juga akan besar-besaran akan terjadi. Kemudian masyarakat akhirnya mencari pekerjaan atau peluang di luar negeri," katanya kepada Hypeabis.id lewat sambungan telepon, Rabu (20/2/2025).

Sigit mengatakan fenomena Kabur Aja Dulu juga tidak bisa dilepaskan dari keputusan pemerintah yang kini membangun struktur organisasi sangat gemuk dengan jumlah anggota kabinet yang sangat besar. Hal ini, katanya, menumbuhkan pesimisme terutama di kalangan anak muda. Alih-alih menciptakan lapangan kerja yang besar, pemerintah justru membuat kabinet yang gemuk dengan anggaran yang besar. 

"Artinya pemerintah yang mendapat kepercayaan dari masyarakat sekitar hampir 60 persen suara kemarin dalam pemilihan umum [Pemilu] itu tidak menjawab dengan program-program yang menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat," ujarnya.
 

Sigit juga berpendapat bahwa respons pemerintah dalam menanggapi fenomena Kabur Aja Dulu mendua. Di satu sisi, beberapa pejabat pemerintah menyebut bahwa fenomena tersebut merupakan bentuk masyarakat yang tidak cinta dengan Tanah Air, hingga meragukan nasionalisme rakyat. 

Namun, di sisi lain, ungkapan tersebut tidak disertai dengan upaya untuk menyediakan lapangan kerja yang memadai. Dia juga menyayangkan respons yang dilontarkan oleh Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan yang membiarkan fenomena Kabur Aja Dulu, bahkan menyebut orang-orang yang ke luar negeri, tidak usah kembali ke Indonesia. 

Menurutnya, pernyataan itu justru memperparah kondisi pesimisme yang ada di kalangan masyarakat lantaran mencerminkan pemerintah yang tidak peduli dengan rakyatnya. Hal ini pun bukan tidak mungkin menyulut gelombang gerakan yang lebih besar terkait fenomena Kabur Aja Dulu.

"Nah ini kemudian memicu bukan hanya pesimisme, tapi sudah mengarah kepada kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah. Hal ini bisa jadi membuat jika kemarin itu hanya dilakukan sekelompok kecil anak muda, bisa menjadi gelombang yang besar," ujarnya.

Baca juga: Daftar Negara Asia dengan Gaji Tertinggi dan Peluang Kerja Menjanjikan

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Menggugat Sentralistis lewat Karya Seni dan Instalasi

BERIKUTNYA

Wisata Candi Jadi Daya Pikat Untuk Mendatangkan Turis dari India

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: