Swiftonomics Taylor Swift Kian Mantap Setelah Konser The Eras Tour Cetak Rekor Sejarah
10 December 2024 |
18:01 WIB
Konser bertajuk The Eras Tour, penyanyi sekaligus pencipta laguTaylor Swift secara resmi berakhir pada 8 Desember 2024 di Vancouver, Kanada. Tur dunianya kali ini berhasil menembus catatan rekor pendapatan sepanjang sejarah, hingga menyisakan terminologi Swiftonomics yang berkaitan dengan dampak ekonomi.
Konser berdurasi lebih dari setahun ini berhasil mencetak rekor pendapatan yang belum pernah terjadi sebelumnya di dunia, dengan total penjualan tiket melebihi Rp32,9 triliun dari 149 pertunjukan di lima benua.
The Eras Tour tidak hanya membicarakan sisi musikalitas sang pelantun tembang Love Story saja. Melainkan lebih jauh dari segi ekonomi, termasuk peninggalan terminologi yang dihasilkan yakni Swiftonomics.
Baca juga: The Eras Tour Taylor Swift Jadi Tur Konser Pertama yang Capai US$2 Miliar dalam Sejarah
Dilansir dari Los Angeles Times, The Eras Tour resmi dimulai pada Maret 2023. Konser ini dirancang untuk merayakan berbagai fase dalam karier Taylor Swift yang mencakup lagu-lagu dari semua album studionya. Tur ini menarik lebih dari 10 juta penonton dengan rata-rata penjualan kotor lebih dari Rp221,7 miliar per pertunjukan di berbagai belahan negara.
Popularitas yang luar biasa ini menjadikan The Eras Tour menjadi konser dengan pendapatan kotor tertinggi sepanjang masa. Rekor ini berhasil dipecahkan Taylor setelah melampaui rekor sebelumnya yang dipegang oleh Elton John's Farewell Yellow Brick Road Tour,yang meraup pendapatan kotor sekitar US$939 juta atau setara Rp14,9 triliun dalam 330 pertunjukan.
Investopedia mencatat dampak ekonomi dari The Eras Tour memunculkan istilah baru, Swiftonomics untuk menggambarkan pengaruhnya di bidang ekonomi terhadap berbagai negara yang dilewati konsernya.
Dilansir dari Camoin Associates rangkaian tur Taylor di Amerika Serikat saja diproyeksikan mampu menghasilkan total belanja konsumen sampai Rp73,76 triliun.
Para penggemar yang menghadiri konser Swift dilaporkan bahwa mereka menghabiskan rata-rata US$1.300 (setara Rp20,6 juta) per individu untuk tiket, perjalanan, akomodasi, makanan, dan merchandise seputar konser Taylor Swift.
Lonjakan pengeluaran ini sangat terasa di kota-kota yang menjadi tuan rumah konsernya. Sebagai contoh, kota-kota di Eropa mengalami peningkatan pengeluaran sebesar 39 persen dari tahun ke tahun selama tanggal-tanggal turnya.
Selain itu, film dokumenter yang terkait dengan konser ini Taylor Swift: The Eras Tour yang dirilis pada Oktober 2023 meraup hampir Rp1,5 triliun pada minggu pertama penayangannya, dan lebih dari Rp4,1 triliun pada akhir masa naik layar lebar.
Dampak Swiftonomics lebih dari sekadar penjualan tiket. Kedatangan The Eras Tour di berbagai kota telah mendorong bisnis lokal secara signifikan.
Investopedia mencatat, di Los Angeles misalnya, rangkaian pertunjukan selama enam malam ini diperkirakan telah menciptakan sekitar 3.300 lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan lokal sebesar Rp2,5 triliun.
California Center for Jobs & the Economy dalam Investopedia memproyeksikan adanya tambahan keuntungan ekonomi sebesar US$320 juta bagi Los Angeles County, karena masuknya pengunjung berkaitan dengan konser tersebut.
Baca juga: Taylor Swift Jadi Musisi yang Karyanya Paling Banyak Didengar di Spotify Sepanjang 2024
Selain itu, konser ini berhasil merevitalisasi pariwisata di daerah-daerah yang baru saja pulih dari pandemi Covid-19.
Diskusi viral bertebaran tentang pengaruh Taylor Swift terhadap budaya pop dan kemampuannya untuk mendorong aktivitas ekonomi dalam skala besar.
Istilah 'Swift Economics' atau disingkat Swiftonomics, menyoroti bagaimana turnya dapat menstimulasi aktivitas ekonomi dan belanja konsumen dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Fenomena ini menggarisbawahi potensi para seniman untuk mendorong manfaat ekonomi yang signifikan melalui karya mereka.
Editor: Fajar Sidik
Konser berdurasi lebih dari setahun ini berhasil mencetak rekor pendapatan yang belum pernah terjadi sebelumnya di dunia, dengan total penjualan tiket melebihi Rp32,9 triliun dari 149 pertunjukan di lima benua.
The Eras Tour tidak hanya membicarakan sisi musikalitas sang pelantun tembang Love Story saja. Melainkan lebih jauh dari segi ekonomi, termasuk peninggalan terminologi yang dihasilkan yakni Swiftonomics.
Baca juga: The Eras Tour Taylor Swift Jadi Tur Konser Pertama yang Capai US$2 Miliar dalam Sejarah
Dilansir dari Los Angeles Times, The Eras Tour resmi dimulai pada Maret 2023. Konser ini dirancang untuk merayakan berbagai fase dalam karier Taylor Swift yang mencakup lagu-lagu dari semua album studionya. Tur ini menarik lebih dari 10 juta penonton dengan rata-rata penjualan kotor lebih dari Rp221,7 miliar per pertunjukan di berbagai belahan negara.
Popularitas yang luar biasa ini menjadikan The Eras Tour menjadi konser dengan pendapatan kotor tertinggi sepanjang masa. Rekor ini berhasil dipecahkan Taylor setelah melampaui rekor sebelumnya yang dipegang oleh Elton John's Farewell Yellow Brick Road Tour,yang meraup pendapatan kotor sekitar US$939 juta atau setara Rp14,9 triliun dalam 330 pertunjukan.
Investopedia mencatat dampak ekonomi dari The Eras Tour memunculkan istilah baru, Swiftonomics untuk menggambarkan pengaruhnya di bidang ekonomi terhadap berbagai negara yang dilewati konsernya.
Dilansir dari Camoin Associates rangkaian tur Taylor di Amerika Serikat saja diproyeksikan mampu menghasilkan total belanja konsumen sampai Rp73,76 triliun.
Para penggemar yang menghadiri konser Swift dilaporkan bahwa mereka menghabiskan rata-rata US$1.300 (setara Rp20,6 juta) per individu untuk tiket, perjalanan, akomodasi, makanan, dan merchandise seputar konser Taylor Swift.
Lonjakan pengeluaran ini sangat terasa di kota-kota yang menjadi tuan rumah konsernya. Sebagai contoh, kota-kota di Eropa mengalami peningkatan pengeluaran sebesar 39 persen dari tahun ke tahun selama tanggal-tanggal turnya.
Selain itu, film dokumenter yang terkait dengan konser ini Taylor Swift: The Eras Tour yang dirilis pada Oktober 2023 meraup hampir Rp1,5 triliun pada minggu pertama penayangannya, dan lebih dari Rp4,1 triliun pada akhir masa naik layar lebar.
Dampak Swiftonomics lebih dari sekadar penjualan tiket. Kedatangan The Eras Tour di berbagai kota telah mendorong bisnis lokal secara signifikan.
Investopedia mencatat, di Los Angeles misalnya, rangkaian pertunjukan selama enam malam ini diperkirakan telah menciptakan sekitar 3.300 lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan lokal sebesar Rp2,5 triliun.
California Center for Jobs & the Economy dalam Investopedia memproyeksikan adanya tambahan keuntungan ekonomi sebesar US$320 juta bagi Los Angeles County, karena masuknya pengunjung berkaitan dengan konser tersebut.
Baca juga: Taylor Swift Jadi Musisi yang Karyanya Paling Banyak Didengar di Spotify Sepanjang 2024
Selain itu, konser ini berhasil merevitalisasi pariwisata di daerah-daerah yang baru saja pulih dari pandemi Covid-19.
Diskusi viral bertebaran tentang pengaruh Taylor Swift terhadap budaya pop dan kemampuannya untuk mendorong aktivitas ekonomi dalam skala besar.
Istilah 'Swift Economics' atau disingkat Swiftonomics, menyoroti bagaimana turnya dapat menstimulasi aktivitas ekonomi dan belanja konsumen dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Fenomena ini menggarisbawahi potensi para seniman untuk mendorong manfaat ekonomi yang signifikan melalui karya mereka.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.