Ilustrasi usaha gerai gelato | Pexels/ROMAN ODINTSOV

Manis Gelato Raup Untung yang Lezato

06 January 2025   |   14:00 WIB
Image
Aldehead Marinda M. U. Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran

Gelato merupakan hidangan penutup beku khas Italia yang kerap disandingkan dengan es krim. Meski terlihat serupa, keduanya memiliki perbedaan mencolok dalam hal bahan, tekstur, dan gaya penyajian. Hal ini membuat para pelaku bisnis harus memutar otak untuk memasarkan gelato kepada konsumen.

Salah satu contohnya adalah Cristhy Jane (29), pemilik gerai Gure Gelato di Jakarta. Ia telah mengelola bisnisnya sejak 2020, berawal dari aktivitas iseng untuk mengisi waktu luang selama masa pandemi. “Dari rasa iseng lalu muncul ide untuk membuka usaha gelato, karena saya pribadi sangat menyukai es krim dan gelato,” ujarnya.

Baca juga: Kisah Kedai Mi Viral di Bandung hingga Mereguk Gurihnya Cuan

Cristhy Jane memulai bisnis gelatonya dari hobi yang kemudian berkembang menjadi ide usaha. Sebagai penggemar es krim dan gelato, ia memutuskan untuk mengolah gelato dengan sentuhan unik.

Gelato yang diproduksi di Gure Gelato mengusung konsep fusion, menggabungkan cita rasa khas Italia dengan nuansa Jepang. Beberapa varian rasa andalannya adalah Royce Chocolate, Uji Matcha, dan Yuzu Sorbet, yang terinspirasi dari bahan-bahan khas Jepang.

Meski berfokus pada cita rasa Jepang, Gure Gelato tetap mempertahankan beberapa rasa klasik gelato Italia seperti Chocolate, Pistachio, dan Vanilla. Perpaduan ini menjadikan Gure Gelato sebagai pilihan unik bagi para penikmat hidangan penutup.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Gur? gelato (@gure.official)


Gure Gelato menawarkan berbagai menu khas, seperti Royce Black Chocolate dengan cita rasa cokelat premium dan Pistachio yang kaya akan rasa kacang klasik nan gurih. Di waktu tertentu, mereka juga menghadirkan seasonal flavors seperti Avocado dan Strawberry Sorbet, yang mengikuti musim buah tropis di Indonesia.

Menurut Cristhy, varian musiman ini memiliki daya tarik tersendiri karena ketersediaannya yang terbatas. “Stok buah segar sering kali terbatas, jadi seasonal flavors biasanya hanya tersedia dalam waktu singkat, bahkan kadang hanya dua hari,” jelasnya.

Dalam proses produksi, Cristhy berkomitmen hanya menggunakan bahan asli, tanpa tambahan bahan artifisial. Sebagai contoh, untuk menu berbasis buah, ia lebih memilih menggunakan buah segar dibandingkan perisa buatan, guna memastikan kualitas dan rasa gelato tetap autentik.

Gure Gelato menyasar konsumen dari kalangan menengah hingga atas, dengan fokus pada penyediaan gelato premium berbahan baku berkualitas tinggi. "Ini juga tercermin dalam harga yang kami tawarkan," ungkap Cristhy.

Untuk menjangkau pasar, Gure Gelato menggunakan berbagai strategi, mulai dari layanan cart service, B2B, hingga penjualan daring. Meskipun belum bekerja sama dengan merek lain, Cristhy optimistis untuk membuka peluang kolaborasi, terutama menjelang tahun 2025.

“Saya berharap tahun depan ada kesempatan untuk berkolaborasi dengan brand lain, terutama yang memiliki visi dan nilai yang sejalan,” tutupnya.

Di sisi lain, Michael Judah, Rivaldo Hunario, dan Hans Kristian, tiga rekan sebaya berusia 21 tahun, menjadi perintis usaha gelato di Surabaya dengan merek Mochilato. Perjalanan bisnis mereka dimulai pada 2022 dengan membuka outlet kecil di Pakuwon City Mall Surabaya, awalnya menjual roti canai sebagai produk utama.

Namun, usaha tersebut sempat mandek selama hampir satu tahun. Tak putus asa, mereka mencoba strategi baru dengan menjual produk mereka melalui berbagai event. “Kami sangat terkejut karena keuntungan dari event ini bisa berlipat ganda,” ungkap Michael.

Keuntungan dari penjualan roti canai itu kemudian mereka manfaatkan sebagai modal untuk membangun merek baru, Mochilato, pada akhir 2023. Mereka memutuskan untuk melakukan reinvestasi ke brand baru tersebut, sekaligus mengembangkan produk di tengah kesibukan menjaga bazar roti canai.

Pengalaman paling berkesan bagi ketiga pengusaha muda ini terjadi ketika mereka mengikuti salah satu bazar F&B besar di Pakuwon Surabaya. Di sana, mereka bertemu dengan Erich Samuel, seorang pengusaha dan anggota Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo).
 

Michael mengungkapkan bahwa di acara tersebut mereka cukup viral dan berhasil menghasilkan pendapatan yang signifikan. Setelah itu, mereka sepakat untuk bekerja sama, memperkuat sistem mereka, dan bergerak lebih agresif.

Mochilato sendiri merupakan perpaduan unik antara mochi dan gelato. Dalam setiap cup, konsumen dapat menikmati sensasi dingin dan manisnya gelato yang dibalut dengan adonan mochi kenyal di bagian luar. Kerja sama mereka di bawah supervisi Erich Samuel membuahkan hasil yang memuaskan. Dalam waktu 11 bulan, Michael dan timnya telah mengikuti hingga 47 bazar di lebih dari 8 kota, mulai dari Jawa Timur hingga Sumatera Utara.

“Banyak pengalaman berharga seperti overexpense, kurang kuatnya forecasting yang menyebabkan keuntungan yang tidak maksimal,” cerita Michael.

Mochilato fokus pada kegiatan bazar sebagai saluran penjualan utama, dengan satu varian menu utama: mochi gelato yang hadir dalam enam rasa, yaitu Lotus Coffee N Cream, Pure Green Tea, Strawberry Cornflake, Chocolate Kitkat, Durian Honeystar, dan Vanilla Oreo. Rasa Chocolate Kitkat menjadi varian best seller.

Untuk produksi, Mochilato menggunakan campuran tepung lokal dan impor untuk mencapai rasa yang diinginkan. Michael menyebutkan bahwa distributor Indonesia memberikan sampel produk dengan pembelian MOQ rendah, memudahkan mereka untuk memulai dengan skala kecil.

Model bisnis pop-up event dengan booth minimalis dan live show pembuatan mochi masih dianggap efektif, mengingat biaya investasi untuk membuka gerai fisik lebih besar. Target audiens mereka adalah Gen Z dan millenial berusia 16-28 tahun, dengan mayoritas wanita.

“Karena segmented target ini cenderung suka produk estetis dan lucu yang Instagramable,” lanjutnya.

Cristhy dan Michael menghadapi tantangan serupa dalam bisnis mereka. Cristhy mengungkapkan beberapa perhatian utama, seperti menjaga kualitas produk saat pasokan bahan terbatas, meningkatkan layanan pelanggan, mencari karyawan yang tepat, mengelola operasional gerai fisik, dan terus berinovasi untuk mempertahankan identitas merek mereka.

Michael, di sisi lain, menyoroti tantangan yang datang dari penurunan ekonomi di Indonesia. Ia merasa bahwa kondisi ekonomi nasional berdampak langsung pada pengusaha seperti dirinya, terutama dalam hal keuntungan yang menjadi fokus utama.

"Semua pemain F&B sedang mengalami kesulitan untuk menghasilkan revenue yang sehat," ujar Michael. Ia juga menambahkan bahwa saat awal mengikuti bazar, kurangnya perencanaan logistik menyebabkan kerugian akibat anggaran yang tidak terduga.

Baca juga: Bisnis Florist, Merangkai Cuan dari Perayaan Pesta hingga Kedukaan

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Daftar Pemenang Golden Globes Awards 2025, Emilia Pérez dan Shogun Raih Piala Terbanyak

BERIKUTNYA

Menpar Respons Tegas Atas Dugaan Pelecehan Turis Asing di Bandung

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: