Atlet binaan Red Bull Blue and Silver Frédéric Fugen sukses melakukan BASE jump dari Autograph Tower, Jakarta. (Foto: Dudhy Dwi Lisatrio/Red Bull Content Pool).

Asal-usul Base Jumping, Olahraga Ekstrem yang Menantang Maut

11 January 2025   |   21:53 WIB
Image
Fajar Sidik Hypeabis.id

Base Jumping adalah olahraga ekstrem yang menantang nyali yang memerlukan keahlian tingkat tinggi. Pasalnya, olahraga ini harus melompat dari ketinggian yang sangat pendek seperti tebing, gedung, menara, atau jembatan dengan menggunakan parasut dan harus mendarat dengan aman. 

Mengutip Bridge Day, kata BASE sendiri merupakan akronim dari empat jenis tempat yang biasanya dijadikan lokasi untuk melompat, yaitu Building (bangunan), Antenna (menara), Span (jembatan), dan Earth (alam/tebing)

Baca juga: Atlet Dunia BASE Jump Frederic Fugen Terjun dari Gedung Tertinggi di Indonesia

Berdasarkan sejarahnya, BASE Jumping dianggap sebagai pengembangan dari olahraga terjun payung (parachuting) yang telah ada sejak awal abad ke-20. Namun, lompat dari lokasi tetap (fixed objects) menjadi lebih dikenal sebagai aktivitas tersendiri pada akhir 1970-an.

Adapun penggunaan parasut untuk melompat dari 'objek diam' yang paling awal didokumentasikan adalah pada 1912. Tahun itu, seorang steeplejack (tukang reparasi menara tinggi) asal New York bernama Fredrick Rodman Law, melompat dari Patung Liberty, Jembatan Brooklyn, dan gedung bank di Wall Street.

Selain itu, pada 1912 juga diketahui seorang pria bernama Franz Reichelt, seorang penjahit melakukan lompatan dari Menara Eiffel untuk menguji parasut buatannya. Sayangnya, percobaan itu berakhir tragis.

Tercatat pula pada 1942, seorang mekanik pesawat Milwaukee terjun payung dari langit-langit di dalam hanggar dengan balon udara besar. Pada 1960-an, seorang dokter gigi Eropa melompat dari tebing di Dolomites, Italia.

Lalu pada 1966, Michael Pelkey dan Brian Schubert dianggap sebagai pelopor Base Jumping modern ketika mereka melompat dari tebing El Capitan di Taman Nasional Yosemite, Amerika Serikat, yang menjadi salah satu momen penting dalam sejarah olahraga lompat ekstrem tersebut. Pada pertengahan 1970-an, lompatan dilakukan dari Jembatan Royal Gorge di Colorado dan dari Menara World Trade Center di New York.

Adapun olahraga BASE Jumping modern secara resmi dimulai pada 1978 ketika seorang penerjun payung California bernama Carl Boenish mengorganisasi empat penerjun yang berhasil melompat di Taman Nasional Yosemite. Carl membuktikan bahwa dengan menggunakan peralatan dan teknik modern, BASE Jumping dapat dipahami oleh sebagian besar penerjun payung berpengalaman.
 

Carl Boenish juga yang menciptakan akronim "BASE" sebagai singkatan dari Building (Bangunan), Antenna (Menara), Span (Jembatan), dan Earth (Tebing) seperti yang dikenal saat ini. Carl Boenish yang juga seorang pembuat film dan penggemar terjun payung bersama istrinya, Jean Boenish, merekam banyak aksi lompat dari struktur ketinggian yang kemudian dipublikasikan dalam film-film pendek.

Carl Boenish mempopulerkan olahraga ini dengan mendokumentasikan lompatan dari El Capitan menggunakan kamera kecil. Karya ini mendorong banyak orang tertarik mencoba olahraga menantang nyali tersebut.

Lantaran tingkat risiko yang sangat tinggi, Base Jumping sering kali dianggap ilegal di banyak negara dan kawasan dengan melarang olahraga ini karena risiko keselamatan dan dampaknya terhadap lingkungan. Namun, lokasi-lokasi tertentu mengizinkan Base Jumping dengan peraturan ketat, seperti di Norwegia (Kjerag) dan Swiss (Lauterbrunnen).

Dengan berkembangnya teknologi parasut dan pakaian terbang (wingsuit), olahraga ini semakin menarik perhatian. Komunitas Base Jumping juga berkembang dengan adanya festival, pelatihan khusus, dan organisasi yang mendukung olahraga ini.

Base Jumping sangat berbahaya karena risiko kematian yang tinggi akibat kesalahan teknis, perubahan angin mendadak, atau kelalaian manusia. Meskipun begitu, Base Jumping tetap menjadi salah satu olahraga ekstrem yang menarik bagi penyuka tantangan.

Tantangan BASE jumping adalah harus melompat dari ketinggian yang lebih rendah sehingga memberikan waktu yang lebih singkat untuk memperhitungkan waktu membuka parasut dan mendarat.

BASE jumpers menggunakan satu parasut yang dirancang khusus untuk pembukaan cepat, mengingat jarak antara titik lompatan dan tanah yang hanya ratusan meter, sehingga membutuhkan keberanian dan keterampilan tingkat tinggi.
 

Fakta BASE Jumping di Jakarta (Redbull)

Fakta BASE Jumping di Jakarta (Redbull)


Mengutip publikasi RedBull, terbaru pada 8 Januari 2025, aksi melompat atlet BASE jumping, Frédéric Fugen dari atap gedung Autograph Tower Jakarta berketinggian 385 meter menarik perhatian warganet. 

Frédéric Fugen, atlet binaan Red Bull, adalah salah satu BASE jumper, pilot wingsuit, dan skydiver yang dseibut paling berbakat di dunia. Atlet asal Prancis ini melakukan lompatan solo pertamanya pada 1996 pada usia 16 tahun. 

Dengan lebih dari 20 tahun pengalaman, Fugen telah mencatatkan berbagai pencapaian fenomenal, termasuk lompatan dari gedung tertinggi di dunia, yakni Burj Khalifa setinggi 828 meter pada 2014. 

Selain BASE jump, Fugen juga dikenal dengan kreativitasnya menggabungkan beberapa olahraga sekaligus, seperti melakukan sky skiing — kombinasi skydiving dan ski pertama di dunia, yaitu terbang bebas dari balon udara, dilanjutkan ski menuruni lereng gunung La Clusaz, Prancis, pada 2022.

BASE jumping Fugen di Jakarta pun tidak sembarangan, tetapi dipersiapkan matang, mulai dari penghitungan kecepatan dan arah angin, analisis titik lompatan dan pendaratan, hingga koordinasi dengan tim pendukung, serta didukung oleh TNI AU dan tim profesional lainnya untuk memastikan aspek keselamatannya.

Setelah melakukan dua kali lompatan, Fugen pun mengadakan klinik pelatihan untuk skydiver Indonesia, berbagi wawasannya tentang teknik base jumping. Klinik ini dihadiri oleh banyak personel Angkatan Udara Indonesia dan anggota Federasi Aerosport Indonesia. 

Tujuan dari klinik ini adalah untuk memberikan informasi dan teknik tentang base jumping kepada militer Indonesia. Adapun base jumping tetap ilegal di Indonesia, tetapi dapat diizinkan dalam kasus khusus dengan prosedur keamanan yang ketat.

Aksi Frédéric Fugen pun membawa pesan penting bahwa keberanian, tekad, dan persiapan yang matang dapat membuka pintu bagi hal-hal luar biasa, yang diharapkan dapat memicu semangat generasi muda untuk menembus batas dan bersaing di tingkat global. 

“Saya berharap aksi ini dapat menginspirasi generasi muda Indonesia untuk mengeksplorasi potensi mereka terutama di olahraga dirgantara,” ujar Fugen.

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Rekomendasi Festival Musim Dingin yang Wajib Dikunjungi di Jepang

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: