Perayaan tahun baru dengan menyalakan kembang api (Sumber gambar/ilustrasi: Pexels/ Jonathan Petersson)

Perhotelan Jaga Asa Menyambut Musim Puncak di Tengah Isu Daya Beli

19 November 2024   |   18:54 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Libur Natal dan Tahun Baru kali ini disinyalir akan lebih menantang bagi para pelaku usaha di sektor pariwisata – termasuk hotel dan restoran. Meskipun begitu, pelaku usaha tetap menjaga asa dan bersiap untuk menyambut musim puncak dengan berbagai program yang menarik bagi calon wisatawan.

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengungkapkan bahwa sejumlah pelaku usaha hotel di dalam negeri siap mengantisipasi musim puncak liburan akhir tahun, di tengah tantangan kondisi perekonomian dewasa ini.

“Antisipasinya memang kami mencoba untuk membuat paket-paket Nataru [Natal & Tahun Baru] yang lebih kompetitif dari harga, atraksinya, benefitnya dan sebagainya kita lakukan,” ujarnya di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, dalam acara press conference BPP PHRI tentang Musyawarah Nasional XVIII PHRI Tahun 2025 pada Selasa (19/11/2024).

Baca juga: Daftar Hotel dengan Promo Menarik Untuk Libur Akhir Tahun

Dia memprediksi, tingkat keterisian hotel secara keseluruhan di dalam negeri akan lebih rendah 10 persen pada musim liburan Natal dan Tahun Baru kali ini, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Penurunan daya beli masyarakat menjadi faktor utama yang membuat tingkat keterisian hotel pada masa libur Nataru 2024/2025 lebih rendah. Menurutnya, penurunan tersebut memiliki dampak yang cukup besar.

Angka pasti tingkat keterisian hotel pada masa libur Natal danTahun Baru baru akan terlihat mulai 1 Desember 2024. Namun, dia mengungkapkan, indikasi penurunan tersebut sudah terasa pada saat ini lantaran pemesanan kamar hotel untuk libur Natal dan Tahun Baru yang lebih lambat jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Meskipun secara nasional tingkat keterisian hotel akan lebih rendah, dia menilai sejumlah hotel favorit yang akan memiliki tingkat keterisian yang stabil. “Tapi kan enggak banyak yang favorit,” ujarnya.

Selain daya beli masyarakat yang mengalami penurunan, tingkat okupansi yang lebih rendah pada masa libur Natal dan Tahun Baru kali ini juga tidak dapat dilepaskan dari kemungkinan tarif pesawat, selain faktor penurunan daya beli yang tetap menjadi penyebab utama.

Dia pun berharap pemerintah benar-benar serius dalam memberantas judi online agar daya beli masyarakat tidak semakin tertekan. Bukan tanpa alasan, Hariyadi mengungkapkan bahwa salah satu analisa yang dilakukan oleh asosiasi menyebutkan bahwa judi online menjadi penyebab penurunan kemampuan ekonomi masyarakat saat ini.

Senada, Pengamat Pariwisata Chusmeru menilai bahwa pergerakan wisatawan pada masa libur Natal dan Tahun Baru kali ini diperkirakan tidak sebanyak pada periode yang sama tahun lalu. Kondisi tersebut dipicu oleh beberapa faktor, yakni harga-harga kebutuhan pokok yang terus merangkak naik dan beban hidup yang terus bertambah, membuat orang mempertimbangkan kembali untuk berwisata.

“Kalau pun melakukan perjalanan wisata cenderung memilih closer destination atau destinasi wisata yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya,” katanya.

Selain itu, harga tiket pesawat yang tidak kunjung turun juga membuat wisatawan memilih melakukan perjalanan wisata yang lebih murah dengan tidak berwisata lintas pulau. 

Dia menilai, wisatawan lebih memilih melakukan perjalanan dengan moda transportasi darat, seperti kereta api maupun mobil pribadi. Faktor lainnya adalah kondisi cuaca yang kurang bersahabat, sehingga wisatawan memilih perjalanan yang dinilai aman.

“Mengisi libur Natal dan Tahun Baru akan lebih banyak dilakukan bersama keluarga di dalam kota, dan menghindari objek wisata yang berisiko terhadap faktor cuaca seperti hujan, badai, dan petir,” ujarnya.

Wisata luar ruangan seperti taman rekreasi, pantai, danau, dan tebing kemungkinan akan lebih sepi pengunjung pada masa Natal dan Tahun Baru yang masuk musim hujan dengan intensitas tinggi.

Pasar wisata yang didominasi generasi Z dan milenial juga akan menyasar objek wisata yang murah. Apalagi muncul seruan boikot untuk tidak konsumtif dari generasi Z dengan cara menerapkan frugal living beberapa waktu belakangan.

Seruan tersebut muncul akibat isu penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang naik sebesar 1 basis poin (Bps) dari 11 persen menjadi 12 persen. Kebijakan ini membuat generasi Z melakukan pembatasan terhadap pengeluaran – termasuk membatasi diri untuk tidak berwisata yang menyedot banyak biaya.

“Konsekuensinya, wisatawan akan mengurangi lama tinggal di destinasi wisata serta meminimalkan spending money di destinasi wisata. Hal ini akan berimplikasi pada pendapatan pelaku usaha wisata yang mengandalkan generasi Z dan milenial,” katanya.

Baca juga: Cek Ragam Promo Kuliner Hotel Menarik Sepanjang November 2024

Di lain pihak, para pelaku usaha pariwisata sebenarnya sudah siap menyambut wisatawan pada masa libur Natal dan Tahun Baru. Momentum liburan ini selalu menjadi andalan dari tahun ke tahun untuk mengeruk pundi-pundi rupiah.

Chusmeru pun menilai bahwa para pelaku usaha wisata perlu melakukan antisipasi terhadap cuaca dengan memiliki skenario ketika alam sedang tidak bersahabat. “Event yang akan dilakukan di luar ruang perlu dipertimbangkan,” paparnya.

Menurutnya, persaingan ketat antara pelaku wisata akan terjadi menjelang libur Natal dan Tahun Baru kal ini. Promosi dan event yang ditawarkan akan menjadi daya tarik wisatawan untuk membeli produk wisata pada akhir tahun.

Editor: Fajar Sidik

SEBELUMNYA

Moon Ga-young Konfirmasi Bintangi Drakor Seocho District Bersama Lee Jong-suk

BERIKUTNYA

Refleksi Bibiana Lee tentang Akulturasi Budaya dalam Seteleng Are You a Peranakan?

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: